Featured Post

Misteri Asal-Usul Suku Karo: Antara Jejak Gayo-Alas dan Dualisme Konsep 'Batak'

Gambar
  Oleh Analgin Ginting 1. Pengantar Perdebatan istilah *Batak* telah melahirkan dua arus besar dalam kajian antropologi dan sejarah etnis Sumatra Utara.  Pandangan pertama — diwakili oleh Prof. Payung Bangun — menyatakan bahwa Batak adalah satu rumpun besar dengan enam puak: Karo, Pakpak/Dairi, Simalungun, Toba, Angkola, dan Mandailing. Pandangan ini mengakui adanya kesamaan bahasa, adat, dan sistem sosial yang mengikat keenam puak tersebut sebagai satu kesatuan genealogis dan kultural.  Pandangan kedua — diwakili oleh Prof. Eron Damanik — menegaskan bahwa istilah *Batak* bukanlah endonim (sebutan dari dalam), melainkan *exonym* (sebutan dari luar) yang diberikan oleh suku Melayu pesisir terhadap masyarakat pegunungan yang masih memegang kepercayaan animistik (pagan). Pandangan ini kemudian diperkuat oleh kolonial Belanda yang memakai label *Batak* sebagai kategori administratif dan etnografis untuk mengatur penduduk pedalaman Sumatra. (Perret, 2010). Artikel ini menganal...

Catatan Tambahan PJJ 14 – 20 September 2025

 Thema

Perhatikan dan Patuhi Undang-Undang Tuhan

(Perdiateken Ras Patuhi Undang-Undang Tuhan)

Nas : Yosua 1:7–9

Hanya, kuatkan dan teguhkanlah hatimu dengan sungguh-sungguh, bertindaklah hati-hati sesuai dengan seluruh hukum yang telah diperintahkan kepadamu oleh hamba-Ku Musa; janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, supaya engkau beruntung, ke mana pun engkau pergi.

Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.

Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.



Pengantar

Kitab Yosua menggambarkan transisi besar bangsa Israel dari masa pengembaraan di padang gurun menuju tanah perjanjian. Perintah Allah kepada Yosua bukan sekadar strategi militer, tetapi fondasi rohani: ketaatan mutlak kepada hukum Tuhan. Dalam konteks modern, ayat ini menegaskan bahwa keberhasilan sejati tidak semata-mata ditentukan oleh kekuatan, kecerdikan, atau modal ekonomi, melainkan oleh kesetiaan pada firman Tuhan.

Fakta

1. Situasi Israel: Bangsa Israel menghadapi tantangan besar: musuh yang kuat, wilayah asing, dan godaan penyembahan berhala dari bangsa sekitarnya.

2. Sumber kekuatan Yosua: Tuhan menekankan bukan pada senjata atau strategi perang, tetapi pada keberanian dan ketaatan pada hukum Taurat.

3. Kunci keberhasilan: Firman Tuhan harus diperhatikan, diperkatakan, dan direnungkan siang dan malam.

4. Konteks sekarang: Dunia modern penuh dengan krisis moral—korupsi, kesenjangan ekonomi, konflik sosial, hingga degradasi lingkungan. Semua ini menguji kesetiaan umat untuk tetap hidup dalam kebenaran firman Tuhan.

Arti dan Makna Teologis

Ada banyak sekali godaan di dalam kehidupan ini yang dapat membuat umat Tuhan seseorang menyimpang dan melupakan kepatuhannya kepada Ajaran Tuhan. Menurut Yosua, hanya orang yang kuat, tegar, taft dan sungguh sungguh yang tetap bisa bertahan, dan tergelincir.

Hanya orang yang tidak pernah lupa memperkatakan Taurat, dan yang mau merenungkannya siang dan malam yang dapat bertindak hati-hati dan alert di dalam keseharian hidupnya, mereka akan sukses dan beruntung di dalam hidupnya.

Sekalipun banyak sekali situasi yang membuat hati miris dan semangat tawar, serta keinginan mencari jalan pintas membesar, namun disitulah Tuhan akan hadir serta menyertai (kaum Israel) semua orang yang taat kepadanya kemanapun dia pergi.

Implementasi

Dalam kehidupan pribadi: Membiasakan membaca dan merenungkan firman setiap hari, bukan sekadar ritual, tetapi sumber kekuatan menghadapi godaan. Menolak jalan pintas yang melawan etika Kristen, meski tampak menguntungkan.

Dalam keluarga: Orang tua menanamkan firman Tuhan kepada anak-anak, mengajarkan nilai integritas dan disiplin rohani. Keluarga menjadi tempat pertama menghidupi hukum Tuhan.

Dalam masyarakat: Umat Kristen terpanggil menjadi teladan kejujuran di tengah maraknya korupsi. Berpartisipasi aktif dalam perjuangan sosial: menegakkan keadilan bagi buruh, menolak kekerasan, serta peduli pada korban bencana.

Dalam gereja: Pelayanan bukan sekadar ritual, tetapi bentuk nyata ketaatan kepada firman. Program gereja diarahkan untuk memperkuat spiritualitas jemaat dalam menghadapi realitas global.

Kesimpulan

Keberhasilan menurut Alkitab tidak diukur dari seberapa besar kekuasaan atau kekayaan, tetapi dari kesetiaan pada firman Tuhan. Seperti Yosua yang diperintahkan untuk kuat, tegar, dan taat, demikian juga umat Tuhan masa kini dipanggil untuk menjadikan hukum Tuhan sebagai pusat hidup, agar hidupnya beruntung dan berhasil menurut ukuran ilahi.

Power Statement

“Keberhasilan sejati lahir dari ketaatan penuh pada firman Tuhan; kekuatan dan keberanian kita hanya sempurna bila berakar dalam hukum Tuhan yang hidup.”

Referensi

Brueggemann, Walter. The Land: Place as Gift, Promise, and Challenge in Biblical Faith. Minneapolis: Fortress Press, 2002.

Wright, Christopher J. H. Old Testament Ethics for the People of God. Downers Grove: IVP Academic, 2004.

Calvin, John. Commentaries on the Book of Joshua. Grand Rapids: Eerdmans, 1949.

Childs, Brevard S. Introduction to the Old Testament as Scripture. Philadelphia: Fortress Press, 1979.

Brown, Raymond. The Message of Numbers and Joshua. Leicester: IVP, 1997.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025