Analisis Lengkap Mengenai Ketidaksinambungan Komunikasi antara Pertua & Diaken Emeritus dengan Pertua & Diaken Aktif di GBKP (Klasis Bekasi-Denpasar) dalam Perspektif Akademis dan Teologis

Oleh
Pdt
Dr Raskolamta S Tjolia MTh
Pengantar
Pengertian Calvinis, Calvinisme dan
Herformed atau Herform. Calvinis atau calvinist adalah penganut
ajaran/teologi Calvin. Ajaran/teologi Calvin dalam pengembangannya disebut
Calvinisme. Calvinisme adalah ajaran/teologi Calvin yang terpengaruh oleh
pendapat pengembangnya tersebut seperti seperti Martin Bucer, Heinrich
Bullinger, Peter Martyr Vermigli, dan Huldrych Zwingli dan juga dipengaruhi
oleh para reformator Inggris Thomas Cranmer dan John Jewel. Oleh sebab itu
Calvinisme merupakan varian dari teologi Calvin. Variannya
disebut reformed atau herform. Karena itu Gereja Protestan di Indonesia
sejatiya berlatar belakang sejarah Eropah. Mengapa? Karena penyebarannya ke
Indonesia khususnya VOC dan oknum yang menbentuk lembaga zending umumnya
berasal dari benua itu.. Maka dari itu kata de Jonge gaya
menggereja di Indonesia sulit dipahami tanpa memahami sejarah
Eropah.
Dari
informasi di atas, nyata bahwa gereja-gereja
protestan Indonesia yang mengklaim diri beraliran calvinisme, tetapi
sejatinya ia merupakan varian teologi Calvin tersebut yang disebut reformed
atau herform. Konteks gereja reformed adalah Eropah khususnya Belanda. Sejarah
Eropah saat itu tidak biasa-biasa saja. Hal itu dibahas secara singkat sebagai
berikut.
Bagaimana sejarah Eropah
itu?
Sejarah
Eropah yang kita bahas di sini ialah Eropah dalam kurun abad
pertengahan. Abad pertengahan terjadi setelah keruntuhan Kekaisaran Romawi
Barat di abad IV Masehi. Pada masa itu berkembang anggapan bahwa ilmu
pengetahuan harus berlandaskan agama kristen. Anggapan tersebut
menyebabkan gereja mendominasi seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari
bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya, bahkan memengaruhi
berbagai kebijakan pemerintah sehingga raja kehilangan kekuasaan. Selain itu,
Eropa menggunakan sistem ekonomi tertutup yang membuat
perekonomian hanya dikuasai oleh para golongan penguasa. Kondisi tersebut
mengungkung dan membodohi masyarakat menyebabkan kehidupan masyarakat terbelakang
dan tidak memiliki harga diri yang layak sebagai manusia.
Contoh
dominasi gereja pada abad pertengahan adalah menghukum mati Nicolaus Copernicus
yang menyebutkan matahari sebagai pusat tata surya. Gereja menganggap
pendapatnya itu bertentangan dengan ajaran gereja. Maka muncul gerakan
mempelajari ilmu pengetahuan agar masyarakat terbebas dari belenggu kekuasaan
gereja yang melakukan pembodohan. Gerakan ini disebut Renaissance.
Secara garis besar, ciri utama dari Renaissance adalah humanisme,
yaitu memanusiakan manusia, kebebasan pengembangan ilmu pengetahuan berbasis empirisme
dan rasionalisme, yakni kebebasan dalam mengembangkan pikiran.
Pada dasarnya, Renaissance terjadi sebagai respons atas perilaku
dominasi gereja terhadap seluruh aspek kehidupan masyarakat Eropa.
Dari penjelasan di atas, jelas bahwa gereja pernah
punya andil besar menyebabkan krisis sosial, yakni pembodohan dan pemiskinan
masyarakat melaui prilaku pemimpinnya yang korup dan menyimpang dari ajaran Alkitab.
Munculnya gerakan renaisance adalah upaya pembebasan masyarakat dari kebodohan
tersebut dilakukan melalui pencerdasan manusia berbasis empirisme sebagai
perlawanan terhadap dominasi gereja dalam situasi tersebut.
