Sulit diramalkan kemana arah penyelesaian Kasus Gereja GKI Yasmin saat ini. Sebab baik pihak penentang maupun Jemaat Yasmin sama sama tetap dan teguh pada masing masing pendiriannya. Pihak penentang semakin kuat dan semakin terang terangan menentang pendirian Gereja GKI Yasmin di lokasi sekarang. Pihak Jemaat GKI Yasmin pun tetap pada pendiriannya tidak mau menerima tawaran relokasi yang disampakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Karena mereka merasa dan terbukti sudah mematuhi segala persyaratan peraturan dan hukum. Akhirnya kasus ini tetap berlarut sampai memasuki tahun 2012.
Mengapa kasus ini layaknya seperti bola liar yang sulit diprediksi penyelesaiannya, ternyata karena ada beberapa faktor penyebab, serta mencerminkan beberapa fakta yang harus dicermati untuk menuju Indonesia yang baru. Menurut hemat saya ada beberapa hal sebagai penyebab dan beberapa hal yang membuat sulit mencari penyelesaiannya.
Penyebab Masalah
Salah satu penyebab utama adalah karena ketidakmampuan pemerintah dalam hal ini Walikota Bogor dalam membuat keputusan yang matang. Terjadinya tarik ulur tentang pemberian IMB sebagai persyaratan pembangunan gereja adalah bukti ketidak konsistenan dalam memegang keputusan. Pihak gereja merasa sejak tahun 2002-2005 sudah melakukan semua persyaratan sehingga IMB dikeluarkan.
Berdasarkan IMB yang sudah dikeluarkan inilah mereka membangun gedung gereja hingga hampir selesai. Belakangan IMB dicabut atau dibatalkan oleh Walikota. Lalu Gereja Yasmin menempuh jalur hukum sampai ke Ombdusman Republik Indonesia dan akhirnya Mahkamah Agung. Dua duanya meneliti secara detail semua persyaratan yang sudah ditempuh. Tidak ada salah dan cacat. Sehingga memutuskan bahwa Gereja tetap harus difungsikan dan mengatakan Walikota tidak dapat membatalkan IMB. Namun di lapangan ada masyarakat yang terorganisir yang tetap menentang dengan berbagai alasan, antara lain lokasi gereja ini wilayah muslim dan ada pemalsuan tanda tangan.
Diani Budiarto, Walikota Bogor
Walikota Bogor memberi alasan pencabutan IMB adalah karena ada desakan kelompok penentang. Padahal sebelumnya IMB sudah diberikan. Jadi tergambar bahwa kualitas kepemimpinan dan ketegasan Walikota yang terpilih melalui sistem pemilihan langsung (Pilkada) ini adalah pemicu timbulnya masalah di lapangan. Jika kita mengacu kepada apa yang pernah dikatakan oleh Napoleon Bonaparte, tidak prajurit yang bodoh melainkan pimpinan yang tidak becus, maka jelas lah yang kita persalahkan adalah pimpinan tertinggi di daerah yaitu Walikota.
Nampaknya saat ini Walikota tidak berani untuk menentang suara kelompok penentang, untuk tetap memberikan ijin kepada GKI Yasmin. Akhirnya ditawarkan lah relokasi kepada GKI Yasmin. GKI Yasmin tetap pada pendiriannya tidak mau pindah, karena mereka merasa tidak ada dasar hukum nya untuk pindah. Sementara dilokasi yang sekarang semua persyaratan hukum sudah mereka penuhi. Tetap berkebaktian di sekitar lokasi gereja (trotoar, karena gedung gereja di segel). Situasi ini yang nampaknya membuat walikota kebingungan, sehingga persoalannya di eskalasi kepada Gubernur Jawa Barat, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia sampai yang terakhir kepada Menteri Sekretaris Negara.
Sementara itu media pun menelusuri akar permasalahannnya seperi TV One, Metro TV, bahkan terakhir Harian Kompas sendiripun satu minggu terakhir selalu memberitakan situasi Yasmin. Dewan Perwakilan Rakyat pun tidak tinggal diam, bahkan terlebih dahulu mempelajari dan berusaha memberikan solusi. Partai yang paling serius mempelajari kasus Yasmin ini nampaknya adalah PDIP, yang kemudian diikuti oleh partai partai yang lain. Terakhir ketua DPR sendiri, Marjuki Alie pun ikut memberikan pendapat.
