Featured Post

Catatan Khotbah Minggu 12 Mei 2024

Gambar
 Minggu Eksaudi : Begiken Min O Jahwe Warna Mbentar Invocatio          :  “(Pilipi 3 : 16)” Ogen                     :  Perbahanen Rasul Rasul 1 : 1 - 5  (Tunggal )     Khotbah            :  Masmur 31 : 1 – 5      (Responsoria )     Thema                 :  Pemindon Lako Iampang-ampangi Tuhan              Khotbah : Masmur 31 : 1 – 5     Masmur Daud. Ku Kam aku cicio o TUHAN ula pelepas aku kemalun. Kam kap Dibata si bujur, mindo aku, maka IkeliniNdu aku. Begiken min pertotonku pedas min Kam reh mulahi aku. Jadi min Kam deleng batu inganku cicio, kubungku si nteguh inganku terkawal. Kam kap ingan cebuni dingen bentengku, tegu-tegu dingen babai aku erkiteken GelarNdu. Tegu-tegu aku maka ula aku kena siding itogeng kalak man bangku. Ampang-ampangi aku maka ula aku kena cilaka. Pembukaan   Syalomm mejuah juah senina ras turang, Kidekah nggeluh manusia ibas doni enda, lit lalap perbeben.  Lit nge lalap kiniseran, kiniseraan si mengancam keselamatan ta.  Tapi lit ka nge jalan keluar,

God Love U And So Do I / Yohanes 13:31-35


Jika atau entah bagaimana, orang yang kita sebut “pembuat onar” datang ke bisnis Anda, keluarga Anda, atau Anda lahir bersama mereka, mereka anggota keluarga Anda, atau Anda jadi guru mereka, atau mereka muncul begitu saja dalam hidup Anda, apa yang bisa Anda lakukan? Bukankah ini adalah masalah yang setiap dari kita harus hadapi dari waktu ke waktu: berurusan dengan orang yang kita sebut sebagai “pembuat onar”.

Bagaimana perasaan kira dalam situasi tersebut? Marah, merancang pembalasan, benci, dendam, dan kalau ada orang yang duduk dan mendukung kita mungkin kita akan mengajaknya untuk membenci orang yang membuat onar tersebut. Bahkan tidak jarang diantara kita merancangkan pembalasan jahat terlepas apakah ia akan melakukan rancangan pembalasan itu atau hanya memikirkannya saja tetapi kemarahannya membuat hatinya tidak tentram.

Berbeda dengan sikap Yesus yang penuh kasih itu, mengetahui bahwa Yudas telah menghinatiNya dan tetap pergi untuk menyerahkanNya walaupun sebelumnya Yesus telah memperingatinya. Pastilah Yesus sedih dengan sikap penghianatan Yudas, tapi demi misi Kerajaan Allah Yesus menerima dan memandang yang dilakukan Yudas tersebut adalah saat dimana Yesus akan dipermuliakan, dan Ia mempermuliakan Allah. Kesetiaan kepada Allah membuat Yesus bersikap rela menghadapi penderitaan untuk memuliakan Allah. Penghianatan yang dilakukan Yudas dilihat Yesus dengan kaca mata misi Allah, bahwa saat kematian yang semakin dekat adalah saat kemuliaan Yesus yang semakin dekat.

Loh apa hubungannya dengan sikap kita pada orang yang hadir sebagai “pembuat onar”?

Sejatinya apa yang kita fikirkan, percayai dan lakukan itulah yang membentuk siapa kita. Menerima bahwa orang yang kita sebut “pembuat onar” itu sebagai bagian dari hidup itulah yang Yesus perlihatkan kepada kita. Alih-alih menjadi galau sendiri, “Aku tidak menginginkan ini.. ini salah! Mengapa aku harus berurusan dengan ini? Mengapa harus saya?” Ketimbang segala macam pemikiran negatif yang bikin masalah tambah rumit, kadanag kita cukup belajar cara hidup yang berdamai bersama orang yang kita sebut sebagai “pembuat onar” itu.

