Featured Post

Refleksi dari Acara Pisah Sambut Pendeta Runggun GBKP: Suatu Evaluasi Teologis dan Strategis

 

Pendahuluan

Acara pisah sambut pendeta di GBKP Runggun Graha Harapan pada hari Minggu, 14 September 2025, berlangsung dengan penuh sukacita. Panitia merancang acara tersebut sedemikian rupa sehingga setiap sektor PJJ dan kategorial tingkat runggun dapat menyampaikan kata perpisahan kepada Pdt. Erlikasna br. Purba MTh sekaligus menyambut pendeta baru Pdt Walden Masmur Ginting Munte MTh. Hampir semua sektor memberikan cenderamata sebagai bentuk apresiasi. Momen tersebut juga dipenuhi suasana kekeluargaan dengan dokumentasi foto bersama, yang kini menjadi ciri khas budaya digital jemaat.

Namun, di balik kemeriahan itu, muncul pertanyaan reflektif: Bagaimanakah ukuran keberhasilan pelayanan seorang pendeta selama lima tahun di satu runggun? Pertanyaan ini penting karena menyentuh inti dari pelayanan pastoral, yakni dampaknya terhadap pertumbuhan teologi dan spiritualitas jemaat.

 


Substansi: Ukuran Keberhasilan Pelayanan

Keberhasilan pelayanan seorang pendeta tidak cukup hanya dilihat dari banyaknya acara, pembangunan fisik, atau administrasi gereja yang rapi. Ukuran paling utama adalah adanya peningkatan dalam pemahaman teologi dan pendalaman spiritualitas jemaat (Bosch, 1991). Seorang pendeta, ketika pertama kali melayani sebuah runggun, perlu segera:

1. Membaca konteks jemaat – memetakan kondisi sosial, spiritual, dan budaya.

2. Menyusun capaian teologis dan spiritual – merumuskan arah pembinaan lima tahun ke depan.

3. Menetapkan indikator evaluasi – baik kuantitatif (misalnya partisipasi ibadah, jumlah PJJ aktif) maupun kualitatif (kedewasaan iman, kesediaan melayani, keintiman dengan Allah).

Dengan demikian, pelayanan tidak berjalan reaktif, tetapi visioner dan terukur (Barna, 1997).

 

Strategi Pelayanan Pendeta di Runggun

Agar pelayanan lima tahun memiliki arah yang jelas, diperlukan strategi yang terencana. Beberapa langkah strategis dan kontekstual dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data Kontekstual

Pendeta perlu melakukan assessment awal terhadap kondisi runggun. Hal ini meliputi:

Statistik kehadiran ibadah dan PJJ.

Tingkat keterlibatan kategorial (Sekolah Minggu, Mamre, Moria, Permata, Saitun).

Kegiatan pelayanan sosial dan kesaksian.

Langkah ini sesuai dengan prinsip contextual theology (Bevans, 2002), di mana pelayanan harus berbasis pada realitas jemaat.

2. Pemetaan Permasalahan Teologis

Setiap runggun memiliki isu khas: pemahaman Alkitab yang lemah, ritualisme tanpa penghayatan, atau konflik antar-jemaat. Pendeta perlu mengidentifikasi “weakest link” teologis untuk dijadikan prioritas pembinaan.

3. Pemetaan Spiritualitas Presbiter

Karena presbiter (pertua-diaken) adalah co-leader pendeta, maka kondisi spiritualitas mereka harus menjadi perhatian utama. Tingkat kehadiran dalam doa, kerelaan melayani, dan kesetiaan pada firman dapat menjadi indikator awal (Osmer, 2008).

4. Analisis Kekuatan dan Kelemahan Jemaat

Pendeta harus mengenali modal sosial dan modal spiritual jemaat: siapa pemimpin informal, potensi ekonomi, budaya gotong royong, serta praktik iman yang kuat.

5. Penyusunan Target dan Program Tahunan

Setelah pemetaan, pendeta dapat menyusun target bertahap:

Tahun 1: Observasi dan trust-building.

Tahun 2–3: Pembinaan intensif (teologi, PJJ, kategorial).

Tahun 4: Penguatan kepemimpinan jemaat.

Tahun 5: Evaluasi capaian dan regenerasi pelayanan.

6. Evaluasi Tahunan dan Laporan Akhir

Pelayanan yang tidak dievaluasi rawan kehilangan arah. Evaluasi harus mencakup aspek spiritual, teologis, liturgis, serta dampak sosial pelayanan jemaat.

 

Refleksi Teologis

Pelayanan seorang pendeta bukan hanya pekerjaan administratif atau rutinitas liturgis, melainkan panggilan transformatif. Yesus Kristus sendiri menekankan pada buah pelayanan (Yoh. 15:16). Dengan demikian, pelayanan di runggun seharusnya menghasilkan jemaat yang semakin:

Mengasihi Allah melalui ibadah dan doa.

Mengasihi sesama melalui diakonia dan solidaritas.

Menghidupi Injil dalam keseharian, termasuk di dunia kerja dan masyarakat.

 

Kesimpulan 

Keberhasilan seorang pendeta di runggun tidak diukur dari panjangnya masa pelayanan, banyaknya program, atau ramainya acara pisah sambut, melainkan dari seberapa jauh jemaat bertumbuh dalam iman, pengharapan, dan kasih.

Power Statement:

Seorang pendeta yang berhasil adalah ia yang mampu menolong jemaatnya semakin berakar dalam firman, semakin berbuah dalam pelayanan, dan semakin berkat bagi dunia.

 

Referensi

Barna, G. (1997). The Second Coming of the Church. Dallas: Word Publishing.

Bevans, S. (2002). Models of Contextual Theology. Maryknoll, NY: Orbis Books.

Bosch, D. J. (1991). Transforming Mission: Paradigm Shifts in Theology of Mission. Maryknoll, NY: Orbis Books.

Osmer, R. R. (2008). Practical Theology: An Introduction. Grand Rapids, MI: Eerdmans.

Tata Gereja GBKP (2025). Pedoman Pelayanan dan Tata Gereja GBKP. Kabanjahe: Moderamen GBKP.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025