Reformasi Gereja
Gereja
termotivasi oleh gerakan renaisaince itu. Oleh sebab itu gereja menggerakkan
pembaruan/ mereformasi ajaran kekristenan yang menyimpang dari hakekatnya
sebagai gereja. Gerakan reformasi tersebut berupaya memberantas prilaku gereja
yang menyimpang sebagai berikut:
a) Gereja menyimpang dari ajaran
Alkitab, terindikasi oleh penjuala surat pengampunan dosa.
b) Uskup dan petinggi gereja melakukan koropsi
c) Negara-negara di Eropa berkeinginan kuat membebaskan diri dari kekuasaan Paus yang otoriter dan
hirarki.
Dari
informasi di atas nyata bahwa gerakan renaissance mengilhami reformasi gereja
untuk meluruskan jaran gereja agar kembali ke Alkitab dan timbulnya kesadaran
untuk membarui sistem pemerintahan gereja yang otoriter.
Martin Luther (1483-1548 Martin Luther (1483-1548) seorang
pastor dan profesor di Universitas Wittenberg, Jerman merupakan tokoh pelopor
gerekan reformasi tersebut. Tahun 1517 ia mengeluarkan 95 tesis protes
terhadap konsep pengampunan dosa (indulgensi) oleh Paus. Gerakan protes Martin
Luther mendapatkan reaksi keras dari gereja. Oleh sebab itu pada tahun 1521,
Martin Luther dikucilkan dari gereja. Tetapi pengucilan tersebut tidak
meredakan gerakan Reformasi Gereja. Sebaliknya atas dukungan
pemimpin-pemimpin Jerman gerakan ini mampu meruntuhkan kekuasaan Paus di
Jerman.
Jean Calvin
(1509-1564)
Sementara
itu Jean Calvin dari Perancis (1509-1564) memimpin gerakan
bernama Calvinis yang pengikutnya berasal dari Belanda, Inggris
dan Skotlandia. Pengaruh besar Calvin sepanjang abad 17 tentang sistem teologis
kristen melahirkan faham teologi yang disebut Calvinisme. Faham
ini juga disebut sebagai teologi Reformed atau teologi Herform.
Teologi Calvinsme mulai dikembangkan oleh Huldrych Swingly di Swiss. Dari Swiss
Calvinisme menyebar ke Eropah, dan dari sana menyebar ke seluruh dunia termasuk
ke Indonesia. Oleh sebab itu Sejarah Gereja Protestan di Indonesia
berlatar belakang sejarah gereja Eropah.
Injil masuk ke Indonesia
Calvinis masuk ke Indonesia bersamaan dengan datangnya
orang-orang Belanda/VOC pada permulaan abad ke-17, yang sebagian
besar merupakan Calvinis. Mulai abad ke-18, kedatangan masif zending-zending
Protestan Calvinis dari Negeri Belanda dan mendirikan gereja-gereja di
Indonesia yang diklaim beraliran calvinisme.
Uraian
di atas menjelaskan bahwa tokoh utama dari gerakan reformasi gereja itu adalah
Martin Luther dan Jean Calvin dan ajaran mereka itu pun mendunia termasuk ke
Indonesia. Jelas juga reformasi tersebut dipengaruhi oleh kecerdasan masyarakat.
Karo pra perjumpaan
dengan Injil
Menurut
John Anderson, pada
1820 orang Karo mendiami pantai Timur Sumatera.
Mata pencarian mereka bertani lada, padi, jaggung, sayur-mayur, tebu,
pisang dll. Lada barang yang sangat laku
diperdagangkan. Maka, Karo tempo dulu
itu dapat disebut Karo Raya, bertumbuh, meluas, dan keren. Mengapa? Karena menurut laporan
Anderson dari Yayasan Garamata, populasi orang Karo pada tahun 1863 ada 60.000 jiwa. Sedangkan penduduk Medan
saat itu hanya berjumlah 5.000 orang, dan penduduk Binjai hanya sebanyak 300
orang. Hasil sensus 1920 melaporkan jumlah orang Karo 74. 568 jiwa, sensus 1930
mencatat jumlah orang Karo menjadi 84.462 jiwa.
Orang Karo dan Kongsi
Perkebunan Belanda
Sultan Deli
memutuskan memberikan perladangan orang Karo kepada Kongsi Perkebunan
Belanda. Akibat keputusan tersebut, orang Karo kehilangan tanahnya,
yang sebelumnya mereka mendapat konpensasi sewa dari perkebunan Belanda. Kata
Rita Kipp, Kongsi Perkebunan memperbaharui kontrak demi kontrak membuat
orang Karo menjadi kelompok minoritas dengan cepat. Selain itu menurut Rita Kipp daya pikat Medan
membuat suku-suku Batak lain tertarik ber-urbanisasi ke Medan.
