Penyerbuan ke Lapas Sleman tadi malam, yang
menewaskan 4 orang tahanan kembali menyabik nyabik wajah hukum di
Indonesia. Belum hilang dari ingatan kita penyerbuan kantor Polisi
Resort (Polres) di Ogan Komering Ulu oleh anggota TNI, kembali terjadi
peristiwa yang sangat mengejutkan. Empat orang tahanan yang sedang
dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan di Sleman diserbu dan tewas di
kamar tahanannya.
Belum diketahui siapa yang menyerang dan menembak tewas 4 orang yang
sebelumnya terkait kasus pengeroyokan yang mengakibatkan kematian
seorang prajurit Kopassus tersebut. Namun dapat diduga penyerbu
tersebut adalah kelompok yang sangat terlatih, profesional dan
mempunyai misi yang sangat jelas. Dilaporkan waktu penyerbuan hanya
berlangsung sekitar 10 menit, dan misi mereka untuk menembak dan
menewaskan 4 orang pengeroyok teman mereka tuntas dan dilaksanakan
dengan sangat baik.
Dugaan kelompok penyerbu mengarah kepada anggota satuan komando pasukan
khusus (Kopassus), namun hal ini disangkal oleh petinggi militer di
daerah ini. Seandainya kelak terbukti bahwa penyerbu adalah memang
benar dari salah satu kesatuan, maka analisa yang dapat kita buat akan
mengarah terhadap parahnya pelaksanaan hukum di Indonesia.
Kasus di Oku berawal karena ketidak puasan terhadap cara penanganan
hukum oleh Polisi. Dan Kasus di Sleman pun nampaknya sama, karena
ketidakpuasan cara menangani hukum pengeroyok yang mengakibatkan
kematian seorang anggota Kopassus sekitar 5 hari yang lalu.
Militer, Polisi, Lembaga Pemasyarakatan terlibat dalam kasus ini. Mereka
adalah alat negara atau bagian pemerintahan, lalu mereka yang nampaknya
memainkan hukum berdasarkan paradigma mereka masing masing. Mereka
sudah tidak saling percaya lagi. Lembaga penegak hukum sudah tidak
dipercayai oleh lembaga penegak hukum yang lain. Apa jadinya?
Belum lagi kalau dikaitkan denga kasus tertanggkap tangannya seorang
hakim di Bandung, dan dipecatnya seorang hakim di Mahkamah Agung
beberapa waktu yang lalu. Maka sempurnalah sudah keterpurukan penegakan
hukum di Indonesia.
Mengapa semua ini bisa terjadi? Ini adalah akumulasi dari ketidak
tegasan, dan bukti bahwa hukum memang diperlakukan berpihak selama ini.
Masalah kita hari ini adalah hasil terlalu kompromi di masa lalu, kata ahli ahli. Sekarang terbuktilah hal itu semua.
Membenahi hukum di Indonesia tentu tidak dapat dilakukan dalam waktu
cepat. Namun menarik untuk menyimak apa yang pernah dikatakan oleh Prof
Yusril Ihza Mahendra dalam salah satu acara debat di Jakarta Lawyers
Club, TV One beberapa waktu yang lalu. Beliau mengatakan, sistem hukum
di Indonesia itu tidak jelas, atau bahkan tidak ada. Diperparah dengan
mentalitas para petinggi dan para pemilik uang yang menganggap hukum
dapat dibeli. Jadilah negara Indonesia menjadi salah satu negara yang
paling carut marut wajah hukumnya.
Penyerbuan ke Lapas Sleman harus disikapi sebagai hal yang sangat
serius. Bukan siapa kambing hitamnya. Bukan siapa penyerbunya. Namun
pertanyaan yang paling penting adalah mengapa Rumah Negara bisa
diserbu? Dan mengapa pula empat orang tahanan yang seharusnya masih
ditahan di rumah tahanan polisi bisa dipindahkan (dititipkan) di Lembaga
Pemasyarakatan yang seharusnya menjadi rumah tahanan bagi orang yang
sudah jelas status hukumnya.
Nyawa 5 orang, yang dikeroyok dan yang mengeroyok sudah hilang. Kita
harus mampu membuat nyawa mereka berharga. Sebab Sang Pencipta tidak
pernah menciptakan nyawa yang sia sia. Harus ada perbaikan hukum
setelah kematian mereka. Kalau tidak dilakukan pembelajaran dan
perubahan maka bukan tidak mungkin masih akan banyak nyawa nyawa lain
yang akan menyusul. Kita tunggu gerak cepat, kesungguhan dan komitmen
pemerintah untuk menegakkan hukum di Indonesia.
Komentar