Featured Post
KEKRISTENAN: IMAN YANG IRASIONAL
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Akhir-akhir
ini saya sedang senang membaca buku “Revolusi Harapan” yang ditulis oleh
seorang Filsuf dari Jerman, bernama Erich Fromm. Dalam bukunya tersebut, ia
berbicara tentang Iman. Menariknya, dia membagikan jenis iman itu menjadi 2
bagian yakni; Iman Rasional yang berarti pergumulan batin seseorang dan Iman
Irasional yang berarti ketundukan pada sesuatu yang diberikan begitu saja;
orang menerima begitu saja sebagai benar tanpa menilai terlebih dahulu apakah
itu benar atau salah.
Dengan
pengertian tersebut, apakah mengimani Allah menjadi manusia termasuk dalam iman Irasional?
Tahukah
saudara, hari ini ada begitu banyak orang yang harus diam dan menerima segala
sesuatunya tanpa harus ia mengerti dan pahami. Ada begitu banyak orang yang
dipaksa dan terpaksa menerima “Tuhannya”, dikarenakan orang tua dan sanksi
sosial yang menekan.
Dalam
perkuliahan, saya bagian dari orang-orang dengan pengalaman serupa. Sebab,
beberapa kali akal dan pikiran mempertanyakan, siapa itu Yesus. Mengapa kita
mempercayai manusia menjadi Tuhan? Mengapa ketika orang lain menyebut dirinya
sebagai Nabi dan Tuhan kita menjadi marah dan kesal? Mengapa kita harus
menerima tentang Allah menjadi serupa dengan manusia. Apakah, kita benar-benar
sudah memahami keyakinan ini ataukah ini hanya sebatas formalitas dan warisan
turun temurun yang diberikan orang tua kita? Atau kembali, iman kita adalah
iman yang irasional, seperti kata Erich Fromm?
Dalam
satu waktu, saya mempertanyakan beberapa hal ini dengan seorang pendeta. Dengan
alamamter yang sama, diskusi pasti akan lebih mengasyikan pikiran saya. Namun,
ekspetasi tidak sesuai dengan realitas. Beliau hanya memberikan jawaban
sederhana untuk saya, Begini katanya;
Iman Kristen adalah Iman Melampaui Akal.
KelahiraNya melampaui Akal, kematiaNya melampaui Akal dan kebangkitanNya juga
melampaui Akal. Ya, Iman Kristen adalah iman yang irasional”
Saya
kecewa dan sekaligus terkejut dengan pertanyaan itu. Satu sisi, saya kecewa
karena tidak ada perdebatan yang panjang dengan jawaban tersebut. Sisi yang
lain, saya terkejut ketika dia mengatakan bahwa Iman Kristen adalah Iman yang
irasional.
Ketika
semua pendeta berusaha menyederhanakan jawaban-jawaban untuk pertanyaan iman
jemaatnya. Ketika semua pendeta berusaha membuat jawaban yang masuk akal agar
kepercayaan kekristenan terlihat menjadi masuk akal dan mudah diterima logika.
Tapi, dia justru memberikan dan menggaris bawahi tentang iman Kristen adalah
iman Irasional.
Bagaimana, menurut saudara? Setujukah saudara tentang
jawaban dari pendeta tersebut?
Saya
yakin beberapa diantara saudara, mungkin tidak setuju dan sependepat dengan
pandangan tersebut. Bahkan secara pribadi, dalam pelayanan juga sering kali
saya berusaha untuk menjaga kepercayaan dan keinginan orang-orang untuk datang
beribadah dengan menyederhanakan semua pertanyaan-pertanyaan iman dan tidak
jarang Tuhan menjadi sederhana dan terbatas dengan jawaban-jawaban yang
sampaikan kepada orang lain.
Tapi, dalam kesempatan ini mari kita berdiskusi
dan bergumul tentang pertanyaan ini. Salahkah bila iman kita disebut irasional.
Salahkah bila iman kita disebut sebagai sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh
rasio, serta tidak dapat diungkapkan dalam konsep logis.
Tidak! Iman kita memang iman irasional, Tuhan tidak
bisa kita sederhanakan dan konsepkan dalam pengertian kita yang terlalu
sederhana. Bahkan iman kita menjadi rasional, justru karena kita menjadikannya
sebagai pergumulan pribadi yang sering kita sebut pengalaman iman.
Itulah
kebenaran, saat saudara menerimanya dan bergumul akan Kristus. Justru ketika
saudara tidak pernah mempertanyakan dan mempergumulkannya. Saudara hanya masuk
dalam kumpulan kumpulan orang yang membangun rumahnya diatas pasir. Ketika
rumah itu diterpa angin, maka rumah itu akan roboh. Sebab dasarnya tidaklah
kuat.
Seperti
halnya dengan kehadiran Allah dalam rupa manusia (Yohanes 1:14-18), apakah
saudara pernah mempertanyakan hal ini. Apakah saudara pernah menaruh rasa
curiga tentang ayat ini?
Saya
pernah menggumuli ayat ini, mempertanyakan dan menaruh curiga atas ayat ini. Sebab,
bila kita masukkan dalam konsep sejarah. Maka Ajaran tentang manusia menjadi
Tuhan, lebih dahulu dimiliki oleh pengikut-pengikut Krishna. Jangan-jangan
kekristenan mengikuti ajaran tersebut? Bahkan pernah pula saya berdiskusi
panjang dengan seorang Dosen Teologi, yang mengatakan,
“tidak ada
satupun pengakuan yang terucap dari Yesus, dan mengatakan bahwa dirinya adalah
Tuhan. Pengakuan itu justru lahir dari tafsiran dan pergumulan iman pembacanya”
Percayalah,
bahwa saya telah menunjukkan beberapa ayat tentang tafsiran bahwa Yesus
mengakui dirinya sebagai Tuhan. Tapi jawaban Dosen Teologi tersebut, tetap
sama. Itu bukan pengakuan dari Yesus. Melainkan tafsiran dan pergumulan dari
para pengikut-pengikutnya.
Pada
titik inilah, saya menerima bahwa Iman kita menjadi Rasional dikarenakan
pergumulan dan pengalaman pribadi kita. Atau sederhananya, “Saudara tidak bisa
mengatakan dan memaksa orang lain menerima Yesus sebagai Tuhan. Tapi saudara
bisa menunjukan bahwa Yesus adalah Tuhan dan telah lahir dan hidup dalam hidup
saudara”
Seperti
halnya Yohanes 1:14-18; untuk memperbincangkan teks ini dengan orang lain,
saudara tidak bisa mempertanyakan dan memulai diskusi tersebut dengan
pertanyaan “Apakah Allah menjadi manusia?”. Tapi saudara bisa berdialog dengan
teks ini dengan pertanyaan, “Untuk apa Allah menjadi manusia?”
Ya, pertanyaan itulah yang memberikan
makna dalam kehidupan saya. Sebab dari pertanyaan itu, saya memahami bahwa
Allah itu Mahabisa. Ia dapat melakukan segala sesuatunya, seperti yang DIA
inginkan. Bahkan tidak berhenti pada hal itu saja, dari teks ini saya mengerti
tentang keselamatan bukan tentang hari nanti, tapi kehidupan saat ini. Dalam
rupa manusia ia membagikan kesalamatan kepada banyak orang berdosa yang mati
harapannya, dan mati kehidupannya karena stigma orang lain.
Sekarang,
bagaimana pendapat saudara? Apakah Iman Kristen itu Rasional atau Irasional?
Komentar