Featured Post

Berngi 7 Pekan Penatalayan 2025

Gambar
  K hotbah: "Menciptakan Perdamaian" Perikop: Matius 5:9 "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah." 1. Pembukaan / Ice Breaker Salam Damai Sejahtera! Bapak, ibu, dan saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, siapa di antara kita yang pernah menjadi "penengah" dalam suatu konflik? Mungkin saat teman berselisih, atau saat ada perdebatan di keluarga? Menjadi pembawa damai itu tidak mudah, tapi juga tidak mustahil. Mari kita renungkan: dunia kita hari ini sering kali penuh dengan konflik—baik di rumah, gereja, maupun masyarakat. Tetapi Allah memanggil kita bukan hanya untuk menghindari konflik, melainkan untuk menciptakan perdamaian . Itulah panggilan mulia yang diajarkan oleh Yesus dalam Matius 5:9. 2. Fakta-Fakta dari Matius 5:9 A. Damai Adalah Panggilan Anak-Anak Allah Dalam teks ini, Yesus menyebut mereka yang membawa damai sebagai “anak-anak Allah.” Fakta penting: Menjadi pem...

SUKA ATAU TIDAK ? (Bagaimana Kolaborasi Dunia Kerja Dengan Pelayanan Persekutuan Saling Melengkapi?)

 

Photo by Morgane Le Breton on Unsplash

Kemajuan dunia digital dan informasi, sesunguhnya jika dapat dimaknai lebih bijak, tentu sangat menguntungkan bagi kita. Namun, di sisi lain -era media sosial ini-, beberapa orang dengan mudah “menghitung” seberapa ia disukai oleh lingkungannya melalui berapa “like” yang didapatkan dari postingan di media sosialnya. Ini disebut sebagai Social Media Presence. Hal ini sering dianggap oleh beberapa pengguna social media sebagai ukuran popularitasnya.

Mengapa kita melakukan ini? Apakah kita seorang yang introvert, tidak butuh bergaul, ataupun extrovert yang memang suka bergaul, kita pasti akan merasa tidak nyaman bila merasa tidak disukai. Walaupun ada yang bersikap masa bodoh dan tidak peduli tentang sikap orang lain kepadanya, secara psikologis, kita memang lebih butuh untuk disukai.

Hal ini karena rasa bahagia akibat disukai oleh orang lain akan memproduksi hormon endorfin dalam tubuh kita yang bisa meningkatkan kekebalan tubuh dan mengurangi stress. Penelitian mengatakan bahwa rasa suka sangat menentukan kerja tim, bahkan dalam memersuasi orang ataupun bernegosiasi, perasaan sering memainkan peranan penting.

Seseorang bisa saja disukai di lingkungan tertentu, tetapi sulit sekali untuk diterima di kelompok sosial yang lain. Bisa saja ia berada di kelompok sosial yang salah. Ada kelompok-kelompok sosial yang memang begitu inklusif sehingga tidak mudah dimasuki oleh individu asing, apapun yang dilakukan si individu baru ini, akan tetap terlihat salah oleh anggota kelompok yang lain. Dapat dikatakan bahwa ada chemistry kelompok yang tidak cocok dengan individu tersebut.

Setiap orang mempunyai alasan tersendiri mengapa ia menyukai atau tidak menyukai orang lain. Ada saja orang yang tetap menyukai atasan, bawahan, atau teman sekerja yang sikapnya sarkastik, sombong, dan kasar, sementara orang lain enggan berdekatan dengannya. Setiap orang memiliki temperamennya sendiri, kepekaan, dan suasana hatinya sendiri. Dari faktor-faktor inilah biasanya rasa suka dan tidak suka ini muncul.

Orang-orang yang simpatik dan disukai biasanya mampu mengombinasikan sikap hangat sekaligus kuat, dalam kesehariannya. Kesan akan kehangatan individu bisa didapatkan semenjak detik pertama dalam interaksi langsung dengan individu.

Oleh karena itu, senyum adalah senjata yang paling ampuh. Namun, sesudahnya, tentu kita juga perlu transparan, jelas, dan jernih dalam menerapkan nilai serta prinsip kita dalam interaksi bersama tersebut. Orang juga bersimpati pada orang yang tidak hanya “omdo” (omong doang), tetapi juga menguasai detail dan bisa turun tangan. Selain itu, bila kita mempunyai rekan kerja, tidak ada salahnya kita banyak menyampaikan apresiasi atas kerja kerasnya.

