Featured Post

Catatan Khotbah Minggu 12 Mei 2024

Gambar
 Minggu Eksaudi : Begiken Min O Jahwe Warna Mbentar Invocatio          :  “(Pilipi 3 : 16)” Ogen                     :  Perbahanen Rasul Rasul 1 : 1 - 5  (Tunggal )     Khotbah            :  Masmur 31 : 1 – 5      (Responsoria )     Thema                 :  Pemindon Lako Iampang-ampangi Tuhan              Khotbah : Masmur 31 : 1 – 5     Masmur Daud. Ku Kam aku cicio o TUHAN ula pelepas aku kemalun. Kam kap Dibata si bujur, mindo aku, maka IkeliniNdu aku. Begiken min pertotonku pedas min Kam reh mulahi aku. Jadi min Kam deleng batu inganku cicio, kubungku si nteguh inganku terkawal. Kam kap ingan cebuni dingen bentengku, tegu-tegu dingen babai aku erkiteken GelarNdu. Tegu-tegu aku maka ula aku kena siding itogeng kalak man bangku. Ampang-ampangi aku maka ula aku kena cilaka. Pembukaan   Syalomm mejuah juah senina ras turang, Kidekah nggeluh manusia ibas doni enda, lit lalap perbeben.  Lit nge lalap kiniseran, kiniseraan si mengancam keselamatan ta.  Tapi lit ka nge jalan keluar,

MEMPERTIMBANGKAN KEBERADAAN MILENIAL (2)

 SupremeLearning Kolom  

MEMPERTIMBANGKAN KEBERADAAN MILENIAL

DALAM PERENCANAAN SDM:
STUDI KASUS PERUSAHAAN PERKEBUNAN SAWIT INDONESIA

Dr. Nopriadi Saputra, ST, MM


Profil Generasi Milenial di Indonesia

 Berdasarkan informasi dari Kemen PPPA (2018), milenial Indonesia adalah penduduk Indonesia yang dilahirkan antara tahun 1980 – 2000, sehingga pada tahun 2020 mereka sudah berusia 20 tahun sampai 40 tahun. Sebuah rentang usia yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Mengacu pada Susenas 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 %. Hal itu berarti proporsi milenial lebih besar dari pada proporsi generasi lainnya, apakah Gen-X (25,74 %), Baby Boomer (11,27%) maupun Gen-Z (29,23 %).

Bila ditelaah menurut daerah domisilinya, milenial lebih banyak menetap di perkotaan daripada di  daerah perdesaan. Ada sekitar 55 persen milenial yang tinggal di daerah perkotaan. Hal ini mengikuti pergeseran demografik penduduk Indonesia pada umumnya yang berubah dari masyarakat rural menuju masyarakat urban. Ada pun ciri khas dari milenial urban adalah percaya diri tinggi (confidence), berani tampil beda (creative), dan senantias terhubung dengan jejaring sosial (connected). Ada pun komposisi gender antara milenial pria dan wanita cenderung berimbang (Kemen PPPA, 2018).

Milenial Indonesia paling banyak berada di  sepuluh proponsi, yaitu:  Jawa Barat (16,5 juta jiwa), Jawa Timur  (12,3 juta), Jawa Tengah (10,6 juta jiwa), Sumatra Utara (4,8 juta jiwa), Banten (4,6 juta jiwa) , DKI Jaya (3,8 juta jiwa), Sulawesi Selatan (2,9 juta jiwa), Sumatra Selatan (2,8 juta jiwa), Lampung (2,7 juta jiwa) dan Riau (2,4 juta jiwa). Sementara di 24 propinsi lainya populasi milenial kurang dari dua juta jiwa (Kemen PPPA, 2018).

Sumber Photo : https://medium.com/

Bagi milenial Indonesia, pernikahan merupakan konsep yang krusial. Mereka lebih selektif dalam memilih pasangan hidup dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka lebih dan mementingkan kemapanan finansial sebelum memutuskan untuk menikah. MIlenial Indonesia yang telah menikah tenyata sebagian besar adalah perempuan (63,97%) dan laki-laki sebagian besar masih melajang (53,60%). Ada pun rata-rata umur perkawinan pertama milenial Indonesia wanita lebih muda yaitu pada usia 20-21 tahun, sedangkan pada pria pada usia 23-24 tahun (Kemen PPPA, 2018).

Berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kesehatan; milenial Indonesia memiliki rata-rata lama sekolah (10,04 tahun), angka melek huruf (99,39%), angka kesakitan (8,69%) dan rata-rata lama sakit dalam sebulan (4,74 hari) yang lebih baik dari pada Gen-X maupun Baby Boomer dan Veteran. Ada pun Gen-X memiliki rata-rata lama sekolah hanya 8,07 tahun; angka melek huruf 96,44%; angka kesakita 14,21%; dan rata-rata lama sakit sebulan 5,96 hari.  Begitu pula generasi Baby Boomer dan Veteran Indonesia mencatatkan indikator rata-rata lama sekolah (4,95 tahun), angka melek huruf (80,81%), angka kesakitan (25,455%) dan rata-rata lama sakit dalam sebulan (8,30 hari) yang lebih rendah daripada Gen-X apalagi Milenial. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam hal pendidikan dan kesehatan, milenial Indonesia adalah paling baik kondisinya saat ini (Kemen PPPA, 2018).

Terkait dengan penggunaan teknologi, milenial Indonesia yang bergender pria lebih intensif menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-hari daripada milenial Indonesia yang bergender wanita. Hal ini tergambarkan oleh persentasi penggunaan telepon seluler, komputer dan akses internet. Milenial Indonsia bergender pria menggunakan telepon seluler 93,39%, menggunakan komputer 30.21%, dan mengakses internet 59,32%. Sementara itu, bila ditelusuri berdasarkan propinsi, maka milenial Indonesia yang mengakses internet terbanyak berada di DKI Jakarta (85,49%) dan Kepulauan Riau (80,73%); sedangkan yang terendah di Papua (27,64%) dan Maluku Utara (33,61%). Sebagian besar milenial Indonesia memilih rumah sendiri (92,07%), bukan rumah sendiri (31,16%), tempat kerja (30,42%), dan tempat umum gratis (23,59%) sebagai lokasi mengakses internet. Ada pun keperluan dari mengakses internet, milenial Indonesia menggunakan untuk jejaring sosial (83,32%), mencari informasi (68,01%) dan hiburan (46,81%).

Persentasi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja Indonesia atau TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) dari milenial Indonesia sebesar 67,24%. Hal menunjukkan bahwa dua dari tiga milenial Indonesia merupakan angkatan kerja.  Sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan merupakan tiga lapangan kerja yang paling banyak menyerap angkatan kerja Indonesia.  Baby Boom dan Veteran Indonesia paling banyak bekerja pada sektor pertanian (52,17%), kemudian diikuti Gen-X (30,80 %), dan barulah milenial (21,95 %). Milenial Indonesia paling banyak bekerja di sektor perdagangan dan industri, daripada Gen-X, Baby Boom maupun Veteran (Kemen PPPA, 2018).

Angkatan kerja Indonesia yang bekerja di sektor petanian, kehutanan, dan perikanan mengalami penurunan secara generasional. Seperti halnya tertera pada Gambar 2, generasi Baby Boomer dan Veteran sekitar 43,57% yang bekerja pada sektor petanian, kehutanan dan perikanam. Namun porsinya menurun drastis menjadi hanya 23,61% pada generasi selanjutnya yaitu Gen-X dan terus menurun lagi pada generasi selanjutnya menjadi 16,04 pada generasi milenial. Hal ini mengindikasikan terjadinya pergesaran minat bekerja secara jangka panjang. Dalam jangka pendek, fenoma pergeseran minat bekerja tersebut diperkuat dengan data tahun 2015-2017(Kemen PPPA, 2018). Milenial Indonesia yang bekerja pada sektor pengelolaan alam seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan menunjukkan tren yang terus menurun. Sementara itu, milenial Indonesia yang bekerja pada sektor perdagangan dan industri terus meningkat. Hal ini mengindikasikan terjadinya brain-drain di sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dengan demikian, perencanaan SDM pada sektor tersebut mendapatkan tantangan yang serius sehingga mau tidak mau harus memperhatikan keberadaan dari generasi milenial.

.

Gambar 2 – Sebaran Tenaga Kerja Indonesia berdasarkan Generasi

Studi Kasus Perencanaan SDM di Perusahaan Perkebunan Sawit

 

Salah satu tujuan utama dari perencanaan SDM adalah untuk memastikan ketersediaan SDM baik dalam hal jumlah dan mutu yang dapat memenuhi kebutuhan organisasi untuk menjalankan aktivitas bisnisnya di masa mendatang. Seperti telah dibahas pada bagian terdahulu; sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tengah menghadapi fenome brain drain. Demikian pula halnya dengan perusahaan perkebunan sawit yang berada dalam sub-sektor perkebunan dari  sektor pertanian. Brain drain pada perusahaan perkebunan sawit merupakan hal yang krusial. Mengapa demikian? Karena berapa alasan berikut.