Orang
Karo mengadakan perlawanan atas pengambil-alihan tanah mereka yang dirasakan
sebagai tindakan sewenang-wenang. Oleh sebab itu Orang Karo terus mengganggu dan merusak
perkebunan Belanda tersebut. Pihak Perkebunan merespons perlawanan tersebut
melalui pendekatan kristenisasi atas inisiatif Direktur Oprasi Kongsi Perkebunan Tembakau Deli,
J.T. Creamer. Oleh sebab itu
Kata Frank L. Cooley dalam
Benih Yang tumbuh IV, pengabaran
Injil kepada orang Karo bukan karena perintah Tuhan Yesus di Matus 28,
tetapi untuk menghentikan orang Karo itu menggangu perkebunan
Belanda tersebut. Makanya kristianisasi itu tidak meredakan sengitnya
perlawanan orang Karo. Karena orang Karo punya firasat bahwa Kongsi Perkebunan
Belanda itu selain ekspansi perluasan lahan untuk perkebunan mereka juga dicurigai
akan menerapkan budaya Barat ke mereka. Hal itu berpotensi besar
menghancurkan kehidupan mereka yang tradisional. Jadi benturan perjumpaan orang
Karo dengan Belanda bukan hanya karena perluasan perkebunan Belanda itu,
tetapi juga kerena kecurigaan penggerusan dan mengintervensi budaya Karo ke budaya
Barat. Oleh sebab itu Orang Karo
melakukan perlawanan keras terhadap perlakuan pihak kongsi perkebunan tersebut.
Karena itu kata Martin L. Perangin-angin, orang Karo bergerilya melawan
ekspansi Belanda tersebut. Gerilyawan Karo itu dikenal dengan musuh
berngi, Indonesianya musuh malam, yang beraksi pada malam hari. Orang Karo yang sedang marah
ini membakar dan merusak properti milik perkebunan. Mereka meneror pengusaha
perkebunan, menyebabkan penguasa tersebut merasa ngeri dan takut kehilangan
nyawa. Perlawanan tersebut melalui J.T. Cremers Direktur
Perkebunan tembakau di Deli tidak menghentikan ekspansi malahan makin
menggencarkan perluasan ke perkampungan dan perladangan orang Karo atas izin
Sultan Deli.
Perjumpaan orang Karo
dengan Injil
Perjumpaan
Orang Karo dengan Injil ditengarai oleh pengamanan perkebunan Belanda dari
gangguan sporadis orang Karo. Otoritas perkebunan berinisatif menghentikan
gangguan tersebut dengan menggagas kristenisasi orang Karo
melalui lembaga pengabaran Injil
di Belanda yakni Nederlansche Zending Gnootschap (NZG) berdiri
pada 19 Nopember 1797 oleh orang-orang Kristen Belanda anggota Gereja Hervormd.
Mereka dipengaruhi oleh semangat Pietisme
aliran orthodoks dengan corak teologi dan ragam kerohanian yang
berbeda. Oleh karena itu NZG bukan
zending sebuah gereja tertentu, melainkan zending yang keanggotaannya terdiri
atas inter denomnasi. Syarat menjadi anggota cukup menerima Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru, serta Pengakuan Iman Rasuli.
Tujuannya bukan untuk membawa ajaran dan tata gereja ke medan pengabaran Injil,
melainkan memberitakan Injil Yesus Kristus dengan murni tanpa tambahan
pikiran-pikiran manusia. Suasana teologi dan kerohanian dalam lingkungan NZG
sektar 1900 terdapat hal-hal yang saling bertentangan. Pertama, warna
orthodoks yang kental terlihat dari Anggaran Dasarnya
pasal 2 (dua) hampir tidak pernah berubah berbunyi : ”Lembaga ini
hendaknya diangap sebagai Lembaga Kristen yang bersifat umum yang hanya
bertujuan untuk secara sederhana dan tulus di dalam hati manusia menanamkan
Agama Kristen yang benar dan berdaya kerja seperti tercantum dalam kitab-kitab
Perjanjian Lama, Perjanjian Baru dan diungkapkan dalam kedua belas pasal
Pengakuan Iman Kristen, tanpa tambahan pengertian-pengertian ajaran manusia.”
