Ada yang hilang dari Bumi Turang, Tanah Karo
Simalem. Sesuatu yang sangat penting,
sesuatu yang nilainya tak terhingga.
Hilang karena kita semua tidak sadar, hilang karena fokus kita yang
salah, hilang karena kita tidak punya keberanian dan hanya asyik untuk mendiskusikan
hal hal jangka pendek. Hilang bersama
maraknya judi dan narkoba, hilang karena tertambatnya pikiran kita dalam memenuhi
egoisme kita, hilang karena kita tak
pernah becus memerangi korupsi. Juga
ikut hilang karena kepura-puraan kita. Tanah
Karo bukan lagi menjadi tempat yang nyaman dan kondusif untuk melahirkan
generasi generas terhebat Kalak Karo.
Generasi apa yang akan lahir 10 sampai 20 tahun lagi
kalau mereka hanya melihat bisnis narkoba dan rentetan orang teler di pagi hari
dan siang hari, pada saat semua orang
seharusnya bekerja keras, bekerja cerdas mengisi kehidupan?
Generasi apa yang akan lahir 10 sampai 20 tahun lagi,
kalau setiap saat hanya judi dan togel yang diulas, pada saat para orang tua
itu seharusnya bercengkerama dengan anak anaknya sambil mengerjakan PR atau
tugas tugas sekolahnya?
Generasi apa yang akan muncul 10 sampai 20 tahun lagi
kalau hanya masalah korupsi, suap, KKN, Silpa yang berjubel yang beritanya muncul
dalam media media yang mereka baca. Saat
fasilitas fasilitas pendidikan seharusnya
ditingkatkan secara eksponensial, eh yang mereka dengar adalah ketakutan
ketakutan yang muncul dalam diri para pejabat tertinggi dan tinggi di kabupaten
mereka. Bukankah dalam benak mereka akan
tersimpan strategy “cari aman”.
Padahal dulu,
katakanlah sampai tahun 90 an akhir, atau 2000 an awal, selalu muncul “petarung petarung”; negosiator, militer, teknisi, politisi hebat,
budayawan, penulis bahkan diplomat dan peneliti
dari Tanah Karo. Mereka
menyadari dalam titik paling sembunyi
hati sanubarinya bahwa , kehebatan mereka belum sempurna ketika
mereka belum memikirkan dan melakukan sesuatu untuk Kuta Kemulihennya, untuk
Tanah Karo Simalem. Saya pernah
mendengar para orang tua berkata, sukses
ndu e anakku emekap kesangapen man Kalak
Karo ras pe Taneh Karo Si Malem enda.
Bergetar hatiku mendengar statement itu. Sekarang,
masih berani kah kita menjamin ada kerinduan dalam hati untuk membangun Tanah
Karo dalam diri anak anak millennial kita?
Masih bisakah kita berharap, bahwa suatu saat generasi
generasi Muda karo, yang berusia Millenial Gen Y, Gen Z dan Gen Gen selanjutnya untuk mempunyai passion membangun Tanah Karo ? Aku
seh sangsi na teman, kam uga? Sebab
dalam usia pembelajaran dan pertumbuhannya, mereka hanya menyaksikan Tanah karo
yang rontang, kotor, kumuh, tua, jadul, tidak ada perhatian, budaya pura
pura, peminpin yang tidak becus, program
yang asal asalan , lalu lintas yang macet berjam jam, praktek praktek hidup
yang semuanya memenuhi ego duniawi saja.
Dan semua yang mereka lihat dan dengar
akan terekam dan tersimpan sangat kuat dalam mindset cerdas mereka.
Tanah Karo diterima atau tidak, disadari atau tidak
telah lalai dalam mempersiapkan generasi mudanya menjadi Generasi Karo Super.
Apa Itu
Generasi Karo Super.
