Sebagai kelanjutan dari postingan (status FB) yang kemarin, tentang pernikahan Marga Sitepu dan Beru Barus yang sama sama berasal dari Marga Karo Karo, maka berikut ini kami sampaikan pandangan kami setelah melihat ramainya diskusi yang ada. Bahkan diskusi hampir mengarah terhadap Cyberbully (menjelek jelekkan pandangan orang lain) yang akhir akhir ini sangat kita tentang untuk terciptanya diskusi yang lebih sehat dan dewasa.
Pandangan dibawah ini juga kami tuliskan karena beberapa orang yang ikut berkomentar pada postingan kemarin mengajukan pertanyaan pribadi di dalam inbox kami. Tujuan utama penulisan ini adalah agar kita sesama orang karo, di dalam pandangan kita yang berbeda tetap dapat melakukan sinergi untuk menemukan kebenaran yang lebih hakiki.
Sebab kalau kita tetap menganggap pandangan kita lebih benar, dan pandangan orang lain salah maka diskusi kita akan mentok dengan perasaan yang kurang enak. Justru kita tetap dengan rendah hati dan kepala dingin menyampaikan gagasan kita.
Mungkin salah satu yang perlu kita lakukan adalah menyampaikan pandangan kita dengan baik, lugas, tajam (dan terpercaya :) ) tanpa harus mengomentari pandangan orang lain, supaya diskusi kita tetap menarik,positif dan mencerdaskan semua orang. Bagem sitik pengantar, selanjutnya inilah pandangan kami.
Soal hubungan adat dan agama, lebih gampang mencari kesimpulan di dalam gereja yang beraliran kharismatis (evanglical) sebab paradigma agama sudah ditempatkan diatas paradigma adat. Oleh sebab itu tidak jarang kita lihat bahwa perangkat perangkat adat, baik yang anorganik (baju, uis/ulos, dll) banyak dibuang bahkan dibakar. Demikian juga perangkat adat yang organik (ritual, kebiasaan yang dilakukan) dengan cepat dan mudah dikatakan produk jaman lalu.
Oleh sebab itu di dalam gereja seperti ini, jarang sekali terdengar benturan ataupun persitegangan. Akan tetapi kalau di GBKP, paradigma adat dianggap pengantar terhadap paradigma keagamaan, (emaka adat tetap dijaga, dilestarikan) diupayakan sebagai katalis dalam paradigma keagamaan. Oleh sebab itu jarang sekali GBKP melarang kebiasaan adat, apalagi membuang atau membakar atau meninggalkan perangkat organik maupun anorganiknya.
Bagaimana dengan kawin se marga? Bagi para orang tua yang masih dididik dalam paradigma adat yang sangat kental jelas akan melarang bahkan berusaha untuk menentangnya habis habisan. Karena dianggap tabu, bahkan ,mereka berpandangan bisa mementahkan semua paradigma kehidupan yang lain terutama mementahkan atau bertentangan dengan paradigma keagamaan. Sebagian besar anak muda karo yang konsisten bergereja di GBKP akan juga ikut mentabukan kawin semarga ini. Karena dianggap ditentang adat, ditentang orang tua, dan ditentang oleh gereja juga.
Kebalikan terjadi bagi anak muda Karo yang sudah bersinggungan dengan gereja kharismatis (evanglical). Karena pandangan yang terbentuk dari tokoh tokoh gereja evanglical bahwa adat no 2 atau no sekian setelah iman kepada Kristus, maka kawin semarga asal tidak dari satu keluarga dekat (incest) sah sah saja. Apa salahnya kalau mereka jatuh cinta dan saling mengasihi, cara mereka berargumen untuk mempertahankan pandangannya.
Jadi mana lebih suci, kawin semarga atau kawin setelah menghamili seorang gadis terlebih dahulu? Tentu saja secara adat, kawin setelah hamil dulu dianggap lebih baik dari pada kawin se-marga.
Namun dalam pandangan agama, terutama kalau kita mengakui bahwa persetubuhan hanya boleh setelah pemberkatan nikah, maka kawin semarga lebih baik, lebih suci daripada diberkati setekah hamil?
Apa pandangan GBKP terhadap kawin semarga ini. Jelas, GBKP belum ingin menentang kebiasaan adat. Dan pandangan penulis pribadi pun hampir sama, bahwa jatuh cinta kan bisa diarahkan dengan orang lain, yang bukan satu marga dari dengan kita. Kalau sudah tahu dan tertanam di dalam hati bahaw dia itu turang, atau turangku sebenarnya secara sadar diri manusia langsung menetapkan sistem penolakan.
Bagaimana trend ke depan tentang kawin se marga ini? Kalau orang Karo khususnya anak mudanya tidak berusaha menentangnya maka kemungkinan besar fenomena kawin semarga akan lebih banyak . Apalagi saat sekarang ini, seperti yang dikatakan oleh Theresia Natalina Ginting banyak anak muda Karo yang tidak menyampaikan marga atau berunya yang sebenarnya saat mereka berkenalan.
Salah satu yang perlu kita lakukan segera adalah mendorong kepada Permata GBKP untuk merumuskan secara adat dan teologis tentang fenomena kawin se marga ini. Mumpung masih ada (masih hidup) tokoh tokoh adat kita, diskusi/seminar ini nampaknya mendesak dilakukan segera. Semacam diskusi kebudayaan yang mengarah ke masa depan, untuk mencari pandangan yang lebih tepat secara adat dan gereja tentang perkawinan semarga. Ini mendesak untuk dilakukan Permata, sebab bisa bisa ke depan fenomena kawin semarga ini trend nya makin banyak bahkah sulit untuk untuk dibendung. Bujur ras mejuah juah kita kerina.
Komentar