Tahapan pengadilan Kasus Cebongan saat ini sudah sampai kepada penuntutan. Semua yang ikut menyerang, termasuk yang bertindak sebagai supir mobil Avanza pun sudah dituntut. Lima orang yang ikut berperan dalam penyerangan rata rata dituntut 2 tahun penjara.
Disampaikan oleh Oditur Militer hal hal yang memberatkan mereka, namun juga disampaikan banyak hal yang meringankan mereka. Pelaku utama dalam penyerbuan ke Lapas Cebongan dituntut antara 8 sampai 12 tahun. Eksekutor
Serda Ucok Tigor Simbolon dituntut paling berat, 12 tahun penjara dan
dipecat dari militer. Serda Sugeng Sumaryanto dituntut 10 tahun dipecat
dari militer, dan Kopda Kodik dituntut 8 tahun dan dipecat dari dari
militer.
Banyak komentar yang bermunculan dari tuntutan ini. Sebagian merasa senang, terutama para pendukung Kopassus. Namun
tidak sedikit juga yang merasa kecewa dengan rendahnya tuntutan
terhadap pelaku penyerbuan dan pembunuhan empat orang yang diduga
sebagai pelaku penusukan anggota Kopassus sebelumnya, Sertu Santoso.
Namun secara institusi saya melihat yang paling dirugikan tentu saja adalah Kopassus. Terlepas dari masalah hukum dan pengadilan yang masih akan berlangsung beberapa waktu lagi, maka Kopassus akan kehilangan beberapa personel terbaiknya. Satu orang sudah tewas, tiga orang akan dipecat serta 6 orang yang akan menjalani hukuman. Jadi akan ada pengurangan 10 orang personil dari Kopassus. Tentu hal ini akan mengurangi kekuatan kesatuan
ini, apalagi sebagai pasukan para komando kemampuan satu orang Kopassus
barangkali sebanding dengan kemampuan 5 atau 10 orang militer dari
kesatuan yang lain. Jika dikurangi 10 orang yang setara dengan 100
orang, maka dalam kasus Cebongan ini dapat dianalogikan ibarat
melemahkan kekuatan Kopassus sebesar kemampuan tempur 100 orang.
Jadi kalau kita lihat akibat terjadinya kasus penyerbuan lapas Cebongan ini, maka institusi yang paling dirugikan adalah Kopassus. Satu prajuritnya sudah tewas, lalu 3 orang akan dipecat serta image yang buruk dimata sebagian besar penduduk Indonesia.
Dari kenyataan ini, saya pribadi mempunyai pertanyaan untuk diri saya sendiri. Benarkah ini kasus yang terjadi begitu saja? Benarkah seluruh rentetan kasus ini terjadi tanpa ada konspirasi karena ada tujuan tujuan tertentu? Benarkah emosi yang meluap dari Rasa Korsa timbul begitu saja meskipun buntutnya sesuatu yang tak terduga? Belum
adakah di dunia ini suatu ilmu atau ketrampilan untuk mampu
mengendalikan dan mendayagunakan emosi, sehingga dari emosi yang timbul
seolah lumrah, timbul kejadian kejadian yang dinginkan untuk melemahkan seseorang atau satu lembaga?
Inilah beberapa pertanyaan yang muncul dalam benak saya ketika mengikuti kasus ini. Namun sebagai seseorang yang sangat cinta terhadap Bangsa Indonesia saya tetap saja berusaha mengambil hikmah serta percaya kepada pengadilan militer yang mengadili kasus ini. Bahkan berharap agar dari kasus ini kita semua belajar sebaik baiknya untuk Indonesia yang lebih baik. Belajar
untuk saling menghargai sesama manusia, belajar untuk menyadari bahwa
manusia itu berharga dimata Tuhan Sang pencipta, dan belajar untuk menahan emosi diri kita masing masing. Terima kasih.
Komentar