Tidak perlu muluk muluk, menurutku Generasi Karo Super
itu cukup mempunyai 3 karakter atau 3 kriteria saja 1. Percaya Diri Berbasis
Keahlian 2. Beriman dan terdorong untuk berbagi dengan
Suku Karo dan Orang lain 3. Mencintai dan Menjalankan adat dan budaya karo
dalam hidupnya.
Nah situasi Tanah Karo dan situasi dimanapun orang
Karo itu berada tidak lagi kondusif untuk membangun ketiga kriteria
tersebut. Tanah Karo Simalem
seharusnya adalah tempat para generasi muda kita menanamkan keadaran dan
kecintaannya terhadap Budaya Karo. Namun
yang mereka lihat selama ini sebaliknya, kinisimbisaan
tidak lagi terlihat dalam praktek hidup sehari hari. Kinihamatan
yang tulus dan kolaborasi yang produktif tidak lagi diajarkan oleh budaya yang
dilakonkan dengan penuh kepura puraan.
Seharusnya pelajaran Budaya Karo diserap anak anak kita, ketika mereka
melihat contoh contoh praktek budaya dalam kerja
tahun, dalam pesta perjabun,
dalam acara kematian, dalam
percakapan di kede kopi, dalam pergaulan pergaulan yang mereka lakukan saat
mengisi jiwa muda dan pencarian jadi diri.
Saya tidak percaya bahwa Budaya Karo bisa mereka
pelajari kalau bukan di Tanah Karo. Anak
anak muda Karo bisa dibedakan mana yang besar di Tanah Karo dan mana yang besar
di luar Tanah Karo hanya dengan melihat bagaimana mereka berinteraksi sesama
mereka. Sekarang jujur, sudah tidak bisa
kita bedakan.
Iman seseorang
ya tumbuh di keluarga. Pendidikan Iman
paling bagus dan paling efektif adalah keluarga. Bagaimana dengan keluarga keluarga yang ada di
Tanah Karo , apakah mereka sadar dan kuat dalam menumbuhkan iman anak
anaknya? Kalau pun iya saya kira tinggal
30 % atau kurang, keluarga di Tanah Karo
serius dalam menumbuhkan iman untuk anak
anak millenialnya.
Saya lebih yakin bahwa dalam urusan iman keluarga Karo
perantau lebih serius menjalankan atau menerapkannya karena memang sering
sekali dalam kehidupan para perantau Karo di luar Tanah Karo, mem-pasrahkan
hidupnya kepada Tuhan. Pada saat saat
ada rintangan dan kesulitan dalam hidup banyak keluarga yang menyerahkan
persoalannya kepada Tuhan dalam doa doa dan ibadah keluarga.
Apa Yang
Harus Dilakukan Ke Depan
Jika kita ingin melahirkan Generasi Karo Super dengan
ciri ciri sangat percaya diri karena punya keahlian dan kehandalan, beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan dan suka berbagi dan member, serta mencintai dan
menerapkan Budaya Karo dalam hidupnya, maka kita harus mau berani bekerja
keras.
Tantangan kolektif kita adalah , bagaimana melahirkan
generasi baru yang prestasi dan iman serta budaya nya seperti Jenderal Jamin
Gintings, Semyon Sinulingga, Selamat Ginting, Semyon Ginting, K Pri Bangun , TM
Meliala dll
Dalam diri anak anak muda Karo yang punya prestasi
hebat, seperti Tanta Ginting, Badikenita Br Karo, Mahar Artanta S Berahmana, Gideon Wijaya Ketaren, DR
Julbintor Kembaren, Nico Suranta Ginting PhD terus terang saya meragukan
persepsi Budaya Karo mereka, walaupun prestasi akademis dan keahliannya sangat
luar biasa, bahkan belum pernah dialami oleh generasi Karo sebelumnya. Mengapa ? Saya menduga karena interaksi
mereka dengan budaya Karo sangat minim.