Kinerja para penginjil
NZG kepada orang Karo
Menatap
kinerja penginjil NZG dalam kurun waktu 50 tahun mengabarkan Injil
kepada orang Karo hanya membaptis 5000 orang. Mengapa? Karena para penginjil itu menyampingkan mandat budaya
Karo. Dari sebab itu sangatlah penting mengakomudasi
budaya local dalam bekerja di ladang penginjilan. Penginjil yang mengabaikan
budaya lokal atau kearifan lokal, bagaikan
orang
yang bertamu abai tata krama yang berlaku di situ. Apakah penginjil ke Karo
kurang menghormati
budaya Karo? Jawabnya ya. Betul
zendeling bersimpati terhadap bebarapa aspek ke-karo-an,
misalnya mengikuti gaya hidup orang Karo
seperti blusuken ke ladang atau sawah penduduk dan pulang pada sore hari,
mendirikan sekolah dan menidirkan poliklinik bahkan Rumah Sakit Umum, serta
rumah zending bernuansa Karo, tetapi mengapa pertumbuhan kekristenan tidak
masif? Jawabnya, karena para penginjil
mengabaikan budaya dengan melarang orang
karo kristen mengadakan acara
erkata ergendang dalam penyelenggaraan acara adat/tradisonal.
Sedangkan gendang Karo mengungkapkan jati diri masyarakat
Karo. Oleh sebab itu, dalam menjalin
hubungan dengan masyarakat para penginjil itu
perlu memehamai budaya dan bersahabat dengan masyarakat setempat.
Dari
uraian di atas terlihat bahwa para penginjil tersebut masih belum move on ke
budaya lokal dari budaya barat, sehingga kehidupan menggereja di Karo belum
membumi, antara lain penolakan tradisi orang Karo erkata gendang. Umumnya orang
Karo melakukan erkata gendang dalam menyelenggarakan tradisi kehidupan
masyarakat.
Jublium 50 tahuk kristen
Karo
Peringatan jublium 50 tahun Injil kepada
orang Karo dirayakan tanggal 18 April 1940. Kata Pdt. J.
Van Muljwijk dalam khotbahnya di Jublium tersebut adalah sebagai
berikut:
1) Dalam kurun waktu 10
tahun hanya 25 orang orang Karo yang dibaptis.
2) Tahun 1937 Karo yang
dibaptis bertambah menjadi 3.508.
orang.
3) Tahun 1941 jumlah
orang Karo dibaptis menjadi 5. 574 orang .
Gambaran di atas menyiaratkan pendekatan penginjilan ke
Karo kurang memperhitungkan mandat budaya dan para penginjil juga tertekan
dengan realitas di lapangan penginjilannya. Misalnya para penginjil itu
ingin mencerdaskan orang Karo sebagai strategi penginjilannya,
tetapi pihak perkebunan dan kolonial Belanda tidak setuju dengan
gagasan tersebut. Mengapa? Karena otoritas perkebunan dan kolonial itu memaknai
penginjilan merupakan alat alat kepentingan untuk
menghentikan perusakan
fasilitas perkebunan
oleh orang Karo, dan menjadikan orang Karo
sebagai jongos.
Maka dari itu, terasakan, betapa sulitnya para penginjil
menghadapi otoritas perkebunan Belanda yang berdiri dua kaki
yaitu membiayai penginjilan tapi tidak menghendakii penginjil berhasil.
Dari
uraian di atas disimpulkan bahwa mandat budaya merupakan basis penting dari
pertumbuhan gereja lokal. Gereja tersebut sejatinya wajib menjadi dirinya
sendiri. Sejatinya tujuan penginjilan ke orang Karo adalah membangun gereja
Karo untuk menyembah dan memuliakan Tuhan dengan menjadi dirinya sendiri dan
menjadi bagian tak terpisahkan dari suku-suku lainnya di seluruh tanah air.
Dengan kata lain tujuan mendirikan gerjea suku itu adalan gereja berjati diri
lokal yang oikumene dan nasionalisme. Maka dari itu sistem kepemimpinan gereja
Karo adalah musyawarah, karena setiap kegiatan komunal orang Karo senantiasa
berbasis runggu (musyawarah) merga si lima (marga nan lima),
rakut si telu (ikatan nan tiga) dan tutur si walu (hubungan kekerabatan nan
delapan). Makanya untuk menjawab sistem organissi gereja yang otoriter, gereja
reformasi melahirkan sistem pemerintahan gereja kolektif kolegial yang umumnya
disebut sistem presbiterial sebagai berikut.
