Ilustrasi/Admin (KOMPAs.com)
Jokowi itu bukannya tidak punya kelemahan. Sekalipun angka elektabilitasnya paling tinggi untuk calon presiden pada tahun 2014 nanti, seorang Jokowi tetap punya kelemahan. Oleh sebab itu salah juga kalau Jokowi Lovers,
sebutan bagi semua pencinta Jokowi khususnya di dunia maya semacam
Kompasiana, langsung merasa tidak enak jika ada yang mengkritik Jokowi.
Jokowi tetaplah manusia biasa, bahkan muncul dari strata manusia kebanyakan. Penampilannya pun apa adanya, sangat bersahaja. Karena penampilannya terlalu bersahaja ini banyak juga pihak yang mengkritik dia. Ada
juga suara suara yang bahkan terlalu jauh meremehkan, terutama kalau
nanti Jokowi berinteraksi dengan dunia luar sebagai kepala negara.
Kelemahan adalah sekaligus kekuatan, dan kekuatan sekaligus kelemahan. Tergantung bagaimana seseorang memerankannya. Kekuatan Jokowi itu umumnya diambilnya atau dilontarkannya dari kelemahannya. Ketika orang menganggap dia terlalu ndeso, dia semakin rajin blusukan. Ketika
orang mengatakan dia terlalu suka jalan jalan, dia pakai kesempatan
jalan jalan itu untuk menggali informasi dari rakyat sebanyak banyaknya. Ketika orang mengatakan dia tidak pintar negosiasi, dia tetapkan standar tinggi untuk kepala kepala dinas dan seluruh Lurah dan Camat di DKI.
Ketika banyak orang mengatakan dia sebaiknya belum
maju pemilihan presiden pada tahun 2014, dia serahkan keputusannya
sepenuhnya kepada partai PDIP dan Ibu Megawati Soerkarno Putri. Ketika orang mengatakan tunjukkan dulu prestasi di Jakarta, dia bereskan Tanah Abang, Pluit dan Ria Rio. Bahkan ketika dulu salah satu stasiun TV memojokkan dia, dia hanya senyum dan berusaha menjawab sebisanya.
Ketika ada pihak yang mengatakan dana blusukannya puluhan milyard bahkan dia semakin sering melakukan perjalanan sambil menjawab bahwa blusukannya sebenarnya tidak butuh dana. Ketika ada Partai lain yang seolah mau menentang dia kalau maju menjadi calon presiden bahkan dia semakin banyak tersenyum dan terus bekerja
.
Jadi jelas sekali, Jokowi itu hebatnya hanya satu
dan terlalu sederhana yaitu dia mampu merubah kelemahan yang dituduhkan
kepadanya menjadi sebuah kekuatan dalam mensukseskan program kerjanya. Inilah yang dilihat rakyat, sehingga elektabilitasnya semakin lama semakin meningkat.
Disamping itu saya melihat satu lagi kekuatan Jokowi yang sangat langka. Kekuatan yang gagal dimiliki oleh semua mantan presiden republik Indonesia. Kekuatan Jokowi tersebut adalah dia mampu memberdayakan wakilnya.
Jokowi adalah Gubernur, kepala atau atasan. Sedangkan Basuki Tjahja Purnama atau Ahok adalah wakil gubernur. Karena kemampuan Jokowi memberdayakan, empowering, maka Ahok menjadi sangat terkenal seperti saat ini. Bisa saja Jokowi berkata, Pak Ahok jangan terlalu banyak berbicara dan mencampuri urusan saya ya. Karena lampu hijau dari Jokowi kepada Ahok wakilnya, maka Ahok pun menunjukkan kelas nya secara luar biasa. Semakin terkenal Ahok, maka Jokowi merasa semakin nayaman. Bukan semakin terancam.
Selama ini yang terlihat adalah contoh contoh dimana sang atasan merasa tidak nyaman kalau wakilnya semakin kreatiff, semakin hebat, semakin terkenal, semakin berani, semakin berprestasi. Jokowi bahkan merasa sangat bersyukur dengan munculnya kehebatan Ahok sebagai wakil gubernur.
Ketika masih menjadi walikota Solo pun Jokowi
sangat dekat dan sangat kompak dengan wakil walikota Solo yang sekarang
menjadi walikota Solo. Dua
pengalaman ini bisa dijadikan sebagai sebuah kesimpulan bahwa kedekatan
dan kekompakan Jokowi dengan wakilnya bukanlah basa basi dan sebuah
upaya pencitraan. Namun ini adalah karakter seorang Joko Widodo.
