Featured Post

Perlunya Pembinaan Partisipatif dan Regeneratif di GBKP Runggun Graha Harapan Bekasi

Gambar
  Pt. Em Analgin Ginting M.Min.  Pendahuluan Pembinaan jemaat merupakan salah satu tugas hakiki gereja yang tidak dapat dipisahkan dari panggilan teologisnya sebagai ekklesia—umat Allah yang dipanggil, dibentuk, dan diutus ke tengah dunia (Ef. 4:11–13). Gereja bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga ruang pembelajaran iman, karakter, dan kepemimpinan. Oleh karena itu, pembinaan yang berkelanjutan, partisipatif, dan regeneratif menjadi indikator penting kesehatan sebuah gereja lokal. Dalam konteks Gereja Batak Karo Protestan (GBKP), pembinaan memiliki makna yang lebih luas karena terkait erat dengan sistem pelayanan presbiterial-sinodal yang menekankan kepemimpinan kolektif-kolegial (runggu). Artikel ini hendak memperdalam, melengkapi, dan mengontekstualisasikan tulisan awal mengenai perlunya pembinaan di GBKP Runggun Graha Harapan Bekasi, dengan tetap mempertahankan esensi pengalaman empiris yang telah dituliskan, sekaligus memperkaya dengan muatan teologis dan refleksi aktual....

Ahok Dan Jokowi Adalah Pemimpin yang Membawa Aroma Wangi Dan Menyegarkan

Ini bukan sebuah puisi, bukan juga sebuah bahasa hiperbolik yang berkaitan dengan cerita kepahlawanan. Ini -judul diatas-  adalah sebuah kisah nyata yang dialami warga Jakarta. Warga yang mengatakan selama 20 tahun merasakan bau ditempat tinggalnya, dan pemimpin (Gubernur DKI) tidak ada yang berani menghilangkan aroma bau itu. Sehingga terpaksalah di dalam kelemahan dan rendahnya posisi tawarnya, rakyat terpaksa mencium  bau setiap hari.


Bau yang timbul dari rumah jagal di Tanah Abang itu, pada hari minggu tanggal 11 Agustus 2013 resmi dibongkar (Kompas.com). Perangkat buldozer yang diinstruksikan oleh Gubernur dan wakilnya meraung raung merobohkan bangunan rumah jagal, rumah potong hewan diiringi dengan sorak sorai penduduk yang selama ini pun merasa tidak setuju dengan keberadaan rumah potong hewan ini.


Selama 20 tahun sejak tahun 1993 melewati jabatan gubernur yang militer Sutiyoso  (2 periode) dan penggantinya Fauzi Bowo dengan kumis tebalnya, tidak berani merobohkan rumah potong hewan  ini. Sehingga masyarakat yang rumah tinggalnya disekitar rumah potong hewan, apalagi yang persis dibelakangnya hanya diam dan mencium  bau tak sedap setiap hari.


Jokowi dan Ahok, bukan militer dan dua duanya juga tidak punya kumis  yang berani merobohkan tempat jagal ini. Salut untuk kepemimpinan mereka berdua. Salut untuk bau wangi dan udara segar yang mereka hadirkan untuk warganya. Tentu kita  menunggu aroma wangi dan segar selanjutnya,  yang mereka hadirkan untuk seluruh  penduduk di Jakarta. Bahkan hati kecil saya berkata, Indonesiapun membutuhkan pemimpin seperti mereka. Bukan pemimpin yang menenggelamkan rumah dan desa penduduk seperti Lapindo. Dalam hal ini, saya harap Anda setuju teman teman kompasianer sekalian.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025