Kasus GKI Yasmin saat ini menjadi perhatian semua lembaga tinggi negara, termasuk Presiden SBY. Jika penyelesaiannya belum mampu dicapai, berarti ini kegagalan semua lembaga tinggi negara, termasuklah kegagalan negara Indonesia. Mengapa kasus ini bisa berlarut larut? Ada apa sebenarnya dengan Bangsa Indonesia? Adakah pemimpin yang tegas dalam Bangsa ini? Mengapa kasus kecil seperti ini bisa begitu rumit penyelesaiannya? Tentu banyak sekali pertanyaan yang muncul.
Rendahnya Kualitas Menteri Yang Sekarang.
Sebagaimana sudah saya singgung dibagian atas bahwa kasus ini sudah sampai kepada Gubernur, Menteri Agama, Menteri Hukum dan Ham, Menteri Dalam negeri, dan akhirnya ke Menteri Sekretaris Negara. Penyelesaian tetap tidak ada. Eh begitu sulitkah persoalan ini sehingga menteri pun tidak mampu mengatasinya? Dan akhirnya harus Presiden sendiri yang turun tangan? Atau menterinya yang cuci tangan, karena ketidak mampuan atau karena sempitnya wawasan kebangsaannya?
Saya lebih cenderung mengatakan bahwa penyebabnya adalah kualitas menterinya. Mereka tidak berani tegas, tidak berani pasang badan untuk melindungi atasannya Presiden dengan cara mengambil keputusan yang bijak. Solusi yang Win Win memang memerlukan kerja keras, berbeda dengan solusi yang win lose atau lose win, ataupun solusi kompromi, yang bisa ditempuh dengan waktu dan energi yang singkat. Nah nampaknya para menteri yang sekarang tidak mau repot untuk mencari solusi yang
win win.
Demikian juga himbauan dari Ketua DPR agar dinegosiasikan ulang, nampaknya juga bukan sebuah himbauan yang matang. Hanya sekedar menyampaikan pendapat. Sebab kalau negosiasi ulang harus ada di tempat netral, ada promotor atau mediator yang netral, dan kedua belah pihak mempunyai kesamaan pandang untuk mencari penyelesaian yang menguntungkan kedua belah pihak.
Lagi pula kalau negosiasi harus ada pertemuan antara kelompok penentang dengan pihak GKI Yasmin yang dilakukan dalam suasana kondusif dan penuh dengan nuansa saling menghormati dan kedua duanya memperhatikan kepentingan yang lebih besar yaitu kepentingan Negara Republik Indonesia.
Adakah yang berani sebagai mediator untuk dengan target selesai pada tahun 2012? Tentu ini yang kita harapkan dilakukan secara proaktif oleh para pemimpin baik DPR maupun Kementerian terkait. Panggil kedua belah pihak baik pemimpin kelompok penentang yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun Pihak Gereja GKI Yasmin yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ditambah Walikota Bogor Yang mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mediasikan ketiga pihak ini sekaligus untuk mencari solusi. Dengan junjungan tertinggi terciptanya perdamaian di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam suasana saling menghormati dan saling menghargai.
Kalau kasus GKI Yasmin tetap berlarut larut tanpa penyelesaian yang pasti dan win win tentu menimbulkan pertanyaan yang sangat mendasar di dalam hati segenap Bangsa Indonesia yang mencintai perdamaian. Pertanyaan terhadap UUD Dasar 1945, Pertanyaany tentang kenyataan Indonesia Negara Hukum, Pertanyaan tentang kemampuan Walikota, Kemampuan Gubernur, Kemampuan Menteri, Kemampuan DPR dan pimpinannya, dan pertanyaan pertanyaan yang lain. Tentu hal ini dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Komentar
em perbebenta nggeluh gundari. erbage-bage masalah la terdungi perban lalit ketegasen bas si njemak palu.
lit kekuasaan, tapi tempa gegehen si la berkuasa. emaka la pang make palu si bas ia guna ndungi masalah
ertoto kita..
bujur