Sebab menghasilkan akibat. Karena ada sebab maka ada akibat. Tidak ada akibat kalau tidak ada sebab. Dalam ilmu prilaku ada analogi dari kenyataan di atas. Ada prilaku ada konskwensi dari prilaku. Prilakulah yang menyebabkan konskwensi. Karena rajin belajar maka dia pintar. Rajin adalah sebab, pintar adalah akibat. Karena dia korupsi maka dia dipenjara. Korupsi adalah sebab (prilaku), dan penjara adalah akibat (konskwensi)
Steven Covey mengatakan bahwa sebab atau prilaku masih bisa diatur, bisa diubah, bisa dimodifikasi. Tetapi konskwensi tidak bisa diatur atau diubah. Prilaku bisa diubah, bisa diatur, bisa dipilih sedangkan konskwensi tidak bisa dipilih. Karena ada hukum atau prinsip yang menyertainya. Sebab berlanjut ke akibat diatur oleh hukum, diatur oleh prinsip. Prilaku baik akan menghasilkan hasil baik. Ini sesuai dengan hukum alam, tidak bisa diubah oleh manusia. Sebab manusia tunduk pada hukum alam.
Prilaku buruk akan menghasilkan konskwensi buruk. Beginilah hukum alam atau hukum universal. Berkurban (prilaku) akan menghasilkan pahala (konskwensi). Tidak bisa misalnya tidak berkurban tapi mendapat pahala. Tidak berkurban ya tidak mendapatkan pahala.
Jika prilaku sudah buruk, maka konswkensinya buruk. Namun jika prilaku buruk mau menerima konskwensi buruk, dan menyesal serta bertobat, maka masih ada nilainya. Namun prilaku buruk yang sudah dilakukan tapi berusaha memodifikasi konsekwensinya maka perbuatannya lebih buruk lagi.
Dua contoh yang sangat aktual. Lance Amstrong pembalap sepeda legendaris dari Amerika Serikat menjuarai Tour de France 7 kali berturut turut, dari tahun 1999 sampai 2005. Hebat dan sangat luar biasa. Namun sekarang seluruh gelarnya dicabut, serta seluruh hadiah uang dan bonus yang pernah diterimanya akan ditarik kembali. Menurut berita di Radio Elshinta sore ini kemungkinan Lance Amstrong akan menjadi orang miskin, sebab lebih 100 Milyard Rupiah akan ditarik dari dirinya.
Hal ini terjadi karena dia dinyatakan positif memakai doping oleh USADA (badan anti doping USA). Caranya canggih, sehingga pada awalnya tidak diketahui. Dopingnya bukan dengan cara memakan atau meminum, tapi melalui transfusi darah. Sangat tidak sportif. Olah raga yang harusnya menjunjung nilai nilai sportivitas dikotori oleh doping.
Prilaku memakai doping, diikuti dengan konskwensi seluruh gelar dicabut, uang dan hadiah dikembalikan dan tidak diijinkan lagi mengikuti lomba sepeda seumur hidup. Prilaku sudah lewat, dan konskwensi tidak bisa ditolak. Kalau Lance Amstrong menerima seluruh konskwensinya maka dia masih mempunyai kehormatan.
Mari kita bandingkan dengan kasus Mahkamah Agung yang membebaskan gembong Narkoba. Karena terbukti menjadi gembong narkoba, maka konskwensinya hukum mati. Sesuai dengan perundang undangan memang narkoba sangat merugikan bangsa dan menciptakan penderitaan yang sangat mengerikan. Wajar kalau konskwensinya hukum mati.
Menjadi gembong narkoba (prilaku) konskwensinya hukum mati. Jika diterima masih mempunyai kehormatan. Tenyata konswkensi diubah, dimodifikasi menjadi hanya hukuman seumur hidup. Jadi konswkensinya diubah dan ini bertentangan dengan hukum alam dan prinsip universal. Jadi sangat tidak terhormat, baik gembong narkobanya maupun MA yang mengubah hukumannya.
Lance Amstrong jika menerima seluruh konskwensi dari pemakaian dopingnya masih lebih terhormat dari MA yang merubah konswkensi yang sudah sepadan. Apalagi jika ternyata MA menerima uang dari keputusan itu, maka MA menjadi sangat tidak terhormat bahkan menjijikkan. Akibatnya akan ada konskwensi yang lebih mengerikan.
Komentar