Featured Post

Catatan Khotbah Minggu 12 Mei 2024

Gambar
 Minggu Eksaudi : Begiken Min O Jahwe Warna Mbentar Invocatio          :  “(Pilipi 3 : 16)” Ogen                     :  Perbahanen Rasul Rasul 1 : 1 - 5  (Tunggal )     Khotbah            :  Masmur 31 : 1 – 5      (Responsoria )     Thema                 :  Pemindon Lako Iampang-ampangi Tuhan              Khotbah : Masmur 31 : 1 – 5     Masmur Daud. Ku Kam aku cicio o TUHAN ula pelepas aku kemalun. Kam kap Dibata si bujur, mindo aku, maka IkeliniNdu aku. Begiken min pertotonku pedas min Kam reh mulahi aku. Jadi min Kam deleng batu inganku cicio, kubungku si nteguh inganku terkawal. Kam kap ingan cebuni dingen bentengku, tegu-tegu dingen babai aku erkiteken GelarNdu. Tegu-tegu aku maka ula aku kena siding itogeng kalak man bangku. Ampang-ampangi aku maka ula aku kena cilaka. Pembukaan   Syalomm mejuah juah senina ras turang, Kidekah nggeluh manusia ibas doni enda, lit lalap perbeben.  Lit nge lalap kiniseran, kiniseraan si mengancam keselamatan ta.  Tapi lit ka nge jalan keluar,

CATATAN TAMBAHAN KHOTBAH 07 MARET 2021 GBKP

 

Seorang pengusaha atau mungkin politisi yang berbusana necis mengiming-imingi tulang pada seekor anjing yang sudah ia gergaji kakinya (BANKSY)

Minggu ini kita masuk kepada Minggu Passion ke 4, yang sering disebut Minggu Okuli yang artinya “Mataku Tetap Terarah kepada Tuhan” (Mazmur 25 : 15). Ini diucapkan oleh Pemazmur, seorang yang percaya dan tetap mengandalkan Tuhan dalam kehidupannya sekalipun ia mengalami begitu banyak penderitaan, godaan, kesulitan bahkan kematian yang menanti. Situasi hidup bisa berubah-ubah, tetapi iman dan pengharapan kepada Allah tidak boleh berubah.

Dalam bahan yang menjadi refleksi kita saat ini, yakni setelah bangsa Israel diizinkan meninggalkan Mesir, mereka harus menempuh perjalanan panjang di gurun pasir menuju tanah Perjanjian yang telah dijanjikan Allah bagi bangsaNya. Didalam penyertaan dan pemeliharaan Allah, bangsa Israel menghadapi dan melewati berbagai kedaan. Allah senantiasa menunjukkan dan menyatakan kasih setianya bagi bangsa Israel yang tidak jarang memberontak kepada Allah. Ketika Bangsa Israel tiba di gunung Sinai, Allah memberikan 10 hukum Taurat bagi bangsaNya melalui pemimpin mereka Musa.  Hukum ini sering juga disebut hukum Musa (Ibrani “Torah”), yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu : a). Hukum Moral yang berisi peratura-peraturan Allah bagi umatNya untuk hidup kudus, b). Hukum Perdata byang berisi hukum sosial masyarakat bangsa Israel, dan c). Hukum Upacara yang memaparkan tentang bentuk dan upacara penyembahan umat kepada Allah, termasuk tentang korban persembahan.

