Catatan Tambahan PJJ 16 - 22 Maret 2025

Tata Gereja yang berlaku saat ini di GBKP adalah Tata Gereja 2015 – 2025. Dan sebagaimana kesepakatan maka Tata Gereja yang biasa disebut Tager ini akan dimodifikasi atau diperharui setiap 10 tahun sekali. Saya tahu dan saya ikut terlibat bahwa saat ini sudah ada Focus Group Discussion untuk mempersiapkan draf Tager tahun 2025. Diskusi diskusi sangat intensif dilakukan untuk menampung semua ide ide dan gagasan gagasan terutama untuk menyambut GBKP yang akan berusia 150 tahun pada tahun 2040 nanti.
Pada saat
usia GBKP 150 tahun, maka usia kemerdekaan Republik Indonesia akan menjadi 100
tahun pada tahun 2045. Dan pemerintah RI sudah mencanangkan dan mensosialisasikan
Indonesia Emas Tahun 2045. Ada bonus
geografi yang sangat melimpah, pertumbuhan ekonomi yang menjadi salah satu yang
terbaik di dunia, besarnya prospek dalam bidang perkebunan, terbangunnya infrastruktur dengan sangat baik
membuat Pemerintah dan mayoritas Penduduk Indonesia optimis sekali akan tiba
nya kejayaan atau jaman emas NKRI pada tahun 2045.
Moderamen
GBKP yang memberi arahan kepada FGD juga
merasakan optimisme ini, sehingga mengkaitkan 2045 dengan membuat Road Map GBKP
menuju jaman emas. Tantangannya disini
adalah, bagaimana Tata Gereja dan GBP disusun sehingga ikut juga mengarahkan
jemaat GBKP seluruh dunia untuk
menyongsong Era Indonesia Emas tersebut.
Maka dengan itu FGB sangat serius mempersiapkan draf Tager yang sedang
disusun.
Tata Gereja yang
ada saat ini pun (Tata Gereja GBKP 2015 -2025) dipersiapkan dengan sangat
serius dan sangat matang. Karena saya bersama
beberapa orang teman pertua diaken pendeta pun ikut sebagai panitia penyusunan
draft pada tahun 2013 sd 2015. Termasuk dengan menghadirkan konsultan dari
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta yang paling tua dan paling berpengalaman untuk
pengembangan gereja aliran utama (protestan)
melalui hasil studi serta menghasilkan
sarjana teologi yang kelak menjadi pendeta.
Tata Gereja
Tahun 2015-2025 dipersiapkan dengan sangat baik, ilmiah, menyeluruh, dan tetap
mengangkat sejarah dan identitas GBKP.
Akan tetapi muncul pertanyaan, apakah Tata Gereja yang sangat baik ini
dipahami, dipraktekkan dan dijadikan acuan utama dalam menyusun program program
pelayanan di gereja GBKP ? Gereja GBKP
itu ada di runggun, jadi pertanyaannya yang lebih pas, apakah runggun bisa
memahami dengan benar Tata Gereja, menjadikannya sebagai pedoman utama dalam
pelayanan dan mempraktekkannya secara benar dan menghasilkan kebaikan ?
Jangan
jangan runggun lebih tepatnya dimulai dari anggota BPMR kurang memahami Tata
Gereja, lalu berusaha menafsirkannya dan dipakai dalam menganalisis masalah
lalu menerapkannya secara sembarangan tanpa mempertimbang dasar dasar teologis
Tata gereja.
Nah untuk
memahami bagaimana serayan (pt, dkn,
pendeta) se Klasis Bekasi Denpasar
memahami dan mepersepsikan Tager, maka Unit Litbang GBKP Klasis Bekasi Denpasar
melakukan survey penelitian pada pertengahan Bulan September 2022. Nah berikut ini kami sajikan hasil survey
melalui Google Form yang direspon 70 serayan dari 15 Runggun se Klasis Bekasi
Denpasar.
Menarik sekali untuk menganalisis hasil survey diatas, mari coba kita lihat.
· Sebanyak 85,7 % responden mengatakan
pemahaman dan penguasaan Tata Gereja sangat penting bagi serayan. Sisanya sebanyak 14,3 % mengatakan penting
dan cukup penting.
· Ketika ditanya lebih detail, apa
tujuan utama pemahaman dan penguasaan Tager kepada Serayan (majelis )
sebanyak 65,7 % mengatakan untuk menentukan landasan dan arah pelayanan kepada
jemaat. Disamping itu sebanyak 21, 4 % mengatan Tata Gereja dipakai sebagai
panduan saat ada masalah.
· Runggun Runggun belum mempunyai
program yang serius dan sistematis dalam memberikan/sosialisasi TATA
GEREJA kepada masing masing
serayan. Metoda yang paling dominan
adalah runggun memfasilitasi pembelian buku Tata Gereja lalu membagikannya
kepada masing masing serayan (54,3%).
Bahkan sebanyak 21.4 % mengatakan bahwa belum ada cara yang efektif atau
efisien untuk mensosialisasikan Tata Gereja (belum dilakukan)
· Nah berikutnya adalah pertanyaan
paling penting, serayan ditanya berapa persen di runggunnya
yang sudah menguasai Tager. Jawabannya cukup miris… hanya
2.71% yang mengatakan tingkat penguasaan dan pemahaman Tata Gereja di atas 70%.
Sebanyak 17,1% mengatakan bahwa
penguasaan Tata Gereja di runggunnya sebesar 30 – 50 %. Sisanya dibawah 30% dan bahkan sulit
diprediksi. Jadi bisa dikatakan menurut
serayan penguasaan tata gereja bagi
serayan itu mayoritas dibawah 50%.
· Pertanyaan berikutnya responden
ditanya apakah setuju kalau “penguasaan tata gereja” dijadikan syarat untuk dipilih menjadi anggota BPMR. Sebanyak 68,6% mengatakan setuju dan cukup
setuju. Bahkan 14.3 % mengatakan sangat setuju penguasaan Tata Gereja dijadikan
syarat menjadi BPMR. Hanya 17.1 % yang
mengatakan tidak setuju atau kurang setuju.
· Pertanyaan solusi diajukan pada
pertanyaan terakhir ini. Apakah
responden (pt, dkn, pendeta) merasa penting kalau Klasis mengadakan Kursus Penguasaan Tata
Gereja pasal demi pasal ?. Hasilnya adalah sebanyak 65, 7 % mengatakan
penting dan cukup penting, Bahkan sebanyak 20% mengatakan sangat penting Kurang dari 15% yang mengatakan tidak
penting.
Dari hasil survey
bisa ditarik point informasi bahwa, Tata Gereja yang dipersiapkan dengan sangat
baik dan sangat ilmiah serta menyeluruh ternyata kurang dipahami, dikuasai dan
dijalankan di tinggat runggun. Sehingga
ada semacam fenomena Not Interconnected atau tidak terhubung
antara pembuatan Tata Gereja (moderamen/panitia/FGD) dengan serayan / majelis
di tingkat runggun. Tentu hal ini harus
menjadi perhatian utama bagi kita semua, bahwa keberhasilan Tata Gereja
bukan apa isinya namun harus juga ada upaya sosialisasi untuk pemahaman dan
penguasaan pasal demi pasal . Hal
ini hendaknya harus menjadi perhatian serius kepada Moderamen, Klasis dan juga FGD yang mempersiapkan draft Tata Gereja. Terima kasih. Pt. Analgin Ginting.
Komentar