Featured Post

Wartawan dan Assessor

Gambar
Membedakan Investigative Reporting dan Assessment Reporting: Antara Negative Thinking dan Positive Thinking Pendahuluan Dalam dunia profesional, baik jurnalisme maupun asesmen memiliki peran penting dalam membentuk opini publik dan pengambilan keputusan. Namun, investigative reporting (pelaporan investigatif) dan assessment reporting (pelaporan asesmen) berbeda secara mendasar dalam pendekatan, tujuan, dan paradigma berpikir yang digunakan oleh para pelakunya. Artikel ini mengulas perbedaan keduanya dengan menekankan pada orientasi berpikir — negatif versus positif — yang melandasi masing-masing praktik profesional. 1. Investigative Reporting: Mencari Fakta di Balik Fakta Investigative reporting adalah bentuk jurnalisme mendalam yang berupaya mengungkap hal-hal tersembunyi di balik peristiwa atau kebijakan publik. Ia dilakukan oleh wartawan profesional yang memiliki kompetensi dalam pengumpulan data, wawancara kritis, verifikasi, dan penulisan dengan standar etika jurnalistik tinggi (d...

Catatan Tambahan PJJ 28 Sep - 4 Oktober 2025

Ramah, Lembut dan Pengasih (Melias Dingen Mesayang)

Nas: Efesus 4:31–32

“Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”


 

Pendahuluan

Surat Efesus menegaskan bahwa hidup baru dalam Kristus harus tercermin dalam sikap dan karakter jemaat. Rasul Paulus tidak hanya mengingatkan soal teologi keselamatan, tetapi juga mengarahkan pada etika kehidupan sehari-hari: bagaimana jemaat hidup rukun, penuh kasih, dan mencerminkan pengampunan Kristus.

Dalam konteks gereja masa kini, termasuk GBKP, pesan ini sangat relevan. Di tengah dunia yang penuh ketegangan, berita palsu, dan pertikaian, jemaat Kristus dipanggil menghadirkan wajah yang ramah, lembut, dan penuh kasih sebagai wujud nyata Injil.

Fakta

  1. Jemaat Efesus hidup di tengah kota besar yang plural, diwarnai persaingan dan konflik sosial.
  2. Paulus menegaskan bahwa segala bentuk kepahitan, amarah, pertikaian, dan fitnah harus dibuang dari kehidupan jemaat.
  3. Sebaliknya, jemaat dipanggil untuk hidup dalam keramahan, kelembutan, kasih, dan pengampunan.
  4. Dasar dari semua itu adalah teladan Kristus yang telah lebih dulu mengampuni umat-Nya.

Arti dan Makna Teologis

  1. Ada kalanya hal hal yang sangat negatif terjadi dalam pemikiran dan perasaan manusia. Tuhan bukannya tidak tahu itu, tapi Dia memang mengijinkan terjadi dalam diri manusia untuk kegunaan tertentu dalam hidup.
  2. Tuhan melalui rasul Paulus menyatakan dengan tegas supaya impulse impulse negatif sekalipun muncul secara wajar, seperti kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang diantara jemaat di Efesus, maupun jemaat saat ini karena, hal tersebut bisa membuat hubungan dengan Tuhan rusak, dan hubungan antar manusia menjadi renggang, sehingga dampak kerugiannya bisa lebih besar. Menurut kajian ilmiah, sifat sifat seperti diatas muncul dalam diri manusia, tapi tidak akan bertahan lama. Usia kemarahan dan perasaan perasaan negatif hanya berkisar 8 – 12 jam, itulah sebabnya Tuhan Yesus pernah berkata, jangan simpan amarahmu sampai matahari terbenam.
  3. Yang perlu dipertahankan adalah keramahan, penuh kasih mesra dan mengampuni. Perasaan negatif tadi muncul sebagai pendorong untuk melakukan tindakan tindakan yang sudah dicontohkan Tuhan Yesus Kristus, yang Maha Agung dan Maha Pengasih. “Jika rasa marah muncul, tunjukkan lah dengan keramahan dan kasih sayang.

Implementasi / Penerapan

  1. Dalam kehidupan jemaat – Saling menghargai dan menjaga perkataan agar tidak melukai sesama. Fitnah, gosip, dan kemarahan harus ditinggalkan.
  2. Dalam keluarga – Anggota keluarga belajar saling menerima dan mengampuni, tidak membiarkan kemarahan berlarut hingga memutus relasi kasih.
  3. Dalam pelayanan gereja – Presbiter, pendeta, dan jemaat melayani dengan kerendahan hati, ramah, dan penuh kasih. Konflik pelayanan harus diselesaikan dengan semangat pengampunan.
  4. Dalam masyarakat – Jemaat GBKP menjadi teladan dalam bersikap ramah dan lembut, sehingga kehadirannya membawa damai di tengah lingkungan sosial yang plural.
  5. Dalam diri pribadi – Belajar mengendalikan diri, membuang kepahitan, dan memupuk hati yang penuh kasih.

Kesimpulan

Hidup baru dalam Kristus berarti membuang segala hal negatif yang merusak relasi dengan Allah dan sesama. Sebaliknya, jemaat dipanggil hidup ramah, lembut, dan penuh kasih, meneladani Kristus yang telah mengampuni kita. Gereja yang ramah dan penuh kasih akan menjadi berkat, bukan hanya bagi jemaat sendiri, tetapi juga bagi bangsa.

Power Statement

“Ketika jemaat GBKP hidup ramah, lembut, dan pengasih, maka dunia akan melihat wajah Kristus melalui kita.”

Referensi

  • Barth, Markus. Ephesians 4–6. New York: Doubleday, 1974.
  • Wright, N.T. Paul for Everyone: The Prison Letters. London: SPCK, 2002.
  • Stott, John. The Message of Ephesians. Leicester: IVP, 1979.
  • Simanjuntak, Benny. Etika Kristen Kontekstual di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025