Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 13 - 19 Juli 2025

Gambar
  Thema: Membuat Nama (Erbahan Gelar) Nas: Lukas 2:21 (TB)  "Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya." Pengantar Nama adalah pemberian ilahi yang bukan hanya berfungsi sebagai penanda sosial, tetapi juga sebagai penegasan identitas, panggilan hidup, dan relasi seseorang dengan Tuhan. Dalam tradisi Ibrani, pemberian nama erat kaitannya dengan makna profetik dan tujuan ilahi. Yesus, sebagai Anak Allah yang menjadi manusia, diberi nama sesuai dengan rancangan kekal Allah sendiri — sebelum Ia dikandung, bahkan sebelum Ia lahir. Dalam konteks Karo, pemberian nama atau erbahan gelar bukan sekadar urusan budaya, tetapi juga memiliki dimensi spiritual dan eksistensial yang dalam. Fakta Historis dan Biblis Yesus diberi nama pada hari ke-8 saat Ia disunat, sesuai dengan hukum Taurat (Imamat 12:3). Nama "Yesus" (Ibrani: Yeshua) berarti "Yahweh menyelamatkan", yang ...

SBY Sangat Berhasil Sebagai Politikus Di Partai

Menarik sekali ulasan rekan kompasioner Prayitno Ramelan tentang keberhasilan ketua majelis tinggi Partai Demokrat menyelesaikan kemelut di Partai Demokrat.   Artikel yang saat ini masih menjadi Head Line di Kompasina di buka dengan kalimat “Kemelut di internal Partai Demokrat telah diselesaikan oleh Pak SBY dengan cantik dan halus tanpa adanya pemberontakan frontal saat Rapimnas di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Minggu (17/2)”. Keberhasilan ini sekaligus menegaskan bahwa SBY adalan seorang politikus handal di jagad perpolitikan nasional.


Tidak terlalu berlebihanlah untuk mengatakan bahwa SBY seorang politikus handal kalau melihat kembali kiprahnya dalam arena perpolitikan nasional.  Dan menurut pendapat penulis keberhasilan di Hotel Sahid pada minggu kemarin adalah keberhasilan yang ketiga yang  ditorehkan oleh SBY dalam keterlibatannya dalam perjalanan karier politiknya di tanah air.


Keberhasilan politik SBY yang pertama adalah keputusannya untuk keluar dari kabinet gotong royong Presiden Megawati Soekarno Putri pada tahun 2004.   Keberanian dia  untuk mundur dari jabatan Menko Polkam saat itu, sekaligus kemampuan dia untuk melakukan pencitraan sehingga timbul kesan seolah dia terzolimi. Mampu berperan dengan baik serta mengedepankan etika politik,  akhirnya melambungkan dirinya menjadi orang no 1 di Republik Indonesia, menjadi Presiden. Ini adalah keberhasilan politik yang sangat significant dalam perjalanan selanjutnya Susilo Bambang Yudhoyono.


Menjadi presiden dari tahun 2004 sd 2009  berpasangan dengan rekan menterinya Jusuf Kalla sebagai wakil presiden yang pada kabinet Gotong Royong juga menjabat sebagai Menko Kesra.   Selama 5 tahun itu  kiprah Jusuf Kalla sebagai wakil presiden menurut banyak pengamat lebih dinamis dan taktis dibanding dengan Presiden SBY sendiri.  Ketika tiba tahun 2009, dimana banyak pengamat meyakini bahwa pasangan ini tetap akan maju bersama sama pada Pilpres berikutnya, ternyata SBY dan Jusuf Kalla (JK) bercerai. Perceraian yang tidak diharapkan banyak orang mengingat keberhasilan keberhasilan pasangan ini baik secara politik maupun secara ekonomi.


SBY pada awalnya terkesan masih akan mempertahankan untuk berpasangan dengan Jusuf Kalla, namun ternyata SBY memilih berpasangan dengan Budiono yang kala itu menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.  SBY terpilih menjadi presiden untuk periode kedua dengan pasangan yang baru, sementara Jusuf Kalla yang maju menantang bekas pasangannya berhasil dikalahkan.  Kepiawaian SBY untuk menceraikan Jusuf Kalla tanpa munculnya gejolak menurut penulis ini adalah keberhasilan politik yang kedua bagi SBY.


Jadi ketika pada hari minggu kemarin, ketika SBY kembali melakukan langkah politik yang sangat mulus untuk meredam gejolak di partai Demokrat dalam upayanya merebut kekuasaan tertinggi dari Anas Urbaningrum, maka kita hanya bisa menganngguk angguk kepala tanda kagum sekaligus heran.


Keheranan kita tentu saja berkaitan dengan banyaknya kegagalan SBY dalam bidang pemerintahan, dalam peranannya sebagai Presiden.   Banyak masalah pembangunan, masalah politik, masalah ekonomi (khususnya pemerataan), masalah pemberantasan korupsi  yang terlihat SBY menyikapinya serba tanggung dan ragu.


Keberhasilan dia memainkan peranan sebagai politikus khususnya di Partai Demokrat seolah olah tidak diikuti dengan keberhasilan dia sebagai pemimpin negara, sebagai  Presiden Republik Indonesia.  Berlarut larutnya kasus gereja GKI Yasmin di Bogor adalah salah satu contoh dan PR Politik SBY yang sampai saat ini masih terkatung katung.  Tentu hal ini membuat  banyak pihak heran atau mungkin sangat heran.  Secara politik lokal (dipartai dan ambisi pribadi) SBY sangat berhasil.  Namun ketika dia memerankan peranannya sebagai Presiden, SBY terkesan main aman.


Berhasil di partai namun  namun belum berhasil di tingkat negara sebagai presiden menurut saya lebih disebabkan karena kesantunan SBY  berpolitik dalam koalisinya.  SBY terkesan sangat  hati hati dan hormat memperlakukan koalisi politiknya.   Bukan sebagai pertanda bahwa kapasitas politik dan kepemimpinan SBY hanya cocok untuk tingkat Partai.


Tentu harapan semua penduduk dan Rakyat Indonesia adalah agar keberhasilan keberhasilan politik SBY yang tercatat minimal sudah tiga kali dapat dipakai untuk meraih keberhasilan dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia yang usianya hanya sekitar  2  tahun lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 15–21 Juni 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025