Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 22–28 Juni 2025

Gambar
  Thema:   Endesken Persembahan Man Tuhan (Menyadari dan Menghayati Persembahan Kepada Tuhan) Nas: Imamat 23:15–22 (TB) “Kemudian kamu harus menghitung, mulai dari hari sesudah Sabat itu, yaitu waktu kamu membawa berkas persembahan unjukan, harus ada genap tujuh minggu; sampai pada hari sesudah Sabat yang ketujuh kamu harus hitung lima puluh hari; lalu kamu harus mempersembahkan korban sajian yang baru kepada TUHAN… (selanjutnya sesuai nas lengkap)” Pengantar Persembahan bukan sekadar tindakan memberi sesuatu kepada Tuhan, melainkan ungkapan ketaatan, syukur, dan kekudusan. Dalam Imamat 23, Tuhan tidak hanya memerintahkan Israel untuk mempersembahkan hasil panen atau hewan kurban, tetapi juga memerintahkan mereka untuk menghitung waktu dengan cermat, menyiapkan bahan terbaik, dan mengikuti aturan yang ketat. Semua ini menyatakan bahwa Tuhan menghendaki ibadah yang sadar, tepat, dan kudus. Bukan karena Tuhan membutuhkan materi, melainkan karena melalui disiplin dan ...

Mengenal H Tempel Tarigan Semangat dan Jiwa Wartawannya Tetap Menyala

 Oleh Krisman Kaban

 Kehidupan ibarat sebuah buku yang tidak pernah selesai ditulis. Semakin jauh seseorang berjalan, makin banyak yang dilihat. Perjalanan hidup seorang H Tempel Tarigan bisa jadi sebagai gambaran orang-orang Karo yang sangat sulit ketika itu.

Hal itu tercermin dari tulisan berupa kisah nyata kehidupan dari perjuangan untuk bebas dari kemiskinan hingga perjuangan asmaranya  yang dimuat berseri di media sosialnya dalam beberapa waktu terakhir. Luar biasa. Sungguh mengagumkan.

Kisah menarik seorang anak Desa Tanjung Merawa yang gigih berjuang ini sangat menginspirasi, paling tidak membuka  kembali memori lama bagi orang Karo dizamannya. Apa yang ditulis dalam novelnya Jandi La Surong adalah ikhtiar literer untuk mengenal H Tempel Tarigan dalam perjalanan hidupnya.

Sosok seorang pemberani, nekat tapi rasional. Cepat berpikir dan memiliki pengetahuan yang luas. Mulai dari bidang politik, ekonomi, budaya hingga bisnis. Mungkin itu karena latar belakang pendidikannya sebagai jurnalis yang menuntut setiap wartawan harus menjadi generalis.

Harus tahu semua hal, meski hanya kulit-kulitnya alias tidak mendalam. Itu syarat mutlak sekaligus modal utama bagi jurnalis. Ketika ketemu dengan nara sumber penting, si wartawan selalu sigap menanyakan tentang suatu hal sesuai dengan bidang yang ditangani nara sumber.

Jurnalis atau wartawan merupakan agen informasi yang dipercaya dan selalu dijadikan rujukan bagi masyarakat, sekalipun kadang wartawan asal ngomong aja sesuai feeling atau pun berdasarkan logika. Tapi semua orang umumnya percaya karena wartawan itu memang harus jujur memberikan informasi yang diperolehnya.

HM Tempel Tarigan : sumber foto https://www.facebook.com/photo.php?


Karena itu, meski tidak lagi aktif secara formal bekerja di sebuah media harus selalu siap-siap memberi jawaban, kalau ada yang menanyakan. Sebab ada saja yang selalu bertanya. Dan wartawan harus selalu bisa memberikan jawaban. Cara kerja wartawan memang mirip seperti intelijen, sehingga selalu bisa menghubung-hubungkan secuil info dengan fakta yang dilihat.

