Catatan Tambahan PJJ 16 - 22 Maret 2025

Oleh Krisman Kaban
Hal itu tercermin dari tulisan berupa kisah nyata kehidupan
dari perjuangan untuk bebas dari kemiskinan hingga perjuangan asmaranya yang dimuat berseri di media sosialnya dalam
beberapa waktu terakhir. Luar biasa. Sungguh mengagumkan.
Kisah menarik seorang anak Desa Tanjung Merawa yang gigih
berjuang ini sangat menginspirasi, paling tidak membuka kembali memori lama bagi orang Karo
dizamannya. Apa yang ditulis dalam novelnya Jandi La Surong adalah ikhtiar
literer untuk mengenal H Tempel Tarigan dalam perjalanan hidupnya.
Sosok seorang pemberani, nekat tapi rasional. Cepat berpikir
dan memiliki pengetahuan yang luas. Mulai dari bidang politik, ekonomi, budaya
hingga bisnis. Mungkin itu karena latar belakang pendidikannya sebagai jurnalis
yang menuntut setiap wartawan harus menjadi generalis.
Harus tahu semua hal, meski hanya kulit-kulitnya alias tidak
mendalam. Itu syarat mutlak sekaligus modal utama bagi jurnalis. Ketika ketemu
dengan nara sumber penting, si wartawan selalu sigap menanyakan tentang suatu
hal sesuai dengan bidang yang ditangani nara sumber.
Jurnalis atau wartawan merupakan agen informasi yang
dipercaya dan selalu dijadikan rujukan bagi masyarakat, sekalipun kadang
wartawan asal ngomong aja sesuai feeling atau pun berdasarkan logika. Tapi
semua orang umumnya percaya karena wartawan itu memang harus jujur memberikan
informasi yang diperolehnya.
Karena itu, meski tidak lagi aktif secara formal bekerja di
sebuah media harus selalu siap-siap memberi jawaban, kalau ada yang menanyakan.
Sebab ada saja yang selalu bertanya. Dan wartawan harus selalu bisa memberikan
jawaban. Cara kerja wartawan memang mirip seperti intelijen, sehingga selalu
bisa menghubung-hubungkan secuil info dengan fakta yang dilihat.
Cerita-cerita di media social yang diluncurkan Tempel
Tarigan sangat menarik dibaca. Ceritanya mengalir dan membawa pembaca ikut
hanyut seolah-olah ada pada peristiwa dalam cerita. Terbukti kisah-kisah
percintaan Bapak Tempel Tarigan semasa muda dijadikan novel dan juga diangkat
ke layar lebar. Tidak semua jurnalis
memiliki kemampuan seperti itu.
Pencapaian tertinggi seorang
jurnalis atau wartawan adalah menulis buku. Semua itu telah terwujud dalam diri
seorang Bapak H Tempel Tarigan.
Saya mengenal Bapak Tempel Tarigan sekitar tahun 1994 silam.
Perkenalan saya dengan Bapak Tarigan ini
terkait dengan urusan keluarga. Kebetulan Bapak Tarigan merupakan
keluarga dekat dari calon istri saya, sehingga ketika memasuki tahapan serius
atau pernikahan, maka bapak Tarigan yang tampil super sibuk. Karena posisinya
dalam adat karo sebagai anakberu di keluarga besar Singarimbun Desa Tanjung
Merawa, Tiganderket.
Nah sejak itu hubungan kami semakin akrab dan sering bertemu
di acara pesta maupun keluarga. Setiap bertemu Bapak Tarigan selalu ada topik
yang dibahas mulai dari politik, ekonomi, buaya, adat istiadat Karo hingga masalah-masalah yang sedang hot di masyarakat.
Mungkin karena sama-sama berlatarbeakang jurnalis, maka kami cepat nyambung.
Bapak Tarigan pernah sebagai jurnalis di Koran Merdeka, Majalah Topik dan
pernah mewawancarai sejumlah tokoh sampai pejabat sekelas menteri. Juga pernah
mewawancarai Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Frans Seda (Menteri Perhubungan
ketika itu) dan lain-lain.
Penampilannya sangat simpati, gaya bicara lugas dan tidak bertele-tele. Kawannya banyak
di berbagai latarbelakang suku, agama, budaya, tokoh masyarakat level nasional
hingga lokal, kaum intelektual hingga supranatural. Dari mantan pejabat dan
para pejabat yang masih aktif.
Pak Tempel Tarigan memang dikenal sangat luwes dan mudah bergaul. Jadi, gampang akrab
dengan siapa saja. selalu ada saja jadi topik menarik diceritakan ketika ketemu
orang, sehingga mereka merasa nyaman dan langsung ngobrol akrab.
Pernah aktif di berbagai organisasi. Dari organisasi suku
Karo hingga organisasi antar negara seperti
oranisasi pertukaran budaya Indonesia-Tionghoa. Wajar jika Pak Tarigan
Ini sering bolek-balik ke Negeri Tirai Bambu China. Kemampuannya memberi
gagasan sekaligus sebagai problem solving menjadikan Pak Tarigan bisa diterima
dengan baik di mana-mana. Itulah yang dimiliki Bapak Tempel Tarigan.
Dia juga selalu meng-update informasi, sehingga dengan mudah
akrab dengan siapa saja. Saat ini pun ketika usianya sudah memasuki hamper 78
tahun, masih aktif sebagai paguyuban persatuan bangsa di Pemprov DKI. Melalui
forum ini pula, Pak Tarigan bisa dekat dengan Gubernur Anies Baswedan.
Hingga hari ini Pak Tarigan masih aktif menulis di media
social dan setiap topik yang ditulis selalu mendapat respon menarik dari
masyarakat, khususnya masyarakat Karo. Cerita yang ditampilkan selalu orisinil,
kisah nyata yang dialami. Luar biasa Pak Tarigan.
Salam sehat dan selamat HUT ke-78 Bapak H Tempel Tarigan.
Salam Sehat Selalu. *
Komentar