Featured Post
Membuat Lingkungan Hijau di Mutiara Gading Timur Bekasi Sulit
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Saya menyesali keputusan salah yang dibuat oleh manajemen pengembang Mutiara Gading Timur di Bekasi. Sebidang tanah kosong yang terletak di tengah kompleks perumahan ini pada awalnya dibiarkan terbuka. Lalu pada tahun 2010, pada bidang tanah terbuka (saat itu ada beberapa bidang tanah kosong dengan luas antara 1 - 3 ha), ditanami pohon kayu angsana.
Melihat hal itu, saya yang tinggal di Griya Timur Indah
bersebelahan dengan Mutiara Gading Timur dengan pengembang yang sama, sangat
bersyukur. Pada tahun 2010 itu saya membuat tulisan di blog saya Katmospir,
berupa apresiasi dan harapan agar tanah yang sudah ditanami pohon angsana ini
dibiarkan terus, sehingga kelak menjadi paru-paru di kompleks perumahan
ini.
Namun beberapa waktu kemudian, kalau tidak salah sekitar
tahun 2012 – 2013, pada sebagian dari bidang tanah yang sudah ditanami pohon
angsana itu, didirikanlah sebuah bangunan yang cukup besar, dengan luas total lebih
kurang 1 - 1,5 ha. Pohon angsana yang sudah mulai bertunas terhimpit oleh alat-alat
dan bahan bangunan yang diletakkan di situ. Seingat saya, pembangunan selesai
sekitar awal 2014 dan semua pohon angsana yang sudah ditanam sebelumnya, mati.
Namun masih ada sisa bidang tanah dengan luas sekitar 2 ha yang ditumbuhi pohon
kayu dan tanaman semak lain yang melahirkan nuansa hutan dan memberikan
kesejukan dan kesegaran. Sekarang, sekeliling hutan kecil dan bangunan besar namun
sudah kosong melompong itu menjadi
tempat warga berolahraga berjalan kaki.
Tanaman pohon angsana sekarang sangat asri, Situasi Ferbuari 2022. Sumber: Dokumen Pribadi
Bangunan apakah itu? Ternyata bangunan itu didirikan untuk toko besar bernama Giant pada saat itu. Namun pada akhir 2020 atau awal 2021, Giant bangkrut dan tutup. Jadilah bangunan itu kosong, terbengkalai, merusak pemandangan dan mengurangi luas “hutan” yang ada.
Sebuah keputusan yang salah. Giant sudah tutup di seluruh
Indonesia. Kalah bersaing. Meninggalkan bangunan kosong, meninggalkan tanah
yang tidak elok dipandang.
Dalam benak saya muncullah pertanyaan, apakah dalam pikiran pimpinan pengembang hanya profit / keuntungan yang dinomor satukan? Bahkan ketika harus mengorbankan lingkungan, keindahan, kesejukan, dan kesegaran yang sedianya bisa diperoleh dan dirasakan oleh konsumennya?
Memang sejak lama sudah terjadi perdebatan mengenai hal ini.
Saya membaca sebuah artikel yang diterbitkan Harvard Business Review, di
mana dituliskan mengenai satu opini bahwa bisnis yang memperhatikan lingkungan
tapi tetap mengharapkan keuntungan tidak realistis. Pendapat ini tentu saja
ditentang ahli yang lain, yang mengatakan bisnis dan lingkungan hijau
sebenarnya bisa win win (saling menguntungkan). Yang terakhir berkata seperti ini:
Kita membutuhkan program yang
berpandangan jauh ke depan dan solusi yang inovatif dan kreatif untuk mengatasi
tantangan lingkungan. Kita membutuhkan pendekatan komprehensif dan berwawasan
ke depan di mana hambatan dan disinsentif saat ini dihilangkan; insentif yang
sesuai disediakan; dan kebijakan fiskal, ekonomi, lingkungan, dan industri terintegrasi
dan dibuat saling mendukung. (Silakan baca artikel lengkap di sini)
Saya lihat pengembang Mutiara Gading Timur membuat dua tahap kesalahan.
Pertama, membiarkan tanaman angsana mati. Kedua, salah dalam menetapkan
peruntukan bangunan. Kesalahan ini
menimbulkan kerugian material dan immaterial yang cukup besar, terutama kalau
gedung tersebut dibiarkan kosong terus. Benar ada warung bakso di bekas toko
Giant itu, namun tampak antara hidup dan mati juga.
Kita tentu berharap di waktu yang akan datang, pengembang
Mutiara Gading Timur lebih berhati-hati, lebih bijaksana dalam mengalokasikan
tanah yang masing kosong. Alangkah indahnya kalau kepentingan semua stake
holder diperhatikan, termasuk mempertimbangkan kebutuhan manusia akan tempat
hijau sebagai paru-paru kompleks ini.
Terima kasih.
Komentar