Hukum ini diberikan kepada umatNya dalam hubungan perjanjian yang dibuat Allah bagi umatNya; dimana Allah telah dan akan tetap menepati janjiNya, memberkati, menyertai dan memelihara kehidupan umatNya. UmatNya harus merespon itu dengan relasi yang baik dengan Allah dan juga sesamanya, mereka harus hidup dalam ketaatan dan kesetiaan kepada Allah yang memiliki mereka. Ketaatan dan kesetiaan Israel berdasar kepada kemurahan Allah yang telah menyelamatkan mereka

Perlu digarisbawahi bahwa Allah memang telah dan akan tetap menepati janjiNya, memberkati, menyertai dan memelihara kehidupan umatNya yang menaati hukumNya. Namun, ini tidak berarti maka semua hal yang diminta manusia dapat dikabulkan oleh Allah begitu saja. Karena aturan itu bukanlah syarat agar umat dikasihi oleh Allah, sebaliknya dari semula Allah telah mengasihi umat manusia. Sehingga, Dia pula yang paling mengetahui rancangan terbaik untuk umat manusia.

Tugas kita saat ini seperti bangsa Israel yang menderita dalam perjalanan panjangnya menuju tanah perjanjian. Sepuluh Hukum ini diingatkan kembali kepada kita, bukan sebagai pembatas. Sebaliknya, hal ini diingatkan agar kita dalam masa penderitaan dan pencobaan yang sedang kita alami saat ini, kita tidak terjatuh dalam dosa.

Bahkan lebih dari itu, kita diajak pula untuk menggenapi Hukum tersebut. Adapun yang dimaksud menggenapi Hukum itu seperti Andar Ismail berpendapat bahwa menggenapi berarti memberi arti yang betul betul berbeda daripada yang semula. Perhatikan kalimat-kalimat contoh yang diucapkan Yesus, “Kamu telah mendengar…tetapi aku berkata..” (bdk Mat. 5:17-18). Konteks itu, bagi Andar Ismail memperlihatkan Yesus menggenapi Taurat dengan memberi arti yang mendasar dari apa yang tersurat. Atau dengan kata lain, Andar Ismail ingin kita melihat seluruh Taurat dari perspektif Yesus bukan secara harafiah

Sederhananya seperti ini, diantara kita mungkin ingat dan pernah mengucapkan sajak, “Disini dosa, disana dosa, dimana-mana ada dosa”. Sajak yang sering kali disukai banyak para pendeta, karena puisi ini banyak orang mengaku dosa dan memberikan perpuluhan. Semoga, itu hanya terjadi dulu dan tidak lagi terjadi untuk saat ini. Menuruti dan bertobat? Siapakah yang benar-benar mampu menuruti semua hukum dan firman Allah. Begitulah pertanyaan yang ada dalam benak saya, ketika mendengar tema ini. Sebab hukum-hukum Tuhan adalah sempurna, dia bukanlah hukum yang diciptakan oleh manusia. Jika hukum manusia dia bisa akan membawa orang yang tak bersalah sekalipun kedalam penjara, karena kepentingannya. Namun bisa pula memasukan orang-orang terdekatnya karena hukum yang telah dibuat olehnya.

Sementara yang saya imani, bahwa Yesus tidak mengajarkan orang bagaimana caranya menaati hukum-hukum Allah secara sempurna, atau bagaimana kiatnya agar dapat hidup tanpa berbuat salah, melainkan mengajak orang untuk Meninggalkan hubungan yuridis-formal dengan Allah, dan menawarkan suatu kaidah yang baru, yaitu hubungan kasih, hubungan kekeluargaan. Bahkan saya juga menagalami bahwa Allah bukanlah hakim atau petugas hukum yang kerjanya mengawasi tingkah laku kita sambil memeriksa ayat-ayat kita undang-undang, melainkan sebagai bapa yang memandang dengan penuh kasih kepada anak-anaknya. Tapi yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa anak-anaknya yang mengaku sebagai hamba Tuhan justru menjadi petugas-petugas hukum yang baru di tengah-tengah dunia saat ini, dengan mengatakan “Disini dosa, disana dosa, dimana-mana dosa”.

