Featured Post

Pekan Doa 2024 Berngi 2.

Gambar
Thema     : Kuinget Kam Ibas Pertotonku Nas : Pilemon 1 : 4 - 7 Nas Renungen  Rusur kukataken bujur man Dibatangku tep-tep kali kam kuinget i bas pertotonku. Sabap nggo kubegi kerna kekelengenndu man anak-anak Dibata ras kiniteken si lit i bas kam nandangi Tuhan Jesus. Ertoto aku gelah arah persadanta kalak si erkiniteken mabai kita ku pengertin si terbagesen kerna kerina pemere si ialoken kita i bas kegeluhenta erkiteken persadanta ras Kristus. O seninangku si kukelengi,  kekelengenndu e erbahanca ateku malem dingen mpegegehi aku! Kerina anak-anak Dibata nggo ermeriah ukur ibahanndu Fakta dan Makna  1. Sabap Enggo Kubegi Kerna kekelengendu man anak anak Dibata ras kiniteken si lit ibas kam Salah sada ke biasaan kalak si tek man Dibata emekap kekelengenna nandangi anak anak Dibata.  Enda me siidah Paulus bas diri Pilemon.  Emaka alu kalimat komunikasi s transparan i peseh Paulus hal enda man Pilemon secara langsung. Kalak singet muji pelayanan kalak si deban, labo erkiteken atena pes

Ajarlah Mereka Menjadi Remaja Kristen yang Pengasih

 

Instagram @aronginting_

Seorang remaja di abad ke 20 menurut Wibowo mengalami terlalu banyak tuntutan dan tekanan yang luar biasa. Pelajaran dan kurikulum yang sangat menekan mereka, ditambah dengan tuntutan orang tua juga kepada remaja, menambah daftar beban remaja.[1] 

Wibowo dalam artikelnya yang berjudul Ajarlah Mereka Mengasihi mengajak pembaca-pembacanya untuk mengajarkan kepada remaja tentang rasa cinta-kasih. Ia menggunakan kata cinta-kasih, karena baginya, cakupannya jauh lebih luas dibanding cinta dan kasih saja. Baginya kasih, adalah tindakan balasan yang didorong oleh rasa syukur kepada Tuhan. Tindakan mencinta adalah tindakan yang didorong oleh kesadaran bahwa orang yang cinta memang berhak menerima balasan cinta. Sedangkan cinta-kasih ini jauh lebih luas dan dari cinta-kasih inilah yang menjadi dasar teori Budiono untuk mengajarkan seorang remaja mengasihi.[2]

Tulisan ini, seluruhnya merupakan hasil review saya atas dua tulisan Wibowo yang berjudul “Ajarlah Mereka Mengasihi” dan “Gereja Mendampingi Remaja”, yang dengan harapan bisa membawa Gereja untuk mau mengenali dan melihat remaja beserta beberapa tanggapan saya juga terhadap tulisan Wibowo. Sehingga, dari tulisan ini juga pembaca bukan hanya, mampu melihat dan mengenali dunia remaja, dengan harapan juga bahwa pembaca dapat menghindarkan para remaja dari penyakit vertigo yang bisa saja terkena pada remaja karena beban dan tekanan yang datang padanya terlalu berlebihan. Bukan hanya itu juga, dari tulisan ini pembaca juga mampu mengajak mereka untuk memiliki identitas dan integritas sebagai remaja yang mengasihi dengan cinta-kasih.

Kebutuhan-Kebutuhan Remaja

Pada artikel Wibowo yang berjudul “Ajarlah Mereka Mengasihi”, ia memberikan beberapa hal-hal penting yang dibutuhkan remaja untuk menjadi seorang remaja yang mampu mengasihi dengan cinta-kasih. Adapun hal-hal yang dibutuhkan oleh remaja ,sebagai berikut :

1.      Kebutuhan akan Harga Diri yang Baik

Seorang remaja membutuhkan sikap yang hangat dan penghargaan jujur terhadap dirinya, terutama dari “orang-orang terpenting”nya. Tuntutan dan harapan orang-orang terpenting hanya akan membuat gambaran Diri Ideal semakin tinggi dan sulit dicapai. Untuk itu dalam proses pematangan remaja belajar menerima diri sendiri dengan menempatkan Diri Ideal tidak jauh dari potensi dirinya. Pada proses inilah menurut Budiono, perlu dibantu oleh orangtua, guru dan pembimbing dengan memberikan tuntutan dan harapan yang realistik pada remajanya. Sebab tuntutan dan harapan juga tetap perlu untuk mendorongnya mencapai prestasi yang memadai.[3]

2.      Kebutuhan untuk Dimengerti, Dimaafkan dan Diterima

Penghayatan bahwa ia dimengerti dan dimaafkan oleh Tuhan dan orang-orang “terpenting”nya, memudahkan remaja mengerti dan memaafkan orang yang bersalah kepadanya. Sebaliknya, tidak adanya pengertian dan penerimaan dan dukungan yang sedemikian rupa dapat menyebabkan remaja merasa kesepian dan frustasi, lalu mengarah pada berbagai sikap negatif seperti kenakalan remaja atau bunuh diri. Perasaan bahwa dirinya dihakimi hanya akan membentuk watak yang suka menghakimi orang lain.[4]