Sebagai leader, kita sering membuat keputusan yang tidak populer. Namun, bila konsisten, tidak pilih kasih, dan berlandaskan pada prinsip yang jelas, mudah-mudahan rekan kerja pun bisa memahami dan menghargai keputusan kita. Intinya: tidak diskriminatif. Kebijakan diskriminatif melanggar prinsip Equal Employment Opportunity (EEO). Apa itu EEO ?

Konsep EEO diperkenalkan oleh International Labour Organization (ILO) yang menghendaki setiap negara menghapus diskriminasi dalam aturan ketenagakerjaan. Organisasi perburuhan dunia itu juga mempromosikan kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan melalui sejumlah konvensi.

EEO adalah prinsip kesetaraan, di mana setiap pekerja mendapat hak, perlakuan, dan kesempatan yang sama dalam bekerja dan mengembangkan karir. Pekerja berhak mendapatkan kompensasi atau promosi jabatan berdasarkan pertimbangan pendidikan, pengalaman, kecakapan, dan kinerja (kontribusi) terhadap organisasi bisnis, bukan berdasarkan sentimen primordial.

Negara kita sendiri, telah meratifikasi Konvensi ILO No 100 mengenai Pengupahan yang Sama bagi Pekerjaan yang Sama Nilainya melalui UU No 80 Tahun 1957, serta Konvensi ILO No 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan melalui UU No 21 Tahun 1999. Anda pernah membaca isi UU ini? Jika belum, silahkan dibaca dan dipahami.

Ratifikasi itu sepengodak – sepengole dengan konstitusi RI UUD 1945 yang menjamin persamaan hak dalam hubungan kerja, bahwa : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (Pasal 28 D).

Selanjutnya, UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003 mengadopsi semangat penghapusan diskriminasi dalam hubungan kerja. Non-diskriminasi juga berlaku dalam hal pemberian imbalan atas pekerjaan, sebagaimana ditegaskan dalam PP Pengupahan No 78 Tahun 2015 (belum mengetahui isinya? Yuk googling).

Meski demikian, diskriminasi belum menjadi barang langka dalam dunia kerja di Indonesia. Misalnya, masih banyak iklan lowongan kerja yang diperuntukkan hanya bagi calon karyawan pria atau wanita. Beberapa di antaranya mungkin tidak menyebutkan jenis kelamin secara langsung, tetapi memberikan batasan fisik yang mengarah ke kategori salah satu gender. Misalnya, tinggi badan minimal 170 cm (cenderung mencari pria), atau berpenampilan menarik (cenderung mencari wanita).

Di perusahaan, faktor “like and dislike” dalam pengambilan keputusan juga merupakan bagian dari praktik diskriminasi. Contohnya, atasan lebih menyukai bawahannya yang beragama sama, beretnis sama, atau lawan jenis. Akibatnya, ada orang-orang tertentu di perusahaan yang punya karir pesat, dan sebaliknya ada yang jenjang jabatannya mentok akibat tidak mendapat kesempatan yang sama.

Cukup kita berbicara di ruang dunia kerja, tapi kemudian bagaimana faktor Like or Dislike ini bisa juga meracuni kehidupan persekutuan?

Andai saja beberapa Persekutuan memahami manfaat penerapan prinsip EEO, tentu saja memberi keuntungan bagi persekutuan itu sendiri. Saya coba membahasakan manfaatnya di ruang persekutuan:

  1. Mendorong Produktivitas Pelayanan. Seleksi pelayan berdasarkan kompetensi dan kualitas individu akan menjamin persekutuan mendapat pelayan yang handal dan benar-benar sesuai kebutuhan persekutuan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas pelayanan.
  2. Alternatif Pelayan. EEO memungkinkan persekutuan memiliki banyak pilihan tanpa sekat gender dan alumni, sangkep geluh, like or dislike: sehingga peluang untuk mendapatkan kandidat pelayan terbaik juga lebih besar.
  3. Meningkatkan Loyalitas Pelayan. Kesetaraan upah, keterbukaan jenjang karir pelayanan, dan kesempatan yang sama dapat membuat pelayan betah melayani di persekutuan ketimbang mencari selingan dengan pekerjaan atau usaha sampingan.
  4. Membantu Persekutuan Lebih Efisien. Semakin rendah turn over pelayan, maka semakin sedikit pengeluaran persekutuan untuk biaya rekrutmen pelayan.

