Saya sempat bingung untuk menduga duga akhir cerita film “Cinta Tapi Beda” yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra. Hari ini tanggal 27 Desember 2012, film ini mulai diputar di bioskop-bioskop Tanah Air.
Apakah akhir ceritanya Cahyo (Reza Nangin) akan menikah dengan anak Pak Lurah pilihan ibu dan ayahnya di Jogja, dan Diana juga akan menikah dengan dr Oka yang menjadi pilihan ibunya? Kalau begitu akhir ceritanya maka saya akan menyesal sekali menonton film ini. Sebab akhirnya film ini akan menjadi film yang sangat biasa dan berakhir dengan datar tanpa makna.
Akan tetapi saya benar benar terkejut, bangga dan sampai meneteskan air mata, menemukan akhir cerita yang sangat cerdas dari Hanung.
Dalam adegan ibadah pemberkatan nikah di gereja katolik di Padang, kedua calon pengantin memasuki altar. Sang pengantin pria (Choky Sitohang) ditanya oleh Pastor yang menjadi imam, apakah dia akan mencintai penganten wanita selama lamanya? Dijawab dengan tegas, “ saya akan mencintainya”.
Lalu pertanyaan pastor dialihkan kepada penganten wanita, dan tidak ada jawaban. Penganten wanita Diana ( Agni Pratistha) diam dalam kebingungannya. Tiba tiba si penganten laki laki permisi kepada Pastor untuk bertanya kepada penganten wanita, apakah dia bersedia menjadi istrinya. Kembali diam, dan wajah kebingungan.
Tiba tiba penganten laki laki berkata, pernikahan ini lebih baik dibatalkan. Disinilah saya melihat kecerdasan Sang Sutradara, karena dia mampu mengambil akhir film dengan sangat klimaks dan sesuai dengan keinginan seluruh penonton.
Selanjutanya, Ibu Diana yang diperankan dengan sangat bagus oleh Jajang C Noor mengijinkan anaknya untuk pergi mengikuti kata hatinya. “Aku tidak ingin lagi melihat air matamu” kata Jajang.
Pada adegan yang lain, di Jogja sana Ibunda Cahyo pun merestui anaknya untuk menikah dengan gadis pujannya. Tapi tidak dengan ayahnya yang tetap bersikeras bahwa berdosa menikah dengan gadis musyrik.
Cukup berani Hanung Bramantyo mengangkat film ini setelah film nya yang pernah jadi polemik “?”.
Namun bisa juga dipahami apa yang ingin disampaikan oleh Hanung, bahwa kenyataan “Cinta Tapi Beda” tidak mungkin dihapuskan atau dihilangka dari bumi Indonesia. Persoalan ini akan tetap muncul, karena peluang untuk jatuh cinta antara dua insan berbeda agama atau keyakinan akan tetap ada.
Bisa saja suatu saat film ini dilarang untuk beredar, karena tajamnya polemik yang dihadirkannya. Namun fakta bahwa jatuh cinta atau menikah dengan pasangan yang berbeda agama dan keyakinan akan selalu ada.
Jadi, kalau kita lebih dewasa berfikir maka film “Cinta Tapi Beda” bisa dipakai untuk membuat langkah antisipasi dalam menemukan solusi yang lebih baik dan
win win. Hanung mengakhiri ceritanya dengan memberikan kepada penonton membuat ending dari film ini. Untuk yang bersedia berfikir lebih jauh tentang makna perbedaan agama, film ini sangat menarik untuk ditonton.
Komentar