Dalam diri Generasi Karo Super ke depan ini harus ada perpaduan karakter antara Selamat Ginting
dengan Julbintor S Kembaren, atau
seperti Semyon Sinulingga dengan Nico Suranta Ginting PhD, atau seperti Mahar Artanta
Sembiring Dan Pt Matius Purba (guru dan tokoh budaya Karo di Jakarta). Hebat dan sangat ahli dalam bidangnya, ditambah dengan rasa cinta dan bangga nya
akan budaya Karo.
1.
Untuk melahirkan Generasi Karo super itu
setiap keluarga berusaha lah untuk memilih sekolah dan Universitas terhebat dan
sesuai dengan bakat atau minat anak anaknya.
Sudah tdak jamannya lagi orang tua memaksakan keinginannya untuk bidang
pendidikan anak anaknya. Untuk para
perantau Karo, hal ini kemungkian besar
akan dilakukan. Namun untuk keluarga
keluarga di Tanah Karo, maka Pemeritah
Daerah perlu sekali mendukung program ini dengan memberikan bantuan penyuluhan
dan juga dukungan dalam beasiswa.
Program yang sudah dilakukan KBK ITB /Alumni Karo ITB dan sebelumnya
Alumni UI dalam Saniogarih sangat membantu secara substantif dalam meningkatkan
jumlah anak anak SMA Tanah Karo masuk ke Perguruan Tinggi Ternama. Apa yang sudah dimulai ini hendaknya jangan
lagi kendor dan Pemkab Karo sebaiknya mengupayakan program program lanjutan.
2.
Bagaimana meningkatkan Iman dan Taqwa
Generasi Muda Karo kepa Tuhan Yang Maha Esa.
Keluarga harus menyadari bahwa iman itu adalah produk pendidikan di
Keluarga. GBKP sebenarnya sudah
mengupayakan pertubuhan iman anak anak dengan mengatur pokok pokok bahasan di
tengah keluarga melalui PJJ, PA Mamre, PA Moria bahkan dengan PA Permata dan
pengajaran dalam usia anak dan Remaja melalui kebaktian Anak dan Remaja .
Beriman kepada Tuhan akan diikuti prilaku dan kebiasaan suka memberri dan
berbagi.
3.
Melahirkan Mindset Budaya Karo harus dilakukan dengan merancang interaksi
budaya dengan para generasi millennial Karo.
Seharusnya di Tanah Karo dan Medan atau
Siantar hal ini tidak sulit, sebab perhelatan budaya itu setiap saat
ada. Tinggal bagaimana semua pihak
berfikir dan merancang upaya untuk membuat perhelatan budaya ini menarik minat
generasi muda. Sedangkan di kota kota
lain yang jauh dari Medan dan Tanah Karo, sudah saat nya memikirkan untuk
mendirikan pusat pusat pengajaran Budaya karo melalui asrama asrama mahasiswa
Karo yang dibangun, Asrama asrama yang
dbangun di pusat pusat studi mahasswa Karo dimaksimalkan dengan menampilkan
aktivitas budaya yang kreatif dan menarik bagi generasi Muda Karo tersebut.
Hasilnya memang 10 atau 20 tahun lagi. Oleh sebab itu perlu sekali dilakukan dari
sekarang. Seperti Kata Mao Tse Tung,
bahwa 1000 langkah itu harus dimulai dari 1 langkah pertama.
Generasi Karo Super adalah kebutuhan kita bersama,
seharusnya menjadi obesesi kita semua.
Tanah karo harus kita tata kembali sehingga menjadi tempat terbaik untuk
melahirkan Generasi Karo Super, demikian juga tempat tempat perantauan Kalak
Karo, harus memupunyai tempat atau Pusat Kecerdasan dan Budaya Karo. Ise si rutang pusuh e mbenai sa. Gelah
meriah ukur mbenai sa, talkupken lebe onggal onggal ena radu ras secangkir kopi
pait na.
Komentar