Kepekatan dan kekelaman ada disekitar Gunung Sinabung. Menyembur dari inti bumi, menghadirkan ketakutan bagi yang penakut, dan kegembiraan bagi yang mengerti Rencana Tuhan. Sebab pemazmur dalam Mazmur 97 ayat 2 mengatakan dengan jelas sekali bahwa, bahwa Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia.
Lalu mengapa itu terjadi di Gunung Sinabung. Mengapa bukan di Gunung Yang Lain yang masih aktif? Apalagi kan Gunung ku ini masuk dalam Tipe B, yaitu Gunung yang terakhir meletus tahun 1600 an, dan selama lebih 400 tahun diam manis, dan mejadi saksi terhadap sejarah “Merga Silima”, menjadi inspirasi bagi seniman pencipta lagu, dan tempat ujian kelaki-lakian bagi para pelajar dan mahasiswa pendaki gunung?
Skema astrologi apa yang sedang terjadi, sehingga Gunung yang lembut ini tiba-tiba menggelorakan keperkasaannya. Menggagas tiga puluhan ribu pengungsi, menghadirkan segala tokoh, menjalin kerja sama Tutur siwaluh dan rakut sitelu yang 20 tahun terakhir ini seolah tercabik oleh pisau dan gunting kemunafikan. Mem broad casting kan Tanah Karo ke seluruh dunia, menjadi Head Line News pada media cetak dan elektronik. Memberi kesadaran bahwa di tengah lima Batak rupanya ada Batak Karo. Memberikan rasa rindu pulang kampung bagi para perantau, dan memberi semangat kepedulian bagi semua gereja.
Namun tetap ada yang tidak siap, sehingga masih juga mengekspresikan ke kanak-kanakan berbalutkan keegoisan diri. Masih kental mentalitas feodaliemenya. Karena “layar-layar e ia denga ka nagangisa “. Dan mereka inilah yang menghardik, mengekspresikan nada-nada tidak mempunyai harapan.
Para Pengungsi itupun, memang, sebentar mereka panik, lalu berlari, ada yang berteriak tapi tetap juga menyerukan nama Tuhan. Benar berseru kepada Tuhan. Sebab, TUHAN rupanya ada di kesadaran yang paling dalam orang Karo. Sebagian kecil kesadaran itu masih menuju kepada penguasa gunung sinabung. Mereka pikir itu adalah amarah arwah leluhur. Kasian mereka sebab mereka belum pernah menerima sms bahwa Tuhan Yesus adalah di atas segalanya. Arwah leluhur itu puun tunduk kepadaNya, dan gemetar mendengar namaNya.
Kita katakan pada penyembah “begu: itu salah sibahanndu e....” Sembah saja Tuhan kita, sebab sebenarnya Tuhan seperti kata pemazmur dan pasal 97 ayat 2 b, sedangk menegaskan Keadilan dan Hukumnya. Jika awan dan kekelaman adalah yang mengitari Tuhan, maka itu yang dinyatakan di Gunung Sinabung. KUASA Tuhan, keadilanNya, HukumNya ada di tengah Orang Karo, menjulang tinggi ke langit tak bertepi sejauh 2440 meter.
Komentar