Bisa diprediksi bahwa siapapun nanti yang menjadi
wakil presiden pendamping Jokowi maka dia akan merasa nyaman, karena
Jokowi sangat percaya dan berusaha untuk memaksimalkan prestasi wakilnya
tersebut.
Dengan demikian, jika ada yang masih ragu akan kemampuan Jokowi sebagai presiden maka hal itu akan tertutupi oleh wakilnya. Kelemahan kelemahan Jokowi sebagai presiden yang rendah hati dan terlalu ndeso
itu dapat diututupi dengan sangat baik oleh wakilnya dan seluruh
menterinya kelak, karena Jokowi sangat pintar dan punya karakter untuk
meng-empower wakilnya dan semua menterinya.
Dalam Majalah Tempo Edisi 9-15 September 2013 ada laporan
bahwa Megawati pun nampaknya sedang melalukan seleksi yang amat ketat
dan hati hati untuk memilih siapa kemungkinan calon wakil presiden
terbaik pendamping Jokowi. Dilaporkan bahwa Megawati sudah bertemu dengan Mahfud MD. Lalu bertemu juga dengan mantan Menteri Keuangan yang sekarang menjadi Managing Director World Bank Sri Mulyani. Seorang sumber mengatakan
bahwa pertemuan Megawati dengan Sri Mulyani sangat akrab setelah
Megawati mengetahui bahwa orang tua Sri Mulyani adalah anggota Partai
Nasional Indonesia pimpinan Sukarno.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun dikatakan sudah dua kali diundang oleh Megawati untuk berbincang bincang. Belakangan muncul juga nama ketua KPK Abraham Samad untuk disandingkan dengan Jokowi. Pada
tulisan sebelumnya saya bahkan mengatakan bahwa Prabowo pun melamarlah
dengan rendah hati untuk maju menjadi calon wakil presiden bersama
Jokowi.
Bukankah nama nama yang sudah dipikirkan dan diundang oleh Megawati kalau salah satunya terpilih akan menjadi calon wakil presiden yang dapat menutupi kekurangan Jokowi? Sekarang tergantung peluang dan goal yang ingin dicapai dalam lima tahun kedepan.
Jika ingin aspek hukum dan integritas nasional yang disasar, maka calon terbaik sebagai wakil presiden adalah Mahfud MD. Jika ingin memantapkan kedudukan Indonesia di dunia internasional maka Sri Mulyani lah yang paling cocok. Jika ingin memajukan ekonomi kerakyatan, dunia usaha serta kecepatan bekerja, maka Pak JK lah pendamping Jokowi paling cocok. Jika ingin meredam kekuatan terorisme maka harus diakui bahwa Prabowo lah calon yang paling baik. Jika
ingin memberantas korupsi dengan lebih berani sampai ke akar akarnya,
maka Abraham Samad harus dipertimbangkan secara serius.\
Siapa calon terbaik sebagai wakil presiden, tentu sangat ditentukan oleh situasi dan perkembangan berikutnya. Masih perlu dipantau dan dipertimbangkan dengan matang. Mungkin
inilah salah satu alasan Megawati untuk menunda mengumumkan pencalonan
Jokowi sebagai calon presiden pada rakernas minggu lalu. Disamping itu, jika suara PDIP sudah sampai 27 % pada Pemilu Legislatif, maka memilih calon wakil presiden semakin leluasa.
Jadi bisa dilihat bahwa PDIP dan khususnya Megawati sebenarnya mempunyai pertimbangan yang sangat matang dalam penentuan Jokowi sebagai calon presiden pada tahun 2014 nanti. Meskipun tetap juga ada untung dan rugi yang dapat diraih. Disatu
sisi ada keuntungan dimana persiapan dan pembelajaran dapat dilakukan
semakin baik, namun disatu sisi lawan lawan politik pun semakin punya
waktu dan bahan untuk mencari seluruh kelemahan PDIP serta Jokowi.
Jokowi tetap punya kelemahan dan bukanlah
calon yang paling sempurna untuk menjadi presiden Indonesia berikutnya.
Namun
sejauh yang dapat dibaca dan dipercaya barangkali Jokowi lah calon
presiden yang benar benar mau bekerja, serta mau bekerja sama dengan
wakilnya dan seluruh menteri menterinya kelak.
Karena dalam hal ini Jokowi punya karakter, sedangkan calon presiden yang lain punya
Komentar