CATATAN TAMBAHAN PJJ 09 – 15 FEBRUARI 2025

Apa sebenarnya tujuan berpolitik? Pertanyaan ini muncul sebagai respon tweet ekonom senior Faisal Basri yang sangat aktif mengkritik program pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser Utara di Kalimantan Timur. Entah putus asa, entah bermaksud menarik perhatian, pada 11 Februari 2022 lalu, bang Faisal Basri berceloteh bahwa presiden Jokowi akan ditinggalkan oleh teman-teman politiknya begitu beliau tidak berkuasa lagi. Yang akan setia menemani pak Jokowi adalah rakyat yang secara tulus diperhatikan dan dibantu selama dua periode kepemimpinannya.
Merenungkan tweet bang
Faisal Basri yang ramai dikutip media, saya pun akhirnya bertanya, apa
sebenarnya tujuan pak Jokowi berpolitik atau berkuasa saat ini. Dengan sedikit
modifikasi, pertanyaannya menjadi : “Apa tujuan pak Jokowi berkuasa sebagai
Presiden Republik Indonesia?”
Apakah supaya semua
teman politiknya tetap setia menemani dia selamanya? Atau supaya rakyat mau
menemani dia sampai akhir usianya, sekalipun teman-teman politik meninggalkannya?
Lalu, apa pula sebenarnya tujuan atau sasaran atau (maaf bang) agenda Faisal Basri
mentweet?
Ada dua tokoh utama
dalam hal ini: pak Jokowi dan bang Faisal Basri. Jujur saja, saya lebih memilih
presiden Jokowi yang tulus ketimbang bang Faisal yang menurut saya lebih “cerdik”.
Presiden Jokowi lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada, sedangkan bang
Faisal lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang kemudian menjadi staf
pengajar di sana. Entah bagaimana latar belakang dan masa kecil bang Faisal
yang membentuk karakternya, namun kita semua tahu bahwa presiden Jokowi
mempunyai latar belakang keluarga yang sangat bersahaja. Bahkan suatu saat keluarga
pak Jokowi bertempat tinggal di bantaran sungai dan hidup dalam kesederhanaan.
Saya yakin, karakter
seorang anak terbentuk di masa ketika ia sedang tumbuh, yang pada gilirannya
akan dipertontonkan dalam usia dewasa. Karakter pak Jokowi yang saya lihat
adalah ketulusan, tidak mementingkan diri sendiri, berani membuat keputusan dan
siap menerima risiko terburuk dalam hidupnya, menghormati orang lain, jujur dan
mempunyai integritas.
Dengan karakter
seperti ini, saya melihat bahwa tujuan pak Jokowi berpolitik adalah menerimanya
sebagai bagian perjalanan hidup, melakukan kebenaran dan kejujuran serta
berusaha semaksimal mungkin menolong rakyat, karena dari situlah pak Jokowi
berasal. Dalam seluruh kiprah politik pak Jokowi, sejak wali kota, gubernur hingga
presiden, kepentingan rakyat selalu menjadi fokus dari kekuasaannya.
Lalu …… apakah pak
Jokowi akan takut ditinggalkan oleh teman-teman politiknya? Apakah pak Jokowi
akan takut dan kesepian ditinggalkan oleh rakyat? Saya yakin, pak Jokowi tidak
pernah memikirkan semua itu. Pak Jokowi akan memerintah sebaik mungkin. Agenda terpenting
pak Jokowi adalah memastikan rakyat di Papua, di Pati atau di Liang Melas Datas
mendapat perhatiannya. Selama waktu
masih ada, pak Jokowi akan memberikan yang terbaik untuk rakyat. Hutan-hutan
sosial dibagikan untuk digarap oleh rakyat setempat. Sertifikat diberikan kepada
rakyat untuk menolong mereka, bukan untuk mendapatkan popularitas. Yang
dilakukan oleh presiden Jokowi barangkali sesuai dengan perkataan novelis, kritikus, esaias, politikus, dan orator Irlandia, George Bernard Shaw, “Hidup bukanlah lilin singkat bagi saya. Hidup adalah serupa
obor indah yang saya pegang saat ini, dan saya ingin membuatnya menyala secerah
mungkin sebelum menyerahkannya kepada generasi mendatang.”
Kembali
ke bang Faisal Basri, saya kira hanya dia yang tahu apa tujuan sebenarnya
menulis tweet tersebut. Apakah secara tulus mengingatkan pak Jokowi, atau ingin
menunjukkan kekeliruan pak Jokowi, entahlah. Kembalilah bang Faisal sebagai
seorang ekonom senior.
Hanya
saya juga teringat akan kata-kata bijak di dalam kitab Pengkhotbah, bahwa
segala sesuatu yang dilakukan manusia di bawah matahari adalah sia-sia. Hidup
manusia di dunia ini ibarat daun-daun kayu. Sebentar dia hijau dan sangat
menarik, tapi tiba saatnya akan jatuh ke tanah busuk dan hilang. Hanya sekejap.
Saya,
sang penulis akan lenyap seperti dedaunan tadi. Pak Jokowi akan lenyap, bang
Faisal akan lenyap, kita semua akan lenyap dan dunia ini akan diisi oleh anak-anak
dan cucu-cucu kita. Pada saatnya, mereka pun akan lenyap juga, diganti lagi
oleh keturunan mereka, begitu seterusnya.
Jadi,
benar semua sia-sia. Namun demikian, perlu kita ingat apa yang ditulis oleh
George Bernard Shaw, selama saya hidup, saya ingin membuat obor itu menyala secerah
mungkin, sebelum saya menyerahkannya kepada generasi mendatang.
Jangan-jangan
yang dimaksud dengan menyala secerah mungkin itu adalah melakukan apapun
dengan ketulusan dan kejujuran.
Komentar