Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 13 - 19 Juli 2025

 Thema: Membuat Nama (Erbahan Gelar)

Nas: Lukas 2:21 (TB)


 "Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya."


Pengantar

Nama adalah pemberian ilahi yang bukan hanya berfungsi sebagai penanda sosial, tetapi juga sebagai penegasan identitas, panggilan hidup, dan relasi seseorang dengan Tuhan. Dalam tradisi Ibrani, pemberian nama erat kaitannya dengan makna profetik dan tujuan ilahi. Yesus, sebagai Anak Allah yang menjadi manusia, diberi nama sesuai dengan rancangan kekal Allah sendiri — sebelum Ia dikandung, bahkan sebelum Ia lahir. Dalam konteks Karo, pemberian nama atau erbahan gelar bukan sekadar urusan budaya, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan eksistensial yang dalam.


Fakta Historis dan Biblis

  1. Yesus diberi nama pada hari ke-8 saat Ia disunat, sesuai dengan hukum Taurat (Imamat 12:3).
  2. Nama "Yesus" (Ibrani: Yeshua) berarti "Yahweh menyelamatkan", yang sudah disebutkan oleh malaikat kepada Maria (Lukas 1:31) dan kepada Yusuf (Matius 1:21).
  3. Praktik penamaan dan sunat pada hari ke-8 merupakan ritus perjanjian dalam tradisi Yahudi (lih. Kejadian 17:12; Filipi 3:5)
Makna Teologis

1. Nama sebagai Identitas Ilahi dan Misi Penebusan

Pemberian nama "Yesus" adalah penyingkapan identitas ilahi-Nya dan misi penyelamatan-Nya (soteriologi). Nama itu bukan hanya gelar, tetapi juga mandat — bahwa Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka (Mat. 1:21). Dalam teologi Protestan, hal ini menunjukkan inisiatif keselamatan dari Allah, bukan usaha manusia (sola gratia)【^1】.

2. Nama dan Inkarnasi

Dalam Kristologi Reformasi, pemberian nama Yesus menegaskan realitas inkarnasi: Allah menjadi manusia dengan mengambil nama, tubuh, budaya, dan hukum manusia (Yoh. 1:14; Gal. 4:4). Ini adalah titik perjumpaan antara yang ilahi dan yang manusiawi.

3. Nama sebagai Cermin Panggilan dan Kepemilikan Allah

Nama adalah tanda bahwa seseorang dikenali dan dipanggil oleh Allah (Yesaya 43:1). Dalam spiritualitas Protestan, hidup seorang Kristen adalah respons terhadap panggilan Allah yang telah mengenal dan menamai umat-Nya (lih. Efesus 1:4-5).

4. Nama sebagai Proyeksi Masa Depan

Dalam teologi publik kontemporer, “nama baik” juga berkaitan dengan etika dan tanggung jawab di hadapan masyarakat. Seorang Kristen dipanggil untuk hidup sedemikian rupa agar nama Kristus dimuliakan (1 Petrus 4:16) dan identitas kita sebagai citra Allah (imago Dei) tercermin melalui nama dan reputasi【^2】.

Implementasi 

1. Pemberian nama anak haruslah menjadi tindakan spiritual: sebuah doa dan penyerahan kepada Allah, bukan sekadar ikutan tren atau mitos budaya.

2. Nama mencerminkan nilai dan harapan ilahi atas kehidupan seseorang. Karena itu, setiap nama yang diberikan harus menjadi doa profetik bagi masa depan anak.

3. Jemaat dipanggil untuk "membuat nama baik" bukan demi pujian dunia, tetapi agar melalui hidup kita, orang mengenal Kristus (Mat. 5:16).

4. Dalam konteks Karo dan GBKP, erbahan gelar bukan sekadar peningkatan status sosial, tetapi perlu direfleksikan sebagai tanggung jawab baru untuk menyatakan nama Tuhan dalam kehidupan dan pelayanan.

Power Statement

> "Nama bukan hanya tentang siapa kita, tetapi tentang siapa yang kita wakili. Ketika kita memakai nama Yesus, kita membawa terang keselamatan ke dunia."

> "Jangan hanya mengejar nama besar, tetapi kejarlah nama yang berkenan di hadapan Allah."

> "Tuhan memberi nama Yesus sejak sebelum Ia lahir, karena setiap hidup yang berharga sudah lebih dahulu dikenal dan ditentukan oleh kasih karunia Allah."


Referensi & Catatan Kaki

1. John Calvin, Institutes of the Christian Religion, Book II, Chapter 12: “Christ as Prophet, Priest, and King” – di mana Calvin menekankan misi penyelamatan Yesus sebagai kehendak Allah yang mendahului tindakan manusia.

2. Timothy Keller, Every Good Endeavor (2012), hlm. 78–80, tentang panggilan Kristen dalam kehidupan sehari-hari dan bagaimana nama kita berkaitan dengan kemuliaan Kristus.

3. Michael Horton, The Christian Faith: A Systematic Theology for Pilgrims on the Way (2011), Bab 18: Christology – untuk penegasan inkarnasi dan misi ilahi dalam nama Yesus.

4. Dietrich Bonhoeffer, Life Together (1939) – menyentuh soal identitas Kristen dalam komunitas dan tanggung jawab terhadap nama yang kita bawa di hadapan dunia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 15–21 Juni 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025