Featured Post
NILAI LEBIH DAN KEHEBATAN NOVEL ‘PINGKO PINGKO”
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Integritas adalah sesuatu yang paling dibutuhkan dalam hidup, khususnya dalam kehidupan generasi muda atau millennial. Namun pada faktanya integritas menjadi semakin sukar ditanamkan karena sulitnya memberi pengajaran dari orang tua kepada kaum muda pemilik masa depan. Masih berani kah membayangkan masa depan itu jika para pelakunya kelak semua orang yang hidup tanpa integritas? Dan ingeritas semakin sulit ditanamkan jika diajarkan dengan kering tanpa roh dan jauh dari nuansa keindahan.
Maka ketika
saya membaca sampai habis “Pingko Pingko”, saya melihat dan meyakini bahwa
novel yang diangkat dari kisah nyata pengalaman hidup sang tokoh “mama kami “
Muhammad Tempel Tarigan” ini bisa menjadi salah satu inspirasi untuk
mengajarkan integritas dalam hidup. Mengapa ?
Jika
integritas itu didefinisikan menjadi satunya
kata dengan perbuatan, maka itu dicontohkan dengan sangat meyakinkan dalam
novel, yang diksi nya banyak disusun oleh impal kami, sang novelis masa depan
Karo Rafael Tarigan Dalam novel ini
dikisahkan dan diteladankan lah satunya kata dengan perbuatan, ketika Sang
Tokoh dengan kekasih hatinya berlibur di Bali sekian hari. Pergi ke tempat tempat tamasya yang sangat
terkenal, tinggal sekamar berdua, namun
sanggup mematuhi kesepakatan yang sudah ditetapkan sejak sebelum berangkat. Apa
kesepakatan mereka berdua ?
Bali saat
itu dilukiskan dengan sangat indah menantang oleh penulis novel ini
“ Bali dengan kehidupan
turisnya yang bebas dan glamour memang sangat riskan untuk menguji kesetiaan,
terlebih aku yang sedang ditugaskan untuk meliput kebebasan itu. Aku tak ingin
Endang berburuk sangka padaku, karenanya, aku tak mau menghalangi keinginannya”
(hal 71)
Lalu apa
kesepakatan atau perjanjian itu? Biarlah sang tokoh saja yang bercerita
“Begini End, “kataku pelan, Aku ingin selama kita berduaan di kamar ini, kita buat
satu perjanjian. Perjanjian baru antara kita. Janji bahwa selama kita di dalam
kamar, tak boleh ada panggilan mesra yang terlontar. Entah itu kata sayang,
Mama Tigan, Nande Ribu, Tambar Malem, Turang
la megogo, impal atau apa saja”yang berkesan bisa memancing kita
untuk mendekat, paparku.
Dan satu lagi
“Selama tidur Endang
harus berpakaian rapi, Pakai celana
harus yang panjang”
Diceritakan
dalam novel ini bahwa mereka akhirnya mampu mentaati untuk tidak lebih jauh
dari kesepakatan itu, meskipun suasananya sangat dan sangat menggoda. Inilah yang disebut menceritakan integritas
dengan roh, dengan spirit dan dengan kata kata atau kisah yang sangat indah. Indah sekali, sehingga saya yakin bahwa
generasi millennial itu akan mendapatkan contoh prilaku integritas yang akan
masuk ke alam bawah sadar mereka.
Selain soal
integritas ada dua lagi yang saya rasakan Nilai Novel Pingko Pingko ini. Yang pertama adalah keindahan kata kata nya,
dan yang kedua adalah makna pengajaran adat istiadat dan istilah istilah
Karo. Mari saya tunjukkan.
Susunan kata
kata dalam novel ini sangat indah. Mungkin inilah nilai lebih dari Kolaborasi
Duo Tarigan super hebat ini. Bahkan saya
tergoda untuk mengatakan bahwa Novel ini adalah tulisan puisi yang dirangkai menjadi sebuah prosa. Bayangkanlah puisi puisi yang jalin menjalin
menjadi cerita yang sangat kaya makna
dalam keindahannya itu, inilah beberapa diantaranya
“Api ini harus tetap
kujaga,
Karena disana dia pun
melakukan hal yang sama.”
Atau yang ini
Dan ketika melewati
jalan Selamat Riyadi itu,
Hatiku bertambah tambah
ngilu
Seluruh kenangan seolah
ditarik ulang hingga terhidang di hadapanku
Wooooooooooowwww Indah sekali gaes
Ini satu lagi gaes…
Di bawah pohon pinus
rimbun yang tak terjilat cahaya lampu,
Aku sempat memberhentikan
laju becak, turun
lalu berdiri termangu
tepat di tempat aku mencium Endang dengan curi curi
saat matanya terpejam.
Saat dia menanyakan
arti kata ‘terpingko pingko”, padaku.
