Masih ingat film The Last Samurai yang dibintangi oleh Tom Cruise? Dalam film itu ada satu adegan yang menggambarkan sifat kesatria para Samurai. Saat seorang Samurai (Tom Cruise) bertanding dengan samurai lain, dia kalah tersandung dan jatuh. Tidak bisa berkutik lagi, dan siap untuk menerima tusukan kematian dari pedang lawannya.
Seorang Samurai yang sudah mengangkat pedangnya tinggi tinggi untuk menusuk tiba tiba mendengar perintah, “hentikan”. Si Samurai yang sudah tergeletak tak berdaya (Tom Cruise) yang siap menerima kehormatan dalam kematiannya akhirnya selamat. Pesannya, “tidak pantas membunuh orang yang sudah lemah”. Kesatria atau penguasa (polisi) itu bertugas melindungi (rakyat) yang lemah.
Benar melindungi yang lemah. Polisi adalah pelindung masyarakat, bukan penebar rasa takut dan ancaman. Bahkan kalau dilihat
Visi Polisi Republik Indonesia jelas jelas hal ini ditekankan :
Polri yang mampu menjadi pelindung Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.
Namun saat ini citra Polisi sangat tercoreng. Ini diakibatkan oleh perbuatan seorang anggotanya yang sungguh sangat menghina nilai kemanusiaan. Seorang prajuritnya yang bertugas di Brimob melakukan tindakan bejat menyodomi seorang anak kecil berusia 5 tahun. Bayangkan anak kecil berusia 5 tahun di sodomi oleh seorang dewasa, bertubuh tegap dan besar, yang dipanggilnya Om. Orang yang dikagumi, dipercaya, dibanggakan ternyata berbuat tindakan tidak senonoh terhadap seorang anak kecil, bayi, yang belum tahu apa apa.
Adakah masyarakat yang lebih lemah, lebih tidak berdaya dari anak kecil itu? Saya kira tidak ada. Anak kecil yang masih duduk di bangku Taman kanak kanak, belum tahu apa apa. Keinginannya hanya bermain, dan ketika berada dalam posisi yang sangat lemah dan datang bermain kerumah “ Om” nya itu, disitulah dia diancam dan disodomi. Pada saat seharusnya dia dilindungi, dijaga, dimotivasi, diberi inspirasi, dididik dan diajarkan karakter yang baik, didorong cita citanya ternyata diperlakukan seperti binatang.
Disodomi. Perlakuan yang tidak akan mungkin terlupakannya seumur hidupnya. Perlakuan yang dia terima bisa saja suatu saat menjadi benih bagi dirinya untuk juga mempunyai prilaku yang sama. Wah, kasihan sekali anak itu. Bayangkan kalau dia anak anda.
Orangtuanya sempat membawa sianak (F) untuk divisum. Di Rumah Sakit yang punya hubungan erat dengan Polri F dikatakan tidak mendapat kekerasan. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, hasil visumnya mengatakan bahwa dia sudah mendapat perlakuan tidak senonoh itu, bukan hanya sekali. Tapi sudah tiga kali.
Iba dan sangat prihatin sekali. Apalagi mendengar adanya ancaman yang yang diterima oleh kedua orang tua si korban. Mungkin karena pengaduannya dibelokkan menjadi pencemaran nama baik, akhirnya dia mendapat ancaman.
Rakyat lemah itu yang harusnya dilindungi, yang harusnya ditolong bahkan diselamatkan ternyata mendapat perlakuan jelek berlapis lapis. Anaknya disodomi, dia dia diancam, lalu dikucilkan pula dari tetangganya.
Momentum Untuk Polri Melakukan Perubahan.
Tentu saja berita ini menjadi berita nasional yang gemanya terus menjadi besar. Karena pelakunya adalah anggota Polisi. Dalam pemikiran kita pelakunya adalah Polisi. Pihak yang harus melindungi, pihak yang dipercaya dan ditugaskan oleh Negara melindungi dan menjaga masyarakatnya tetapi nyatanya menebar rasa tidak aman bagi masyarakat yang dijaganya.
Polisi yang dipimpin oleh Kapolri harus menganggap situasi ini serius. Sebab ini adalah tragedi kemanusiaan. Karena korbannya adalah anak kecil, dan pelakunya adalah orang dewasa yang gagah, yang seharusnya bertanggung jawab melindungi. Situasi ini bisa dan mungkin saja terjadi dimanapun diseluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu Kepala Polisi Jenderal Timur Pradopo tidak boleh lepas tangan, namun harus berjiwa besar untuka meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia.
Sekaligus dengan itu perlu ditinjau sistem pembinaan mental dalam kepolisian. Bagaimana sistem pembinaan mental dan nilai nilai agama/spiritual dalam organisasi polisi sehingga tidak mampu meredam nafsu sex yang dimiliki oleh anggotanya.
Perusahaan perusahaan swasta dan BUMN yang saya tahu memberikan pelatihan/pendidikan kepada karyawannya minimal 3 kali dalam setahun untuk menanamkan ketataan dan kejujuran dalam bekerja. Mereka sering digojlok melalui pelatihan outbound dan pelatihan pendalaman nilai nilai yang tujuannya menjadikan pekerja yang jujur, berintegritas dan profesional.
Polisi dan lembaga lembaga lain yang langsung berhubungan dengan masyarakat juga harus secara periodik dan konsisten melakukan pembinaan ini. Inilah yang kita pertanyakan dengan munculnya kasus seperti yang dilakukan Briptu E, yang menyodomi anak berusia 5 tahun di Ciracas Jakarta Timur.
Komentar