Sistem pemerintahan
(organisasi) model Presbiterian
Kata
presbiterian berasal dari bahasa Yunani presbuteros, artinya
penatua. Pemerintahan gereja menurut sistem presbiterian disebut
juga sistem reformed, karena berakar pada ajaran John Calvin yang
merujuk pada Efesus 4: 1 yang menerapkan gembala (the pastor), guru (the
doctor), diaken (the deacon) dan penatua (the presbyter atau the elder) dalam
sistem pemerintahan gereja. Menurut sistem ini anggota Jemaat yang memilih para
presbiter , dan menetapkan mereka menjadi pemimpin jemaat dalam wadah
Majelis Jemaat. Pendeta di gereja itu termasuk salah satu presbiter,
yang wewenangnya setara dengan presbiter lainnya. Para presbiter dalam wadah
Majelis Jemaat tersebut mengorganisasi kehidupan gereja lokal. Artinya,
presbiterian
merupakan gugus presbiter yang menyelenggarakan dan membuat keputusan
untuk semua kehidupan menggereja.
Presbiterial Sinodal Sistem
Prebiterial Sinodal adalah penyelenggaraan gereja berdasarkan kepemimpinan
kolektif terpusat
sentralistik ke Sinode. Para
penatua atau presbiter dalam wadah Majelis Jemaat, wadah Majelis Klasis dan
wadah Majelis Sinode. Masing-masing majelis mandiri membuat keputusan melalui
persidangan majelis tersebut. Tetapi kepetusannya tidak boleh bertentangan
dengan keputusan majelis yang lebih luas yakni keputusan Majelis Klasis dan
keputusan Majelis Sinode. Yang menggunakan sistem ini antara lain GPIB, GKI,
GBKP, GMIM, GMIT yang umumnya gereja-gereja hasil penginjilan NZG.
Pikiran dasar
Presbiterial-sinodal
Pikiran dasar sistem atau corak
presbiterial-sinodal pimpinan ialah Kristus sebagai kepala dan Tuhannya. Kepala
dari tubuhnya dan Tuhan dari Jemaat-Nya. Pimpinan berlangsung oleh pekerjaan Firman
dan Roh Kudus. Pimpinan gereja dipercayakan kepada suatu majelis,
yang beranggotakan para presbiter gerejawi. Ciri utamanya adalah sebagai berikut:
(1)
Titik tolaknya jemaat (gereja) setempat; (2) Pimpinan gereja
dipercayakan kepada suatu majelis, yang beranggotakan para presbiter.
(3) Selain dari Sidang Majelis Jemaat,
masih ada sidang-sidang yang lain yang lebih luas cakupannya, yakni Sidang
Majelis Klasis dan Sidang Majelis Sinode.
(4) Gereja mempunyai kemandirian tertentu terhadap
pemerintah, khususnya di bidang tugas dan pelayanan
pejabat-pejabat gerejawi .
Eleksiologi:
Pemilihan Allah dan Jemaat Lokal
Gereja Menurut Calvin, keberadaan gereja di
dunia berdasarkan pemilihan (election) Allah yakni, gereja adalah
persekutuan orang-orang percaya yang sudah dipilih oleh Allah,
menjadi alat perpanjangan tanganNya memimpin manusia datang pada Kristus. Wujud
Gereja adalah jemaat lokal.
Prinsip dasar
Prinsip dasar yang pertama adalah kesatuan
gereja. Sebagai tubuh Kristus, gereja itu esa: semua orang beriman yang menjadi
bagian dari Kristus (incorporated into Christ) mewujud menjadi satu kesatuan
tubuh, yaitu gereja yang kudus dan katolik/am. Prinsip kesatuan gereja
yang universal ini menjadi dasar dari sistem penataan presbiterial-sinodal
yang secara historis dikembangkan di Eropa kontinen (terutama di Swiss,
Prancis, Belanda) dan sistem penataan presbiterian (yang dikembangkan di
negara-negara Anglo-Saksis: terutama Scotlandia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Basis dari wujud kesatuan dalam sistem presbiterial-sinodal adalah
Jemaat.
Persidangan
gerejawi.
