Seminggu terakhir ini ramai digugat soal kunjungan kerja Angota DPR keluar negeri. Dianggap tidak serius, karena lebih banyak jalan jalannya serta menghabiskan anggaran yang sangat besar. Kunjungan kerja yang terakhir anggota DPR adalah ke Denmark. Dikabarkan kunjungan kerja ini bertujuan untuk melakukan studi banding tentang Logo Palang Merah Indonesia yang segera akan diganti/disesuaikan berkaitan dengan akan lahirnya Undang Undang yang baru. Akan tetapi seorang warga Indonesia memergoki Anggota DPR saat berwisata di atas boat di sebuah canal di Copenhagen. Inilah yang menjadi biang keributan, karena bukan kunjungan kerja yang dianggap utama, tapi wisatanya dengan menghabiskan dana (uang rakyat) yang sangat besar sekitar Rp 1.300.000.000,.
Lalu Ketua DPR Marzuki Alie pun membela para anggota DPR yang berkunjung, karena wisata tersebut dilakukan setelah kunjungan kerja. “Wisata satu hari setelah kerja 4-5 hari kan biasa”, kata Marjuki Alie tanpa sedikitpun perasaan bersalah.
Anggota DPR Sedang Santai Dia Atas Boat di Salah Satu Canal di Copenhagen Denmark.
“Kunjungan kerja dengan biaya yang sangat besar namun aspek wisatanya yang lebih banyak”, ini salah satu gugatan yang disampaikan kepada DPR. Saya pribadi lebih menyoroti bukan dua aspek itu. Karena seperti pembelaan Marzuki Alie, memang ada benarnya juga. Yang lebih penting disorot kalau menurut saya adalah mekanisme pembelajaran yang dilakukan. Bagaimana caranya agar studi banding atau kunjungan kerja itu benar benar efektif. Saya kira adalah hal yang lebih substansial untuk disorot.
Jika penentuan bidang yang dipelajari, cara untuk mempelajari dan membandingkannya, dan selanjutnya mensintesa suatu hal yang baru untuk konteks Indonesia lebih diutamakan oleh Anggota DPR atau lembaga lain dalam melakukan studi banding maka tidak akan ada ribut ribut. Kalau ada biaya, dan ada aspek jalan jalannya yah itu sudah konskwensi dari studi banding ke negara yang lebih maju. Tidak mungkin dielakkan, dan tidak mungkin juga dihentikan. Karena semua manusia mempunyai dorongan untuk pergi ke tempat yang baru, yang lebih maju dan lebih modern.
Anggota DPR Inggrid Kansil.
Ada aspek positif dengan melakukan kunjungan kerja atau studi banding, dimana anggota DPR membutkikan diri terbuka dengan hal hal yang baru. Bersedia membuka pikiran dan mau menerima pembelajaran dari negara maju harus diutamakan saat melakukan kunjungan kerja. Kalau hal ini dipraktekkan anggota DPR setiap kali melakukan kunjungan kerja, saya yakin rakyat akan memahami dan menyetujuinya. Namun kalau pikiran tertutup, kunjungan kerja hanya alasan untuk bisa berjalan jalan ke luar negeri dengan dibiayai oleh Pemerintah yang menarik pajak dari rakyat, maka hal ini tentu naif sekali.
Pemilihan topik pembelajaran serta penentuan negara yang dijadikan untuk objek studi banding sebaiknya dipikirkan dengan cermat. Kalau bisa ditemukan subjek pembelajaran yang akan dilakukan dalam kunjungan kerja, dan dengan cepat diimplementasikan melalui keluarnya Undang Undang yang lebih mengutamakan kepentingan Rakyat, maka kunjungan kerja ini tentu direstui dan dibanggakan oleh rakyat meskipun anggarannya cukup besar dan jalan-jalannya tetap ada. Kedepan metode seperti inilah yang lebih kita harapkan dilakukan oleh anggota DPR.
Satu hal yang sangat mendesak dipelajari oleh DPR dengan melakukan kunjungan kerja adalah berkaitan dengan kehidupan beragama. Seperti kasus Sampang, mengapa itu terjadi di Indonesia mengapa di negara lain tidak terjadi. Tentukan ada negara yang mempunyai penduduk yang berlaliran Sunny dan Siah di dunia ini yang bisa hidup dengan damai. Mengapa mereka bisa damai? Apa yang mereka lakukan? Jika Anggota DPR dapat dengan tepat dan cepat mempelajarinya dan mampu membuat sintesa baru untuk dipakai mengatasi permasalahan di Indonesia, ini kan sangat bermanfaat dan positif?
Jemaat GKI Yasmin Bogor sedang beribadah di Tengah Jalan Raya
Demikian juga kasus Gereja Yasmin Bogor. Kalau anggota DPR melakukan kunjungan kerja ke suatu negara maju (di Eropah, Asia, Amerika) untuk menyelasikan kasus Yasmin dan segera hasil kunjungannya dikeluarkan dalam bentuk Undang Undang, tentu hal ini akan sangat membantu dalam percepatan penyelesaian kasus Yasmin. Kalau hal ini bisa dilakukan oleh DPR, dan hasilnya significant, maka DPR tidak akan digugat dan dikritik oleh Rakyat nya sendiri. Namun kalau yang dilakukan tetap hanya jalan jalan saja dengan memakai uang negara, ah aku kehabisan kata kata.
Komentar