Cerita-cerita di media social yang diluncurkan Tempel Tarigan sangat menarik dibaca. Ceritanya mengalir dan membawa pembaca ikut hanyut seolah-olah ada pada peristiwa dalam cerita. Terbukti kisah-kisah percintaan Bapak Tempel Tarigan semasa muda dijadikan novel dan juga diangkat ke layar lebar.  Tidak semua jurnalis memiliki kemampuan seperti itu.  Pencapaian  tertinggi seorang jurnalis atau wartawan adalah menulis buku. Semua itu telah terwujud dalam diri seorang  Bapak H Tempel Tarigan.

Saya mengenal Bapak Tempel Tarigan sekitar tahun 1994 silam. Perkenalan saya dengan Bapak Tarigan ini  terkait dengan urusan keluarga. Kebetulan Bapak Tarigan merupakan keluarga dekat dari calon istri saya, sehingga ketika memasuki tahapan serius atau pernikahan, maka bapak Tarigan yang tampil super sibuk. Karena posisinya dalam adat karo sebagai anakberu di keluarga besar Singarimbun Desa Tanjung Merawa, Tiganderket.

Nah sejak itu hubungan kami semakin akrab dan sering bertemu di acara pesta maupun keluarga. Setiap bertemu Bapak Tarigan selalu ada topik yang dibahas mulai dari politik, ekonomi, buaya, adat istiadat Karo  hingga masalah-masalah yang sedang hot di masyarakat. Mungkin karena sama-sama berlatarbeakang jurnalis, maka kami cepat nyambung. Bapak Tarigan pernah sebagai jurnalis di Koran Merdeka, Majalah Topik dan pernah mewawancarai sejumlah tokoh sampai pejabat sekelas menteri. Juga pernah mewawancarai Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Frans Seda (Menteri Perhubungan ketika itu) dan lain-lain.

Penampilannya sangat simpati, gaya bicara  lugas dan tidak bertele-tele. Kawannya banyak di berbagai latarbelakang suku, agama, budaya, tokoh masyarakat level nasional hingga lokal, kaum intelektual hingga supranatural. Dari mantan pejabat dan para pejabat yang masih aktif.

Pak Tempel Tarigan memang dikenal sangat  luwes dan mudah bergaul. Jadi, gampang akrab dengan siapa saja. selalu ada saja jadi topik menarik diceritakan ketika ketemu orang, sehingga mereka merasa nyaman dan langsung ngobrol akrab.

Pernah aktif di berbagai organisasi. Dari organisasi suku Karo hingga organisasi antar negara seperti  oranisasi pertukaran budaya Indonesia-Tionghoa. Wajar jika Pak Tarigan Ini sering bolek-balik ke Negeri Tirai Bambu China. Kemampuannya memberi gagasan sekaligus sebagai problem solving menjadikan Pak Tarigan bisa diterima dengan baik di mana-mana. Itulah yang dimiliki Bapak Tempel Tarigan.

Dia juga selalu meng-update informasi, sehingga dengan mudah akrab dengan siapa saja. Saat ini pun ketika usianya sudah memasuki hamper 78 tahun, masih aktif sebagai paguyuban persatuan bangsa di Pemprov DKI. Melalui forum ini pula, Pak Tarigan bisa dekat dengan Gubernur Anies Baswedan.

Hingga hari ini Pak Tarigan masih aktif menulis di media social dan setiap topik yang ditulis selalu mendapat respon menarik dari masyarakat, khususnya masyarakat Karo. Cerita yang ditampilkan selalu orisinil, kisah nyata yang dialami. Luar biasa Pak Tarigan.

Faktor usia tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap menulis, bahkan semakin produktif menulis. Semangat  jurnalisnya tidak pernah padam. Sejatinya wartawan memang tidak pernah pensiun. 

Salam sehat dan selamat HUT ke-78 Bapak H Tempel Tarigan. Salam Sehat Selalu. *

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan PJJ GBKP Minggu 20–26 April 2025

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 15–21 Juni 2025