Prinsip EEO hanya dapat diterapkan apabila para pengambil keputusan di persekutuan melaksanakan tanggung jawabnya secara fair. Sinode atau Moderator memiliki tugas membantu mereka memahami konsep EEO, agar setiap kebijakan pelayanan tidak bersifat diskriminatif. Maksud saya, mereka harus menjadi manusia yang proaktif.

Manusia proaktif ditandai dengan pola pikir dan perilaku yang lebih besar ditentukan oleh diri sendiri, bukan orang lain. Produk pilihan sadarnya yang bekerja lebih kuat dan lebih mengacu kepada standar nilai, bukan standar perasaan. Pola rekrutmen yang dijalani bukan berdasarkan like and dislike, melainkan berdasarkan meritokrasi dan keunggulan kompetitif. Ia tidak mengerjakan semua pekerjaan, tetapi lebih banyak mengambil inisiatif. Dengan kata lain, bukan bagaimana mengerjakan semua, melainkan bagaimana mempekerjakan orang lain. Dirinya lebih banyak berfungsi sebagai “manajer”. Ia tidak suka melempar tanggung jawab kepada orang lain, tetapi ia dengan sadar memikul tanggung jawab lebih dominan ketimbang orang lain. Ia tidak pernah menyalahkan orang lain atau mencari "kambing hitam" atau "kambing putih", tetapi berusaha menyelesaikan setiap persoalan secara tenang dengan melibatkan semua komponen untuk bersama-sama terlibat di dalam menyelesaikan masalah tertentu yang sedang dihadapi. Ia juga tidak pernah menyalahkan keadaan, kondisi, lingkungan, dan pihak-pihak lain, karena energi yang digunakan untuk mencari orang lain atau keadaan untuk dijadikan sebagai tumbal sama dengan energi yang digunakan untuk menyelesaikan sendiri masalah itu.

Ia mampu mengatur atmosfer kerjanya sendiri tanpa didikte oleh orang lain atau keadaan. Dengan kata lain, ia mampu memiliki dirinya sendiri tanpa dimiliki orang lain. Ia merdeka dan merasa leluasa menyelesaikan tugasnya dengan baik, tanpa ada pihak yang mengejar-ngejarnya. Pujian terhadap dirinya sama sekali tidak memberikan pengaruh. Bahkan, terkadang merasa risih jika ia selalu dipuji.

Baginya, bukan pujian yang lebih penting, melainkan kinerja yang lebih solid. Bandingkan dengan orang yang bertipe reaktif; jika sehari tidak ada orang yang memujinya ia sakit kepala. Perlakuan baik atau perlakuan buruk terhadap dirinya sama sekali tidak mengubah keputusannya. Acuannya adalah sistem yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Tipe orang proaktif adalah mau mengakui kelemahan dirinya sendiri sekaligus mau mengakui kelebihan orang lain. Tidak hanya mau menerima kelemahan dirinya lantas menolak kelebihan orang lain, walaupun itu kenyataan. Dalam tindakan, membuka peluang pendapat orang lain untuk menyempurnakan kelemahannya. Pada saat yang bersamaan, ia bersedia berbagi dengan orang lain untuk menyelesaikan persoalan yang dialami saudaranya.

Mereka yakin bahwa kesuksesan kolektif akan semakin positif bagi diri dan usaha pelayanannya. Sebaliknya, ia sadar kalau hanya dirinya dan pelayannnya yang maju di tengah keterpurukan orang lain malah bisa menjadi bumerang.

Pembawaan orang-orang proaktif sangat tegar, penuh percaya diri namun tidak over confident. Ia amat dipercaya karena kecerdasan dan keadilannya di dalam bertindak. Pengendalian dirinya amat kuat dan rasa persahabatannya terkesan amat tulus dan permanen, tidak suka menjilat, berjiwa besar menerima kelebihan orang lain, dan yang pasti disenangi banyak orang. Maka jadilah manusia proaktif dengan cara: mulailah dengan diri sendiri!

Semua orang berpotensi menjadi manusia pro-aktif. Bagaimana ciri – ciri manusia yang pro aktif? 

