Featured Post
Berterima Kasihlah Kepada Orang Yang Anda Benci
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ada satu pepatah dari China, pepatah yang sebenarnya sebuah
strategi. "Kalau anda sudah mengepung musuh, jangan tutup semua
lobang, sebab dia memiliki "struggle to life", dia nekat dan hal ini
bisa merugikan anda juga. Sediakan lah satu jalan, atau satu lobang
sehingga dia bisa keluar dari lobang itu dan tidak nekat".
Seorang dosen Fakultas Psikologi
saya ajak berdiskusi lalu dia memberikan pendapat. Dalam teori
Psikoanalisa yang dikemukakan Freud, bentuk pengalihan perasaan dengan
menyalahkan orang lain adalah salah satu tipe dari mekanisme pertahanan diri
(defense mechanism), disebut proyeksi. Proyeksi adalah mekanisme melindungi
diri dari kesadaran akibat kebiasaan/perbuatan diri yang tidak baik, dengan
menuduhkannya kepada orang lain. Atau dapat juga dikatakan bahwa proyeksi
merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai kegagalan, kesulitan atau
keinginan diri yang tidak baik. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk
mengurangi kecemasan karena seseorang harus menerima kenyataan akan keburukan
dirinya sendiri.
Apakah pihak lain yang disalahkan itu benar benar salah atau hanya dianggap salah itu nomor dua, namun nomor satunya seseorang yang gagal itu sudah bisa keluar dari perasaan hampanya atau perasaan bersalahnya.
Info yang mengatakan bahwa ada seseorang atau pihak lain yang salah tentu tidak serta merta dia terima. Namun info ini pasti akan direnungkan, dicari bukti bukti yang mendukung lalu disusun lah narasi untuk menggambarkan kebenarannya. Begitu narasi ini sudah tersusun maka muncul lah energi baru untuk melakukan hal hal yang baru. Meskipun narasi yag dibangun untuk membangun kebenaran diri ini masih sangat rapuh (masih bisa didebat), namun perasaan bersalah itu sudah hilang, berganti dengan perasaan marah, benci, sakit hati kepada pihak yang 'disalahkan".
Nah disinilah bisa timbul masalah yang lebih besar, jika
pihak yang dipersalahkan tidak terima atau bahkan menolak narasi itu.
Jika ini terjadi, terjadi adu narasi, terjadi adu bukti, terjadi
perdebatan. Namun jika pihak yang dibenci tadi adalah orang bijak,
menerima narasi itu dengan jiwa besar, bahkan mau meminta maaf langsung seolah
menerima dia "disalahkan" maka seharusnya dirinya perlu diapresiasi
dan diucapkan terima kasih. Karena dia sudah berhasil mengalihkan
perasaan negatif pihak yang pertama bukan?
B adalah narasi bahwa ada pihak yang dituduh
melakukan sesuatu di kontes tahap kedua sehingga terjadi kekalahan.
Nah pada saat hanya A yang ada, maka perasaan bersalah itu
muncul dan bisa mengakibatkan tindakan tindakan yang nekat (memang
terdengar bahwa sudah ada keinginan untuk melakukan sesuatu yang
merugikan). Beberapa waktu kemudian ada info dari sumber yang sangat dipercaya
sehingga disusun lah menjadi B. Munculnya B ini membuat A tenggelam.
Selanjutnya B diterima dengan penuh kegembiraan dan muncul lah rasa
benci yang sangat besar terhadap pihak yang terlibat, atau tokoh tokoh di
B. Digembar-gemborkan lah B dimana mana, termasuk di komunitas komunitas
luar yang tidak tahu menahu sama sekali.-
Apakah B sudah pasti benar? (Apakah tuduhan negatif
terhadap B sudah pasti seperti itu ?) Mari kita lihat lebih detail.
1.
Dalam kontes 2 tahap itu,
ternyata hasil kontes kedua sangat ditentukan oleh hasil kontes pertama.
Artinya kedudukan pada kontes pertama sudah meramalkan kekalahan pada
kontes kedua. Nah fakta ini seolah dihilangkan saat menyusun B.
2.
Dalam menyusun narasi B tidak
ada bukti yang mempunyai hubungan sebab akibat langsung. Yang ada
hanya data tentang suatu aktivitas yang dianggap berhubungan langsung
dengan B. Padahal sudah ada pernyataan dari pihak yang lebih formal bahwa
aktivitas itu tidak berhubungan langsung. Namun B tetap dipertahankan dan
dijual (disampaikan) terus menerus.
Nah yang menarik adalah adanya fakta bahwa pihak pihak yang
dituduhkan di B, tidak melakukan perlawanan apa apa. Padahal banyak
sekali bukti terdengar bahwa pihak pihak yang dilibatkan di pernyataan B
selalu dinarasikan dengan bahasa bahasa yang sangat menyudutkan.
Dan jadilah pihak pihak di B dianggap kurang ajar, menusuk dari belakang,
dan dibenci dengan setengah mati.
Namun titik terang muncul saat ada kontes berikutnya yang
berhasil dimenangkannya . Pada kontes berikutnya ini juga dilakukan dua tahap.
Hasil pada tahap pertama sudah bisa diramalkan bahwa dia akan
(pasti) memenangkan tahap kedua (kalau pada kontes pertama, hasil
tahap pertama sudah meramalkan kekalahannya pada tahap kedua). Dan benar, pada
tahap kedua dia menang dengan gemilang. Dan kemenangan nya sekaligus
mementahkah B (bahwa segala tuduhan kepada pihak pihak di B tidak benar)
Kalai begitu masih perlukah narasi B itu dipertahankan
dan disimpan erat erat? Bukankah sebaiknya kepada semua yang menjadi
"tokoh B" diucapkan terima kasih, karena berhasil memberikan satu
"lobang" atau satu jalan keluar yang mengakibatkan
"katarsis" sehingga tidak lagi dihinggapi perasaan bersalah ?
Hanya orang yang berjiwa besar dan mau melihat dengan
kacamata baru yang mau mengucapkan terima kasih kepada orang yang dia
benci. Kedewasaan saja tidak cukup, sebab berterima kasih butuh
"rationale thinking" yang komplek dan menunjukkan kematangan
mental, kata dr Lahargo S Kembaren SpJ
Komentar