3.      Kebutuhan untuk Berempati

Menurut Wibowo yang remaja butuhkan adalah pengertian tentang berbagai motivasi manusia yang menimbulkan ketidakadilan. Karena dengan demikian rasa empati mereka tidak membawa pada sikap agresif tetapi dilengkapi dengan kebijakan dan pandangan yang luas. [5]

4.      Kebutuhan Memiliki Sikap Terbuka dan Inklusif

Pengajaran Agama sering memberikan penekanan tentang “kebenaran” yang bersifat mutlak, tertutup dan satu-satunya, sehingga menghasilkan sikap beragama yang tertutup dan ekslusif. Hal-hal seperti ini,  hanya akan membentuk watak remaja yang tidak dapat melihat adanya kebenaran yang berbeda dari kebenaran yang sudah diajarkan. Saya teringat tentang Perang Salib Anak dan beberapa anggota dari ISIS yang ternyata memiliki banyak anggota yang masih remaja atau pemuda. Tak salah lagi, inilah yang mungkin dimaksudkan Wibowo. Baik Gereja, orangtua dan pembimbing haruslah mengajarkan mereka tentang “budaya” kelompok yang bersikap terbuka, karena inilah yang dibuthkan oleh remaja. Kegiatan-kegiatan yang berupa kerjasama dan perjumpaan antar kelompok remaja yang dijauhkan dari suasana persaingan, sangat disarankan Budiono dalam membantu para remaja memiliki sikap terbuka dan inklusif[6]

Gereja Mendampingi Remajanya

Selanjutnya setelah membahas tentang hal-hal yang dibutuhkan seorang Remaja untuk menjadi Remaja  pengasih. Pada bagian ini, kita akan lihat tentang pengmatan Wibowo terhadap Gereja yang mendampingi remajanya

Menurut pengamatannya, secara peran dan kedudukan remaja dalam gereja, para pembimbing gereja melihat remaja sebagai anak-anak yang sedang dipersiapkan untuk masa depan mereka maupun untuk masa depan gereja. Secara tidak langsung, dari sudut tujuan pendidikan, peran remaja sebagai naradidik yang sedang dipersiapkan untuk masa depan, merupakan hal yang wajar. Namun Wibowo, mengingatkan kembali bahwa hal demikian hanya membuat remaja sebagai objek, bukan subjek. Sehingga hal ini membuat peran mereka tidak terlihat. Secara sederhana, saya berfikir bahwa Wibowo ingin mengajak remaja bukan hanya sebagai objek, melainkan seperti “pembimbing yang seharusnya” membimbing dengan menolong setiap remaja menemukan dan mengembangkan setiap talenta yang Tuhan berikan; membiarkan para remaja bertumbuh menjadi dirnya sendiri dan menemukan rencana Tuhan dengan hidup mereka masing-masing.[7]

Bukan hanya itu, pembimbing juga perlu menempatkan diri sebagai tempat bertanya dan mencurahka isi hati. Pembimbing juga tidak perlu takut bila kelemahanya diketahui oleh remaja yang dibimbingnya. Figur ynag dibutuhkan bukanlah figur sempurna, melainkan figur serius yang bergumul dengan kehendak Tuhan. Terakhir, pembimbing juga harus berperan sebagai gembala yang sungguh-sungguh menjad domba-dombanya.[8] 

Kesimpulan

Keempat hal yang dibutuhkan remaja untuk menjadi remaja yang mengasihi, haruslah mampu dipenuhi oleh para orangtua,pembimbing dan guru. Selain itu, sebagai Remaja Kristiani, peran dan kedudukannya dalam Gereja juga harus dlihat bukan hanya sebagai objek. Untuk itu, dalam hal ini anda , selain memberikan peran dan kedudukan bagi mereka dalam mengembangkan dirinya. Anda juga harus memiliki identitas dan integritas sebagai orang yang mengasihi. Mungkin bisa saja, seperti yang diungkapan Budiono dalam peran sebagai pembimbing remaja dalam Gereja atau bahkan lebih. Seperti yang dibahas dalam buk Palmer yang berjudul, “The Courage to Teach: Exploring the Inner Landscape of a Teacher’s Life”, yang terpenting bukanlah teknik-teknik dalam menagajar. Melainkan sebaliknya yaitu dengan identitas dan intergritas[9]. Sehingga, jika Wibowo pada artikelnya yang berjudul “Ajarlah Mereka Megasihi” memiliki harapan agar para remaja memiliki citra yang mengasihi[10], maka menurut saya, dengan memiliki identitas dan intergritas; seorang pengasih dengan cinta-kasih akan membentuk diri remaja yang memiliki identitas dan intergritas seorang pengasih pula.



[1] Wibowo, Budiono Adi. “Ajarlah Mereka Mengasihi.” Dalam Andar Ismail (ed.), Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998,h. 140

[2] Ibid, 145-146

[3]Ibid, ,h. 147

[4]Ibid  ,h. 148

[5] Ibid ,h. 149

[6] Ibid ,h. 150

[7]  Wibowo, Budiono Adi, “Gereja Mendampingi Remajanya”. Memperlengkapi Lagi Pelayanan dan Pertumbuhan. Tim Penyusun Buku dan Redaksi BPK Gunung Mulia. Jakarta: Gunung Mulia, 2010, h. 251-254

[8]  Ibid, h. 254-255

[9] Palmer, Parker. The Courage to Teach: Exploring the Inner Landscape of a Teacher’s Life. San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1998, bab 1

[10] Wibowo, “Ajarlah Mereka Mengasihi”, Ibid, h. 143

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023