Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 29 September – 5 Oktober 2024

Gambar
    1 Timotius 6 : 6 – 10 Thema :  Cukup Erkiteken Kai Si Lit 1 Timotius 6:10-16 (KARO)  Sabap merangap nandangi duit e me sumbul kerina kejahaten. Nggo lit piga-piga kalak si merangap nandangi duit lanai tetap i bas kiniteken janah gulut ukurna ibahan erbage-bage kecedan ate. Tapi kam, o suruh-suruhen Dibata, tadingkenlah si enda ndai kerina. Usahakenlah ndalanken si ngena ate Dibata, tutus ersembah man BaNa, tetap ernalem ku Ia, cidahken keleng atendu, megenggeng dingen lemah lembut! Erlumbalah asa gegehndu i bas perlumban kiniteken, guna ndatken kegeluhen si tuhu-tuhu man gunandu. Sabap guna kegeluhen si e me maka ipilih Dibata kam asum iakukenndu kinitekenndu i lebe-lebe nterem saksi. I lebe-lebe Dibata, si mereken kegeluhen man si nasa lit bage pe i lebe-lebe Kristus Jesus, si erbahan pengakun si tuhu-tuhu i lebe-lebe Pontius Pilatus, kukataken man bandu gelah ikutkenlah pedah-pedah e dingen jagalah gelah tetap bersih dingen la ceda, seh ku warina Tuhanta Jesus Kristus

Pendidikan Kepada Anak, Pertanggung Jawaban Kepada Tuhan/ Mazmur 127:3-5 (Pekan Penatalayanan Kedua)

Photo by Vince Fleming on Unsplash


Salah satu penyakit yang melanda masyarakat Indonesia saat ini ialah sibuk dengan urusannya sendiri. Dampak semua ini telah sering disaksikan dan terpapar di berbagai media, baik cetak maupun elektronik; dan getarannya di dunia pendidikan telah pula dirasakan. Contoh kasus seperti anak kurang menghargai guru atau orang tuanya, degradasi moral, tidak ada perhatian terhadap pelajaran, sering menggunakan bahasa yang kurang etis, gemar berbohong, malas, dan lain-lain kerap dialamatkan sebagai dampak buruk dunia pendidikan; dan, dengan demikian, perlu koreksi sekaligus solusi. Dalam kondisi semacam itu maka sering kaum mudalah yang dituduh tidak tahu diri. Mareka dijadikan kambing hitam semua ini. Padahal kalau dikembalikan pada makna pendidikan dalam arti yang sangat luas, bukan mustahil semua itu merupakan akibat pandidikan umum (masyarakat) yang salah dan tidak disadari. Semua itu merupakan hasil dari suatu proses yang panjang dan kompleks.

Berbicara soal proses yang Panjang dan kompleks, berbicara juga soal pendidikan orang tua atau keluarga. Dalam kaitannya dengan kondisi masyarakat pada umumnya, bagaimana sebenarnya proses pendidikan keluarga saat ini berlangsung? Kemudian, bagaimana seharusnya? Sarana macam apa yang biasa digunakan oleh nenek-moyang pada masa lampau? Apakah mungkin tradisi nenek-moyang itu dikembangkan dalam kaitannya dengan pendidikan keluarga?

Budaya Bali sangat mengutamakan pewarisan nilai-nilai hidup. Apa yang dianggap perbuatan luhur dalam masyarakat Bali? Menggali sumur. Tetapi menggali serratus sumur masih kalah luhur dari membuat empang yang bisa dimanfaatkan seluruh penduduk desa. Tetapi… membuat serratus empang masih kalah luhur dari yadnya, yaitu melakukan persembahan bagi Sang Hyang Widi Wasa. Tetapi … melakukan serratus yadnya masih kalah luhur dari mendidik seorang nak menjadi suputra (= anak yang berkelakukan baik). Itulah perbuatan paling luhur dari segala perbuatan luhu: mewariskan sifat baik kepada anak.

Sejalan dengan refleksi ktia hari ini,  kita diingatkan untuk memperlakukan anak -anak sedini mungkin seperti layaknya sebuah anak panah di tangan seorang pahlawan!. Ditangan pahlawan sebuah anak panah adalah kehidupan! Ia bisa sebagai alat pertahanan, ia bisa membunuh lawan, ia bisa dipakai berburu untuk mencari makanan.  Apabila pola pikir dan cara pandang kita terhadap anak-anak kita seperti ini maka cara kita memperlakukan anak-anak kita akan sangat berbeda.  

Ada sebuah kalimat menarik dalam buku The Old Man and the SEA karangan Ernest Hemingway. Bunyinya: The old man had taught the boy to fish and the boy loved him” (Bapak tua itu telah mengajarkan cara mengail ikan kepada si bocah dan sibocah mencintai dia). Bapak tua itu telah mengajarkan mengail kepada si bocah. Ia memang tidak memberi ikan, Ia pun tidak mewariskan kail. Ia meninggal dalam kemiskinannya. Si Bocah tidak menerima warisan apapun juga. Namun, ia telah mengajarkan cara hidup. Si bocah telah dilimpah hikmah oleh Bapak tua itu.

Dari kesemua cerita ini, tidak lagi pantas untuk kita hanya menyalahkan situasi dan kondisi saat ini, terlebih menjadikan anak-anak kita sebagai kambing hitam. Justru, sangat lebih baik bila orangtua menyadari pentingnya memenuhi anak-anak dengan pengetahuan, pendidikan dan pengenalan akan Tuhan yang baik dan benar sebagai bagian tanggung jawab yang harus dilakukan kepada Allah. Cukup!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 07 – 13 April 2024

Catatan Tambahan PJJ 18 - 24 Februari 2024