Prinsip
dasar kedua adalah persidangan gerejawi merupakan sarana
pengambilan keputusan bagi majelis-mejalis yang ada untuk menjalankan
tugas-tugas pelayanan (ministries) mereka dalam memimpin gereja. Sistem Presbiterial
Sinodal tercermin dalam kehidupan jemaat setempat yakni: Majelis
Jemaat adalah pemegang wewenang tertinggi karena
berfungsi mencerminkan kesatuan dari keseluruhan anggota jemaat. Paguyuban para
presbiter bersidang Majelis Jemaat dan merekalah atau utusannya yang bersidang
di Sidang Majelis Kasis dan di Sidang Majelis Sinode.
Kepemimpinan gereja
Prinsip ketiga adalah Kepemimpinan
itu pelayanan dan fungsinya di tanggung
jawab bersama yang disebut Kepemimpinan kolektif kolegial. Pemimpin kolektif yang reformis
adalah sebagai berikut:
(1) Trampil mengangkat pendapat-pendapat yan berbeda,
karena pendapat yang berbeda adalah baik dan bahkan perlu.
(2) Mengajukan pertanyaan, bukan memberi
jawaban, agar setiap pendapat diperhatikan dengan benar.
(3) Memberdayakan orang lain untuk
melayani.
(4) Menjaga keseimbangan antara otoritas,
konflik dan perubahan.
(5) Berbagi kekuasaan.
(6) Aktif .
Dinamika Kepemimpinan
kolektif kolegial wajib aktif melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) Membangun hubungan agar terbangun
kepercayaan dalam masa perubahan.
(2) Membedakan masalah teknis dan perubahan
untuk adaptasi.
(3) Mengangkat masalah yang ada.
(4) Mengelola keterbatasan pribadi.
(5) Memobilisasi orang lain untuk
pelayanan
(6) Mengelola kecepatan dan tekanan dari
konflik.
Kepemimpinan
yang mampu menggerakkan Jemaat dari nilai-nilai masa kini ke keadaan yang
seharusnya diisi oleh para presbiter yang menikmati panggilannya,
dan mengaplikasikannya melalui kerja keras dedikasional.
Ibadah
Prinsip ketiga ibadah. Hubungan teologi/ajaran dan kehidupan gereja diungkapkan dalam ibadah/kebaktian. Artinya apa yang dipercayai gereja mendapat bentuk dalam kebaktiannya. Ibadah itu seperti menaiki anak tangga. Kata Calvin, Kristus yang membawa kita menapaki anak anak tangga itu. Tanpa Kristus, ibadah, cuma datang ke gereja saja. Pertanyaannya waktu kita ke gereja, apakah kita betul-betul berjumpa dengan Tuhan untuk menapaki anak tangga itu serta mengalami mystic union in Christ through Christ. Klaimaks dari ibadah itu adalah menutup ibadah dengan doxologi di gereja berlanjut ke pengutusan ke luar gereja. Intinya setiap kebaktian ada evaluasi diri dan tekat untuk berubah menurut kehendak Kristus.
Apakah GBKP itu Calvinisme?
Katanya
GBKP beraliran Calvinisme. Dokumennya tercantum di mana ya? Jawabnya, tersirat
di Persekutuan Gereja-gereja Reformed se-Dunia (bahasa Inggris: World
Communion of Reformed Churches (WCRC)) adalah suatu badan Kristen
ekumenikal yang dibentuk pada bulan Juni 2010 dari penggabungan dua organisasi
gereja, yaitu Aliansi Gereja-gereja Reformed se-Dunia (WARC) dan Dewan
Ekumenis Gereja Reformed (REC), di mana GBKP tercantum sebagai salah
satu anggotanga. Dari kajian terdahulu kita ketahui bahwa Reformed merupakan
varian dari ajaran calvinisme. Oleh sebab itu GBKP adalah Calvinisme, walaupun
pengabar Injil ke Karo bukan lembaga gereja calvinisme tetapi anggota-gereja
yang mendirikan lembaga pengabaran Injil bernama NZG. Memang pengabar Injil ke
Karo mayoritas anggota gereja reformed, tetapi ada juga beraliran
modernis seperti Joustra, dan Lutheran seperti Guelame. Oleh sebab itu perlu
digaris bawahi bahwa GBKP tidak menganut teologi Calvin murni
melainkan ia merupakan varian dari teologi
Calvin.