Sebab, pada akhirnya bila kita mengasihi orang lain semata-mata didasarkan atas tingkah laku, mungkin tidak akan ada orang yang pernah merasa dicintai. Karena, kitapun mengetahui bahwa hari ini mungkin kita dikecewakan orang lain, tapi esok bisa saja kita mengecewakan orang lain. Bukan hal yang tidak mungkin, kan? Karena setiap harinya kita tidak bisa menyenangkan siapapun. Persis seperti saat Yesus memberikan teladan juga pengajaran berharga bagi murid-murid dan pengikutnya. Pelayanan baik itupun direspon dengan negatif koq, bahkan oleh muridnya sendiri yakni Yudas Iskariot..

Alhasil dari kisah ini, Yesus menunjukkan kepada kita Sikap yang mengajak kita untuk tidak mengubah cara berfikir orang lain, tapi memperoleh pola pikir / perspektif untuk membebaskan orang lain dari tuduhan. Bukan berarti kita menyembunyikan kepala di pasir, berpura-pura bahwa segalanya indah, membiarkan orang lain “menginjak-injak” kita, atau memaafkan atau menyetujui tingkah laku negatifnya kepada kita. Tetapi memberikan mereka pengampunan seperti doa Yesus saat di atas Kayu Salib. Atau dengan kata lain mencoba melihat apa yang tersembunyi di balik tingkah laku dari orang-orang yang kita sebut sebagai “pembuat onar”. Jangan-jangan mereka berbuat kesalahan tersebut karena ketidaktahuan mereka; jangan-jangan mereka berbuat onar hanya untuk mencari perhatian kita; jangan-jangan mereka tidak bermaksud mengecewakan kita tetapi situasilah yang memaksa mereka berlaku sesuatu yang mengecewakan kita. Apapun bisa menjadi faktornya, daripada memenjarakan diri kita dengan emosi negatif juga memenjarakan orang lain dengan tuduhan. Bukankah, melihat apa yang tersembunyi di balik tingkah laku seseorang akan memberikan kita rasa kepedulian daripada kebencian yang justru akan melelahkan?

Lanjutnya, ada sebuah kisah dari David Doubilet, seorang fotojurnalis [seseorang yang menyajikan berita dengan menonjolkan foto-foto]. Dalam hasil pemotretannya terhadap dunia bawah air, makhluk laut yang jelek dan bermata seperti serangga dapat tampil sebagai karya seni yang indah. Namun meski menerima banyak penghargaan, ia pernah juga dikritik oleh para pecinta lingkungan hidup karena tidak melakukan jurnalisme yang mendukung pelestarian lingkungan. Misalnya dengan mengambil foto ikan-ikan yang mati, pantai-pantai yang kotor, atau laut-laut yang tercemar.

Namun ia yakin ada cara yang lebih baik untuk membuat orang peduli lingkungan. Tidak dengan memperlihatkan kerusakan yang dibuat manusia, namun sebaliknys justru dengan memperlihatkan keindahan ciptaan Allah.

Sebagian orang Kristen tampaknya juga berpikir bahwa cara terbaik untuk menarik orang kepada Kristus adalah dengan mengungkapkan hal-hal yang jahat. Tetapi Yesus memperlihatkan cara yang lebih baik. Walaupun Dia tidak menutupi bahwa manusia juga banyak berbuat dosa (Matius 15:18-20), sebelum peristiwa salib Dia berkata kepada para pengikut-Nya, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" (Yohanes 13:35). Kita akan menjadi saksi Kristus yang lebih efektif bila kita memperlihatkan hal-hal yang baik yang dikerjakan Allah dalam diri kita, dan bukannya melukiskan keburukan manusia.

"Pada akhirnya," kata Doubilet, "Yang paling tepat untuk dilakukan adalah membuat orang lain kagum." Apalagi yang lebih mengagumkan bagi dunia selain adanya orang Kristen yang sungguh-sungguh mengasihi satu sama lain?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023