  1. Orang-orang yang proaktif tidak pernah frustrasi dan putus asa. Namun, tidak pernah juga over confident. Di mulutnya sering kali keluar kalimat-kalimat optimistis, seperti kata: "TUHAN ALLAH memberkati, saya harus bisa". Di satu sisi ia penuh keyakinan dan rasa percaya diri, tetapi di sisi lain ia tetap percaya kepada BAPA.
  2. Ia dapat mengendalikan perasaannya, sehingga tidak pernah tampak sesuatu yang berlebihan pada dirinya. Ia tidak pernah menunjukkan marah berlebihan seperti meledakkan emosi, namun tidak pernah juga hanyut dan mabuk dengan kegembiraan. Sikap dan perbuatannya tampak selalu terukur dan terkontrol.
  3. Ia terbiasa menjadi pendengar aktif. Mau mendengar dengan penuh empati kepada orang lain tanpa memanjakannya dengan pelayanan berlebihan.
  4. Ia tidak pernah berkecil hati menghadapi orang-orang yang sering kali menjadi trouble maker, tetapi selalu berusaha mengendalikannya dengan kearifan. Ia bisa meyakinkan orang itu dengan caranya sendiri sehingga tidak menimbulkan masalah lebih luas
  5. la mampu memberikan respons yang terukur kepada orang lain, sehingga siapa pun lebih senang curhat kepadanya. Jika orang sudah mulai curhat, maka orang itu sudah mulai berubah. Apalagi jika ia menunjukkan tanda-tanda penyesalan yang mendalam terhadap peristiwa yang pernah dia alami.
  6. Jika kenyataannya program yang direncanakan belum berhasil, maka ia tidak pernah mengeluarkan kata-kata yang menyebalkan atau kata-kata kecewa. la tetap memelihara etika dengan mengucapkan kata-kata seperti: "Kali ini kita belum berhasil, tetapi jika TUHAN ALLAH berkehendak, pada kesempatan lain dalam waktu dekat kita akan berhasil". Ja tidak pernah mengecilkan dan mengucilkan orang lain sungguh pun ia sudah mulai tidak senang. Jika kenyataannya gagal, maka sering kali terlontar kata-kata: "Penyesuaian diri kita belum tepat, "Sebetulnya orang itu bisa dicari selanya dan bisa diselamatkan', dan "Kita harus mampu mempertanggungjawabkan kita sendiri', dan kata-kata lain yang sejenis.
  7. Pembawaan atau watak dan karakternya tidak gampang tersinggung. Sungguh pun sengaja di pancing untuk tersinggung, ia tetap menampilkan ekspresi wajah yang tenang dan damai untuk semua. la selalu bertanggung jawab terhadap pilihan kebijakan yang dipilihnya. la sama sekali tidak menunjukkan wajah dan penampilan pengecut. la selalu berpikir secara komprehensif sebelum bertindak, sehingga risiko pahit dalam kehidupannya jarang terjadi. Ia akan cepat pulih jika terjadi sesuatu yang buruk pada dirinya sendiri. Misalnya, jika ia dikecewakan oleh orang lain, maka ia tidak menaruh dendam sama sekali. la selalu dan terus-menerus mengembangkan potensi dirinya secara telaten. Orang-orang yang berkarakter proaktif selalu kaya dengan alternatif. la selalu menemukan jalan untuk menjadikan segalanya terlaksana. Tidak heran kalau dikatakan orang-orang seperti ini selalu sukses dan hampir tidak pernah merasakan kegagalan.
  8. Kalaupun gagal, ia selalu menganggap ada berkat/suka cita yang lebih besar di balik kegagalan itu, sehingga tidak pernah tersedot oleh energinya sendiri. Ia juga selalu focus kepada hal-hal yang bisa mereka ubah, tidak pernah khawatir terhadap hal-hal yang tidak bisa mereka ubah. la selalu berpegang pada prinsip yang sudah ditentukan sendiri. la merdeka dari tekanan orang lain. la tidak memusingkan popularitas, tetapi selalu berorientasi pada hasil akhir dan manfaat sebagaimana dirumuskan dan direncanakan semula. la selalu memandang pengalaman hidupnya secara umum sebagai pengalaman positif. la suka berbagi kebahagiaan dengan orang lain dan ikut bahagia dengan kebahagiaan orang lain.

 

Menikmati Luncuran Lava Pijar, 11 Februari 2021

Relawan Kaki Gunung

Apakah ini akan terjadi di tengah – tengah persekutuan kita? Jika TUHAN ALLAH berkehendak dan kita memulainya. Amin. (MJG)

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 07 – 13 April 2024

Catatan Tambahan PJJ 18 - 24 Februari 2024