Sepanjang pengamatan saya GBKP itu turunan dari gereja reformed
yang teologi/ajarannya terdokumentasi di Tager GBKP, katekesasi Haedelberg dan
katekesasi GBKP serta tersebar di syair KEE GBKP, Pengakuan iman dll. Maka dengan
itu GBKP merupakan gereja yang ajarannya dan praktik menggereja umumnya masih
warisan dari gereja reformed Belanda.
Kelihatannya GBKP belum menemukan jadirinya, dengan melahirkan teologi
GBKP baku, padahal GBKP sejatinya wajib
menjawab kebutuhan jemaat pada
zamannya menurut teologi GBKP yang relevan. Karena kelemahan itu GBKP? mengaduk
teologinya melalui kegiatannya berkaitan dengan ibadah, reatret dan PA-PA
dengan teologi gereja tetangga yang tidak sealiran. Hal itu membuat GBKP
sepertinya pasrah menjalani kehidupan menggereja dengan kendali nohada GBKP
yang terkontaminasi oleh teologi gereja tetangga yang tak yang sealiran.
Supaya
GBKP tidak terombang ambing dengan teologi campur aduk yang menyulitkan GBKP
menemukan jati dirinya sebagai gereja suku modern, oikumens dan nasionalis,
GBKP wajib merumuskan kembali teologinya/ajarannya, karena teologi/ajaran itu
mewujud dalam kebaktian-kebaktian. Sebelum tercapai teologi GBKP reformis, yang
harus dilakukan adalah sebagai hal-hal berikut:
1. Terciptanya presbiter yang mumpuni
dan dedikasional yang mampu mengendalikan jemaat melalui
Kepemimpinan Majelis Kemaat yang merupakan wadah pengambilan keputusan para
presbiter.
2. Wujudkan presbiter yang prosfesional
yang menyadari panggilannya sebagai anugerah, dan mereka akan diberkati
memimpin jemaat yang bertumbuh sebagai basis kehidupan menggereja.
3. Tingkatkan minat para
presbiter membaca Alkitab dan kemampuan mereka mengolah
dan menerapkan firman Tuhan sesuai konteks alkiabiahnya
dan konteks jemaat.
4. Lahirkan kesadaran kolektif-colegial
para presbiter dalam Persidangan Majelis Jemaat yang dinamis dan bergairah dan
ceria untuk memperbincangkan program-progam gereja yang terdelegasi
kepada jemaat sebagai pelakunya dengan pendampingan para presbiter.
5. Buat/adakan para presbiter yang bertanggungjawab
menggembalakan domba-dombanya dengan tidak memberikan tugas tersebut pada
gembala upahan.
6. Adakan pertemuan rutin para
presbiter untuk mempercakapkan/evaluasi dinamika kehidupan jemaat untuk bergerak
dari keadaan apa adanya ke keadaan yang idealis yang digagas sebagai
cita-cita tujuan bersama.
7. Mejuah-juah kita kerina, sibar em, bujur.
Bahan ini akan diceramahkan oleh
Pdt. Dr. Raskolamta Sembirimg Tjolia, MTh
kepada para presbiter GBKP Depok,
30 Oktober 2022
Sumber
Colia Sembiring, Raskolamta, 2018, Menggapai Cita-Cita.
Tinjauan Kritis Historis Karo Kristen Menjadi Gereja Batak Karo Protestan, Jakarta, BPK
Gunung Mulia.
de Jonge, Christiaan, 2001, Apa itu Ca;vinisme? Jakarta,
BPK Gununung Mulia
Sopamena, Daniel
2003, Jurnal Intim No. 4 – Semester Genap
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5784823/sejarah-renaissance-latar-belakang-tokoh-tokoh-da, diekses 24 Septem 2020 pkl 15 wib.
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/12/141832269/reformasi-gereja-di-eropa?page=alln-pengaru, dikesesn 8 Oktober
2022., pkl 17 wib,
https://www.google.com/search?q=sistem+pemerintahan+presbiterial&rlz=1C1CHBF_enID854ID854&oq=sistem
hnya. Diekses 17 Oktober 2022 , pkl 20 wib.
http://id.wikipedia.org/wiki/calvinisme, diekses 18 oktober
2022, pkl 10 wib.
https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/05/100000779/sejarah-singkat-abad-pertengahan-di-eropa?page=all, diekses 19 Oktober
2022, pkl 15 wib.
Komentar