Sudah sangat terbiasa dipahami dan diyakini bahwa
janji kampanye dari seorang calon apakah legislatif atau ekskutif hanya
sebuah kebohongan. Sebab tidak pernah terlihat secara nyata, seorang calon memenuhi janji kampanyenya. Apalagi janji yang disampaikan mempunyai nilai ekonomi yang besar atau peraturan yang strategis. Lumrah bahwa janji kampanye dipersepsikan hanya trik atau upaya untuk mendulang suara.
Demikianlah juga yang dialami oleh masyarakat sebuah desa yang berada di Tanah Karo Sumatra Utara. Nama desa ini adalah Doulu letaknya sekitar 60 km dari Medan kearah daerah dingin Berastagi. Desa Doulu terletak di kaki Gunung Sibayak dan mempunyai sebuah okbjek wisata berupa pemandian air panas. Pemandian
air panas ini ramai dikunjungi wisatawan lokal dari Medan dan
sekitarnya juga oleh turis turis dari Malaysia dan Singapura.
Bupati Karo, Kena Ukur Surbakti
Pada musim kampanye pemilihan bupati Kabupaten Karo pada tahun 2010, pasangan
calon bupati dan wakil bupati Kena Ukur
Surbakti dan Terkelin Berahmana
berjanji untuk memberikan hadiah kepada masyarakat Desa Doulu berupa hak pengelolaan wisata pemandian air panas ini.
Seperti diberitakan pada harian
andalas.com bahwa janji kampanye itu pun ditanda tangani oleh pasangan bupati
dan wakil bupati ini.
Dalam pelaksanaan pilkada pada tahun 2010 itu,
pasangan ini kemudian memenangkannya dan terpilih menjadi bupati dan
wakil bupati. Nah janji inilah
yang ditagih oleh masyarakat Desa Doulu mereka meminta kepada bupati
terpilih untuk memberikan hak pengelolaan objek wisata ini untuk
masyarakat desa, sehingga uangnya bisa dipergunakan untuk pembangunan
desa.
Nyatanya sampai sekarang hak untuk pengutipan
retribusi masuk ke objek wisata tetap dilakukan oleh Pemda Karo, bahkan
pegawai pegawainya pun didatangkan dari daerah lain. Tentu saja masyarakat Desa Doulu berang, dan merasa Bupati Kena Ukur Surbakti melupakan janjinya.
Masyarakat Desa Doulu tidak diam, lalu berangkat ke DPRD Kabupaten Karo. Lalu
DPRD Kabupaten Karo berusaha mengakomodir keinginan dan melakukan Rapat
Dengar Pendapat (RDP) dengan Bupati baik sebagai Kepala Daerah maupun
sebagai pribadi. Nyatanya Bupati tidak pernah bersedia hadir dalam RDP yang sudah dua kali diadakan. Bupati Kena Ukur Surbakti dan Wakil Bupati Terkelin Brahmana hanya mengutus wakil nya, pejabat dari instansi terkait. Hasilnya mengambang dan tidak jelas. Pada RDP
yang terakhir pada tanggal 29 Juli 2013, pimpinan sidang yaitu Ketua
DPRD Kabupaten Karo Effendi Sinukaban hanya bisa mengatakan akan melakukan rapat kerja dengan Bupati Karo DR (HC) Kena Ukur untuk mencari solusi tepat atas tuntutan warga Desa Doulu.
Bupati lupa pada janjinya, atau sengaja melupakan janjinya? Ibarat pepatah kacang yang lupa kulitnya. Inilah
salah satu fenomena dalam pemilu atau pilkada di Indonesia jika calon
calon yang maju tidak mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat, serta
visi yang jelas untuk membangun daerahnya demi kepentingan
masyarakatnya. Bupati Kena Ukur sendiri pu akhirnya dipersepsikan masayarakt Desa Doulu sebagai bupati yang tidak layak mempimpin sebagai bupati.
Sebelumnya bahkan tersiar pula khabar bahwa bupati ini mempunyai
selingkuhan, dan ijazah sekolah menengah atas nya pun kembali diungkit oleh berbagai kelompok masyarakat karena
dianggap palsu.
Kalau semua tuduhan ini benar, maka sebenarnya kesalahan terbesar adalah dalam masyarakat Karo saat pilkada dulu dalam
memilih bupatinya.
Kecerdasan memilih menjadi kunci nomor dua untu memilih pemimpin yang berkualitas. Kunci nomor satunya tentu saja ialah kualitas calonnya. Sebab
jika calon yang dipilih adalah Jokowi atau Ahok, atau Agus Matowardojo
atau Elia Massa Manik, tidak usaha mikir pun akan didapat pemimpin yang
mumpuni yang berpihak kepada rakyat dan kebenaran.
Komentar