Pertama, industri perkebunan sawit menghasilkan minyak sawit atau crude palm oil (CPO)  yang merupakan produk andalan ekspor Indonesia. Ekspor CPO mendatang pendapat pajak dan devisa signifikan bagi perekonomian  petani, pemerintah daerah, dan negara. Kedua, terjadi kelangkaan talenta (talent shortage) di industri perkebunan sawit. Telah  terjadinya penurunan minat generasi muda untuk berkuliah di fakultas pertanian (Manuwoto, Gunawan, & Firdaus, 2010). Pada rentang 2005-2006  saja ada  sekitar 40 fakultas pertanian  dari 60 fakultas pertanian di seluruh Indonesia tutup karena ketiadaan peminat (Saputra, 2011).

Ketiga, terjadi perebutan talenta (talent war) di industri perkebunan sawit. Pesatnya pertambahan anggota GAPKI merupakan indikator pesatnya pertambahan jumlah perusahaan atau pemain yang berusaha sekaligus bersaing di industri minyak sawit Indonesia, Pertambahan rata-rata 18 perusahaan per tahun (Saputra, 2016a). Sementara itu pasokan tenaga ahli dari fakultas pertanian mengalami penurunan, sehingga terjadi perebutan talenta manajerial  dan professional pada industri perkebunan sawit Indonesia (Saputra, 2016b).

Keempat, telah muncul dan bertumbuhnya generasi milenial di industri perkebunan sawit Indonesia.   Generasi ini yang lebih menyukai kegiatan di dalam ruangan (in-door activity) daripada menjalankan kegiatan di luar ruangan (out-door activity). Padahal kegiatan utama dari industri perkebunan sawit berada di luar ruangan dengan kondisi yang penuh tantangan alam maupun social (Saragih, 2015). Hal tersebut menyebabkan generasi milenial memilik keterlekata kerja (work engagement) yang lebih rendah daripada generasi sebelumnya. Dengan demikian, perusahaan perkebunan sawit menghadapi tantangan yang tidak mudah dalam perencanaan SDM. Di samping kesulitan untuk mendapatkan jumlah SDM yang memadai untuk memenuhi kebutuhan ekspansi bisnis perkebunan, perusahaan perkebunan sawit juga mengalami kesulitan untuk mempertahankan SDM tersebut untuk tetap terikat (engaged) dengan perusahaan dalam jangka panjang. Dengan kata lain, perusahaan perkebunan sawit Indonesia dapat saja menanam pohon sawit yang berusia produktif sampai 30 tahun, tetapi belum tentu dapat meretensi SDM profesional dan manajerial untuk merawat pohon sawit tersebut (Saragih, 2005).

Oleh karena itu maka dalam pengelolaan SDM di perkebunan sawit; perusahaan dituntut tidak hanya efektif untuk mendapatkan SDM yang dibutuhkan, tetapi juga harus dapat mempertahankan SDM tersebut  bekerja optimal dalam kurun waktu panjang. Untuk dapat “menarik” dan “mempertahankan” generasi milenial bekerja di perusahaan perkebunan sawit; maka dalam perencanaan SDM perusahaan harus dapat menjawab empat pertanyaan berikut: (1) apa saja karakteristik milenial di industri perkebunan sawit? (2) apa saja karakteristik pekerjaan di industri perkebunan sawit? (3) apa saja karakteristik milenial yang paling penting untuk mendapatkan perhatian? (4) apa perlakuan yang direkomendasikan terhadap milenial?

Apa saja karakteristik milenial di perusahaan perkebunan Sawit?  -  Untuk menjawab pertanyaan ini, perusahaan dapat menggunakan 22 pola perilaku  generasi milenial yang dibahas pada bagian terdahulu sebagai acuan. Kemudia lakukan survey terhadap pegawai perusahaan perkebunan sawit untuk memilih mana lima perilaku yang paling sering ditemui dari milenial di perusahaan perkebunan sawit. Hasil survey yang dilakukan oleh penulis mengerucut pada  lima pola perilaku atau karakteristik yang paling sering ditampikan milenial  sehari-hari di perusahaan perkebunan sawit. Kelima karakteristik tersebut adalah:  (1)  Lebih membutuhkan akses internet, (2) Kreatif dan penuh inovasi, (3) Cenderung tidak menghargai struktur, (4) Individualistik dan lemah dalam keterampilan sosial,  dan (5) Lebih memilih aktivitas  di dalam ruangan (Saputra, 2016b).

