Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 18 - 24 Mei 2025

Gambar
  Thema: Kerina Arus Metenget / Semua Harus Perhatian Nas: Yakobus 1:19–25 Pengantar Dalam dunia yang semakin cepat dan bising ini, kita mudah tergoda untuk bereaksi spontan, berbicara tergesa-gesa, dan marah tanpa kendali. Padahal, iman Kristen mengajak kita untuk menjadi pribadi yang peka, sabar, dan reflektif. Yakobus, saudara Tuhan Yesus sendiri, menegaskan bahwa hidup beriman bukan hanya soal mendengar firman Tuhan, tetapi lebih dalam lagi, soal menghidupi firman itu dalam tindakan nyata. Iman tanpa perbuatan adalah sia-sia, dan kemarahan manusia tidak membawa kebenaran Allah. Fakta Rasul Yakobus mengingatkan agar setiap orang cepat mendengar, dan lambat berkata-kata serta lambat untuk marah. Sebab amarah tidak mengerjakan Firman Tuhan. Orang Kristen harus membuang segala sesuatu yang kotor dan jahat dan menerima Firman Tuhan dengan lemah lembut. Orang yang meneliti hukum yang benar dan bertekun di dalamnya, dan melakukannya dengan sungguh-sungguh maka ia akan berbahag...

Kekalahan Calon Calon PDIP Di Pilkada Gubernur Disebabkan Penumpang Gelap.

Sedih juga membaca judul artikel HL Bung Ninoy N Karundeng, “Jokowi Jurkam Tak Laku di Sumut…” di kompasiana. Isi artikel  menggambarkan kecilnya pengaruh keikut sertaan Jokowi sebagai Juru Kampanye di Jawa Barat dan di Sumatra Utara untuk mengangkat dan memenangkan calon yang diusung oleh PDIP.  Di Jawa Barat calon PDIP Rieke Dyah Pitaloka berpasangan dengan Teten Masduki akhirnya kalah tipis dari pasangan Aher Demiz.  Dan Bung Ninoy juga meramalkan bahwa di Sumatra Utara pun kemungkinan Effendy Simbolon akan kalah, meskipun Jokowi sudah ikut berkampanye untuk mengangkat perolehan suara calon PDIP ini.


Jokowi memang bukanlah seorang Vote Getter atau ahli kampanye.  Jadi kekalahan calon PDIP di Jawa Barat dan kemungkinan di Sumatra Utara sedikitpun tidak ada hubungannya dengan Jokowi.  Jokowi tetap gubernur idola dan kemungkinan akan menjadi calon terkuat Presiden pada tahun 2019 nanti.  Kekalahan calon calon PDIP menurut hemat saya adalah karena kesalahan strategy PDIP sendiri.



PDIP sangat percaya diri sesaat setelah kemenangan Jokowi-Ahok  di Pilkada DKI beberapa bulan yang lalu.  Karena Jokowi yang diusung PDIP dan Basuki Tjahja Purnama (Ahok) yang diusung oleh Gerindra  memenangkan pilkada gubernur di daerah paling istimewa melawan calon incumbent yang diusung lebih dari 8 partai besar, wajarlah kalau PDIP sangat gembira lalu sangat percaya diri.


Tidak berapa lama setelah itu ketua PDIP  Megawaty Soekarnoputri melakukan sebuah pidato politik yang antara lain mengatakan ada penumpang gelap di Pilkada DKI  Jakarta.  Istilah penumpang gelap dari Ibu Megawaty membuat  banyak orang menduga ditujukan kepada Prabowo Subianto pendiri Partai Gerindra.  Tidak berapa lama setelah itu Gerindra pecah kongsi dengan PDIP, dan komunikasi antara dua partai ini pun mengalami titik terburuk sampai saat ini.
PDIP dan Gerindra yang sangat kompak dan perkasa di Pilkada Jakarta resmi bercerai di Pilkada Jabar, Sumut dan kemungkinan di Propinsi yang lain yang akan melakukan Pilkada juga pada tahun 2013 ini.  Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Jawa Timur menurut  rencana akan melakukan Pilkada beberapa bulan mendatang.


Nama Teten Maskudi pertama sekali dikumandangkan oleh Partai Gerindra.  Namun akhirnya ketika Teten secara resmi menjadi calon wakil Gubernur  bersama Rieke, partai Gerindara sudah mengalami patah arang, tidak mau mendukung Teten.  Partai Gerindra di Pilkada Jabar mendukung Wakil Gubernur Lex Laksamana yang berpasangan dengan Dede Yusuf.


Pasangan Dede Yusuf –Lex Laksamana didukung oleh Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Gerindra.  Sedangkan Rieke dan Teten hanya didukung oleh PDIP.  Demikian juga di Pilkada Sumut, partai Gerindra akhirnya mendukung calon yang lain, sedangkan Effendy Simbolon berpasangan dengan Jumiran Abdy hanya didukung oleh PDIP.


Melihat jumlah perolehan suara yang diraup oleh Rieke- Teten  (yang terpaut hanya sekitar 800 ribu suara dari suara Aher Demiz) timbul pemikiran bahwa pasangan ini kemungkinan besar bisa memenangkan Pilkada Jabar kalau masih didukung oleh Partai Gerindra.  Suara Gerindra yang akhirnya diberikan kepada suara Dede-Lex tentu membuat suara perolehan Rieke- Teten  mengalami pengurangan yang cukup signifikan.


Demikian juga di Sumatra Utara, tentu akan berbeda juga komposisi perolehan suara jika PDIP masih berkoalisi dengan Partai Gerindra.  Apalagi pada survey survey terbaru Elektabilitas Prabowo  Subianto merupakan yang tertinggi  untuk calon presiden tahun 2914.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kekalahan calon calonnya bukan disebabkan oleh Pidato kampanye Jokowi, namunb lebih disebabkan oleh kinerja atau strategi yang salah dari PDIP terutama pada elite pusat nya. Jika PDIP tidak membenahi diri, bisa bisa untuk Pilkada di Jateng dan Jatim pun akan mengalami kegagalan serupa.


Dituntut kedewasaan berpolitik dan  kemampuan bekerja sama secara sinergis bagi partai partai politik di Indonesia.  Saya teringat beberapa tahun yang lalu, Ibu Megawaty pernah memberikan sebuah pidato yang mengangkat Filosofi Sapu Lidi, “bersatu kita kuat, bercerai kita runtuh”.  Jadi lupa lidi lah yang membuat PDIP kalah di Jabar dan di Sumut?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan PJJ GBKP Minggu 20–26 April 2025

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025