Nilai lebih yang lain Novel Pingko
Pingko ini adalah kayanya pengenalan dan penjelasan mengenai makna kosakata
Karo dan adat istiadat Karo, seperti ditulisakn pada halaman 122;
Andai benar aku
menikahinya, sudah kubayangkan bagaimana
cantiknya wajah kuning langsat Beru Ribu
tanah Lawang itu berteduh di bawah tudung tradisional suku Karo dengan
hiasan emas emas, berikut rumbai menjuntai bak renda menutup separuh keningnya, digelayuti sepasang kodang kodang kiri kanan, ditambah anting Raja Mehuli, gelang Leang Hiboel melingkar di pergelangan
tangan dan cincin Tapak Gajah
terselip di jemari.
Sementara tubuh
sintalnya dibalut kebaya seukuran badan, berpadu
kain songket, dilapisi uis julu
sebatas lutut, dililit dengan langge
langge setengah paha, berkalungkan sertali layang layang menghias dada.
Bukankah ini sebuah penjelasan yang
sangat informatif tentang pakaian pengantin wanita suku karo, yang selalu akan
dipakaikan kepada pengantin wanita dari waktu ke waktu ? Jangan jangan banyak wanita Karo yang asal
pakai saja tanpa mengetahui nama dan maknanya.
Hahahahha.
Tak
ada gading yang tak retak, kesempurnaan itu hanya milik TYME. Novel ini
bukannya tak memiliki kelemahan juga.
Bagi saya kelemahannya hanya satu.
Pada halaman 180, ada nuansa yang disampaikan bahwa rokok bisa membuat
ketenangan. Hahahaha. Itu saja Ma,
kelemahannya. Takut aku jika generasi muda kita nanti merasa bahwa rokok itu
bisa membuat ketenangan.
SARAN
Siapa yang harus membaca novel ini
dan makna apa yang bisa dipetik ?
Tentu saja siapapun bisa membacanya
kalau ingin melihat contoh integritas dan bagaimana cara mengajarkannya kepada
kaum muda kita. Lalu saya sangat
menyarankan supaya anak muda karo, millennial karo terutama yang lahir di luar Tanah Karo agar
membaca Novel ini jika ingin mempelajari Suku Karo itu. Ya tidaklah terlalu lengkap, namun sebagi
entry awal untuk mempelajari jati diri Karo, novel ini salah satu yang terbaik.
Apa arti impal, apa arti tutur
siwaluh, mengapa dipanggil Mama Tigan, atau Mama Ginting , beru singumban,
mengapa dijadikan beru ribu, semua dijelaskan disini dengan sangat menarik.
Namun saya melihat satu keistimewaan,
Novel ini adalah sejajar dengan novel
novel nasional yang sudah dikenal secara luas.
Dengan Novel Hamka “Tenggelamnya Kapal van Der Wijk” bahkan dengan Novel
Da Vinci Code nya Daniel Brown, dengan novel novel John Grisham pun tidak kalah.
Indah dan sejajar makna dan imaginasi yang diciptakannya. Untuk Pelajaran Bahasa
Indonesia dan Kesusastraan Indonesia bagi pelajar di Kabupaten Karo, Novel ini
layak dijadikan jadi objek pembelajaran.
Bahkan ada kejutan yang sangat mencengangkan
diakhir Novel ini. Sesuatu yang sangat mengagetkan dan di titik ini aku sampai
meneteskan air mata dan merenung sangat dalam.
Sampailah aku pada satu kesimpulan
bahwa Mamaku Haji Muhammad Tempel Tarigan, bukan lah seorang pencinta yang
sukses dan berhasil, namun dia sukses sebagai Penulis Novel Top dan Suskes
sebagai bapak dan suami. Kalau kam masih
bingung apa yang kumaksud, kita punya persamaan Ma. Syair lagu yang kucipta dibawah ini mungkin
bisa memberikan sedikit penjelasan
Berekenndu sada baju muatku berkat agiku
Jadi persinget nambahi gegeh erlajar nindu
Meriahkal ukurku ngalokensa mesayang
Kututusi kugegehi ningku erpadan
Lima tahun dekahna aku I Bogor agingku
Telu kali ngenca kutulis surat
Janah pernah sekali aku mulih ku kuta
Kuidah bas rumahndu kalak sideban
Bas sada paksa kirimkenndu suratndu bangku
Ngataken lit sinungkun kena agiku
Janah enggo reh anak beruna maba kata
Uga nge ndia kubahan kaka nindu
La terjababku serko ukurku getem pusuhku
Sangapta ndube la ersada la erdemu
Kelengi ia hamati ia ras tami tami
Sangapta ndube jumpa ras teman sideban.
( Pernah Top di Radio Kabanjahe pada
awal tahun 2000 an, hehehe)
Lit persamaanta lit ka perbedaan
sitik Ma, kam jelaskenndu gelar ras beru kai si pernah reh ku pusuhndu, aku
jilen kuakap la pedah jelas beru kai ia Ma.
Sijelas ras anakndu rumah Beru Sitompul, ibereNa ka 3 kempundu. Kam telu aku
pe telu Ma.
Mejuah
juah. Salam Bekasi Timur nari
Komentar