Apa saja karakteristik pekerjaan di perusahaan kerkebunan sawit? – Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perusahaan dapat melakukan focus group discussion terhadap manajemen atau pun staf senior di perusahaan untuk mengidentifikan karakteristik atau kondisi apa saja yang khas dari bekerja di perusahaan perkebunan sawit dibandingkan dengan perusahaan di industri lainnya. Dari focus group discussion yang dilakukan oleh penulis,  teridentifikasi delapan karakteristik pekerjaan di industri perkebunan sawit, yaitu: (1) Berada di daerah pelosok, (2) Rutinitas dengan prosedur kerja yang ketat, (3) Banyak melakukan kegiatan fisik di luar ruangan, (4) Struktur dan budaya organisasi yang hirarkis, (5) Menyatunya tempat tinggal dan tempat kerja, (6) Lingkungan alam yang relatif menantang, (7) Konflik sosial yang sering terjadi, dan (8) Berhadapan dengan masyarakat dengan pendidikan terbatas (Saputra, 2016b)

Apa saja karakteristik milenial yang penting untuk mendapatkan perhatian? – untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat membuat tabulasi silang yang mempertemukan karakteristik milenial dan karakteristik pekerjaan. Dari tabulasi silang tersebut dapat dianalisis, karakteristik milenial apa saja yang  bertentangan  atau kontraproduktif dengan  karakteristik pekerjaan di perkebunan sawit. Karakteristik milenial yang paling banyak bertentangan dengan karakteristik pekerjaan di perkebunan sawit adalah karakteristik yang penting mendapatkan perhatian.

Untuk memperoleh jawaban tersebut, penulis melakukan foucs group discussion dengan manajemen dan staf senior di perusahaan perkebunan. Tabel-1 menjelaskan hasil diskusi tersebut. Karakteristik  milenial yang “kreatif dan penuh inovasi” merupakan karakterisitk yang paling penting untuk diperhatikan. Sementara karakteristik “cenderung tidak menghargai struktur” dan “individualistik dan lemah dalam keterampilan sosial” juga perlu untuk mendapatkan perhatian dan perlakukan tertentu (Saputra, 2016b).

 

Tabel 1 – Dampak Karateristik Milenial terhadap Pekerjaan di Perkebunan Sawit


Apa saja perlakuan yang direkomendasi terhadap milenial? –Berdasarkan karakteristik milenial yang penting mendapatkan perhatian, perusahaan dapat mengembangkan rekomendasi-rekomendasi yang relevan untuk membuat generasi milenial dapat bekerja optimal dalam jangka waktu panjang di perusahaan perkebun sawit. Dari hasil focus group discussion  penulis dengan manajemen perusahaan, direncanakanlah lima perlakuan sebagai (Saputra, 2016b) berikut:

(1) Ecological Intelligence – selain mempertimbangkan kecerdasan intelektual dan pengetahuan yang memadai mengenai teknis perkebunan, maka dalam merekrut milenial sebaiknya juga mempertimbangkan kecerdasan alam atau ecological intelligence. Milenial yang memiliki kecerdasan alam yang tinggi menyebabkan mereka dapat menikmati alam perkebunan yang berada di pelosok dan penuh tantangan sebagai sarana untuk menyalurkan kreativitas dan inovasi.

(2) Equal and Interactive Communication – atasan dari para milenal dilatih untuk dapat membangun komunikasi yang dialogis, interaktif dan menciptakan suasana kesetaraan dalam hubungan antara atasan dan bawahan.

(3) Room for Innovation – memberikan kesempatan yang luas kepada milenial untuk berpikir kreatif dan mengembangkan inovasi dalam pekerjaan. Milenial dapat dilibatkan dalam mencari solusi alternatif atas permasalahan operasional yang dihadapi. Mengembangkan inovasi yang berkaitan dengan supervisi lapangan yang dapat dilakukan dari dalam ruangan.

(3) Social Skill Development – membantu milenial untuk dapat mengembangkan keterampilan sosial mereka terutama ketika berhadapan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang lebih rendah

(4) Internet Access Improvement – secara bertahap membangun, mengembangkan dan melengkapi infrastruktur dan akses internet yang dapat digunakan untuk kegiatan inovasi dan supervisi operasional perkebunan.

Dengan menjawab pertanyan-pertanyaan tersebut di atas diharapkan perencaan SDM lebih akurat dalam mengantisipasi kehadiran generasi milenial dalam organisasi atau perusahaan. Sebagai suatu generasi yang unik, milenial memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Karena itu penting bagi organisasi untuk mengidentifikasi dan merumuskan rekomendasi apa saja yang perlu dikembangkan atau dijalankan agar milenial dapat berperan dan berkontribusi optimal bagi pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Habis

Dr Nopriadi Saputra, ST, MM


Master trainer, 
 Supreme Learning International. Salah satu lembaga Penyelenggara Pelatihan Soft Skills terbesar di Indonesia.  Kunjungilah Supreme Learning di https://www.supremelearning.co.id/#top,  Nopriadi Saputra dapat dihubungi melalui nopriadisaputra@gmail.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023