Demikian jugalah Kekristenan hadir saat ini, bukan untuk menjadi alat yang memilah-milah bahwa hal ini benar atau salah. Sebab kehadiran Gereja yang demikian, membuat banyak orang tidak ingin lagi hadir ke Gereja. Seperti kisah seorang Ibu yang memiliki anak sakit parah. Kemudian orang-orang di dalam Gereja mendatangi dia dan berkata, bila engkau punya salah dan dosa. Mengakulah! Sebab itu yang membuat Tuhan tidak menyembuhkan anakmu. Atau seperti kisah seorang jemaat yang anak pertamanya harus meninggal, karena kecelakaan. Kemudian dengan pandainya seorang pelayan Tuhan mengatakan, “Bertobatlah! Ini semua karena dosamu!  Mungkin kita benar dalam beberapa hal. Tapi jangan pernah merasa benar, sebab saat itu kita sudah menjadi salah.

Hukum dan peraturan itu harus digunakan dalam semangat kasih dan kemanusiaan. Sehingga hal ini akan berguna untuk memberi kekuatan yang lemah, untuk membantu menyadarkan kekeliruan orang lain, untuk menggugah kepedulian, juga untuk memberi keberanian mereka yang benar. Karena itu juga, hukum akan selalu berdampingan pada pengampunan dan kerelaan. Sama seperti Allah yang memberikan kasihnya kepada orang Israel, daripada harus menghukum orang Israel, ia lebih memilih mengampuni tanpa tuntutan sekalipun.    

Namun bukan berarti, setiap orang tidak perlu mengikuti hukum dan aturan karena telah hidup sebagai Gereja yang penuh kasih kekeluargaan. Bukan seperti itu! Setiap orang juga perlu turut dan taat kepada hukum. Tapi bukan taat, karena tidak paham akan aturan. Sebaliknya, sadar kalau hukum dan aturan itu berlandaskan kasih-kekeluargaan pula. Sehingga kemanusiaan ataupun kasih tidak melampaui hukum, keduanya berjalan berdampingan. Sebab, kemanusiaan tanpa aturan bisa menjadi kebablasan juga.           

Lalu, jika Tuhan memang bukan petugas hukum. Mungkin pertanyaan yang muncul adalah mengapa Tuhan ngambek pada Israel, jika memang dia bukan sebagai petugas hukum? Saya tidak ingin membahas hal ini lebih jauh, sebab ini bagian dari bahasa teologis. Sementara saya bukanlah seorang profesor yang maha tahu soal, fiksi dan fiktif dari sebuah Alkitab. Namun dari kisah ini, penulis bisa memberikan bahasa yang sangat sederhana sehingga kita bisa memahami mengapa kita harus turut dan bertobat. Bahkan memahami, hubungan kasih-kekeluargaan itu. Sebab Tuhanpun seperti orang tua yang memberikan pengajaran kepaada anak-anaknya dengan membiarkan anak-anaknya, untuk mengikuti apa kemauan anaknya sendiri seperti yang dia inginkan. Sebab orang tua tersebut juga merasakan lelah untuk memberitahukan kepadanya terus menerus. Jadi bukan sebagai petugas hukum. Persis, seperti perumpamaan Yesus tentang  anak sulung. Sebab, orang tua sekalipun ia salah maka anaknya akan menjadi orang yang kuat. Tetapi, jikapun anaknya salah, ia akan selalu memberikan tangan dan peluka yang terbuka untuk anaknya.  

Namun, beruntung kita karena Tuhan bukanlah mamak-mamak boru batak, mau batak apapun itu, tobakah? karokah? Kalau sudah ngambek, mampuslah. Haruslah kita pintar-pintar merayunya. Makanya laki-laki batak itu harus pintar seni. Sebab itu, tuntutan untuk bisa merayu boru batak yang tidak menangis. Sebab kalau boru batak menangis dan mengambek, udahlah muncul lagilah danau toba yang baru. Tetapi kita tahu, Tuhan kita, memang Tuhan yang perasa, tapi dia juga pemaaf seperti mamak-mamak batak yang selalu memberikan kata maaf kepada anak-anaknya. Sebandal apapun itu, mamaklah yang lebih dahulu memberikan pengampunan kepada anak-anaknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023