Featured Post

Paradigma Anda adalah Awal dari Keberhasilan dan Kegagalan Anda

Gambar
Oleh Analgin Ginting 1. Pengertian Paradigma dan Proses Lahirnya Paradigma Paradigma adalah kerangka berpikir yang membentuk cara seseorang memahami realitas, menilai pengalaman, dan menentukan tindakan. Thomas Kuhn (1970) dalam *The Structure of Scientific Revolutions* menyebut paradigma sebagai “model konseptual” yang menjadi dasar berpikir komunitas ilmiah dalam menafsirkan dunia dan memecahkan masalah. Dalam konteks kehidupan pribadi, paradigma berfungsi sebagai “lensa mental” yang memengaruhi cara kita memandang diri, orang lain, dan peluang di sekitar kita. Paradigma tidak lahir secara tiba-tiba. Ia terbentuk melalui pengalaman hidup, pendidikan, nilai keluarga, budaya, dan keyakinan spiritual. Stephen Covey (2004) menjelaskan bahwa paradigma berkembang dari “conditioning”—yakni proses internalisasi nilai dan kebiasaan yang berulang sehingga menjadi pola pikir otomatis. Misalnya, seseorang yang sejak kecil mendengar bahwa “hidup itu keras dan kompetitif” akan membangun paradigma ...

Catatan Tambahan Khotbah 22 Juni 2025

:

Thema:

Bersatu Hati Memuji Tuhan (Ersada Sora Muji Dibata)

Nas Khotbah: Roma 15:1–6 (TB)

"Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya. Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi seperti ada tertulis: “Kata-kata cercaan mereka, yang mencerca Engkau, telah mengenai Aku.” Sebab segala sesuatu yang ditulis dahulu, telah ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita teguh berpegang pada pengharapan oleh ketekunan dan penghiburan dari Kitab Suci. Semoga Allah, yang adalah sumber ketekunan dan penghiburan, mengaruniakan kerukunan kepada kamu, sesuai dengan kehendak Kristus Yesus, sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus."


Pembukaan

Di tengah dunia yang makin individualistis, suara yang menyatukan hati untuk memuliakan Tuhan menjadi semakin langka. Rasul Paulus, dengan kepekaan pastoral dan kekuatan apostoliknya, mengajak kita menghidupi semangat kolektivitas dan kerendahan hati. Dalam bacaan ini, kita dipanggil untuk menjadi komunitas yang tidak saling menjatuhkan, melainkan saling menopang, memuji Tuhan dengan satu suara, dan hidup dalam pengharapan.


Fakta 

  1. Rasul Paulus dengan otoritas rohani mengarahkan nasihat ini kepada orang percaya yang “kuat”—yakni mereka yang dewasa secara iman—agar tidak hidup untuk dirinya sendiri, tetapi bertanggung jawab menanggung kelemahan mereka yang “tidak kuat”.
  2. Ia menegaskan bahwa kesenangan hidup tidak boleh bersifat egoistik, melainkan berorientasi pada membangun dan menguatkan sesama.
  3. Ia mengutip kitab suci dan menjelaskan bahwa pengalaman dan tulisan-tulisan masa lalu adalah bahan pembelajaran yang menguatkan pengharapan umat melalui ketekunan dan penghiburan.
  4. Akhirnya, ia mengarahkan jemaat agar memuliakan Allah dengan satu hati dan satu suara, sebagai bentuk nyata kerukunan dalam Kristus Yesus.

Arti dan Makna Teologis 

Teks ini menunjukkan bahwa Allah tidak menciptakan keseragaman, tetapi perbedaan yang memperkaya komunitas iman. Ada yang kuat dan ada yang lemah; dan yang kuat dipanggil bukan untuk merasa unggul, tetapi untuk menanggung dan mengangkat yang lemah. Dalam eklesiologi Paulus, kekuatan tidak dilihat sebagai hak istimewa, tetapi sebagai beban tanggung jawab dalam kasih.

Kristus sendiri menjadi teladan agung: Ia tidak mencari kesenangan-Nya sendiri, tetapi menanggung cercaan dan penderitaan demi kita. Ini adalah spiritualitas kenosis—pengosongan diri (bdk. Flp 2:6–8)—yang menjadi dasar bagi etika saling menanggung dalam tubuh Kristus.

Kebersamaan dan kerukunan yang dihasilkan bukan hanya soal hidup damai, tetapi juga soal kesaksian umat Allah di dunia. Ketika umat menyatukan suara dan hati untuk memuji Tuhan, maka kemuliaan Allah dinyatakan secara kolektif—itulah liturgi hidup yang sejati. Bahkan kenangan hidup, suka-duka, dan kebersamaan—termasuk makan cipera bersama—bisa menjadi bagian dari pujian bersama kepada Tuhan bila dilandasi kasih dan syukur.

Implementasi dalam Konteks GBKP (dan Gereja Pluralis)

  1. Dalam Gereja: Jemaat GBKP yang plural, dengan latar belakang ekonomi, pendidikan, dan usia yang beragam, dipanggil untuk menghidupi semangat saling menanggung dan tidak saling menyalahkan. Ini sesuai dengan semangat pluralisme gereja yang membuka ruang untuk dialog, kebersamaan, dan pemulihan.
  2. Dalam Pelayanan: Presbiter, sintua, dan pelayan lainnya perlu menjadi teladan dalam membangun harmoni, tidak mencari keuntungan pribadi dalam pelayanan, tetapi memikul salib bersama.
  3. Dalam Keluarga dan Masyarakat: Sikap berbela rasa dan saling menanggung dalam keluarga dan komunitas adalah bagian dari pujian kepada Tuhan. Ketika satu anggota keluarga menderita, yang lain ikut memikul; ketika satu bersukacita, yang lain turut merayakan. Inilah hidup dalam satu hati dan satu suara.
  4. Liturgi dan Kebudayaan: Budaya Karo yang kaya dengan ungkapan kolektif seperti “mersibuh bujur,” “ersada,” dan “turang,” menjadi pintu masuk yang sangat kontekstual untuk membangun spiritualitas kolektif yang memuji Tuhan dalam satu suara.

Power Statement / Penutup

Kekuatan sejati bukan untuk berkuasa, tetapi untuk menanggung. Kebersamaan sejati bukan sekadar berkumpul, tetapi bersatu dalam pengharapan dan pujian kepada Tuhan. Mari kita, dengan satu hati dan satu suara, menjadi tubuh Kristus yang memuliakan Allah di tengah dunia yang terpecah.


Referensi dan Catatan Kaki:

  1. William Barclay, The Letter to the Romans (Philadelphia: Westminster Press, 1975).
  2. N. T. Wright, Paul and the Faithfulness of God (Minneapolis: Fortress Press, 2013).
  3. Dietrich Bonhoeffer, Life Together (New York: Harper & Row, 1954), tentang komunitas Kristen yang menanggung satu sama lain.
  4. John Stott, The Message of Romans (Leicester: IVP, 1994), membahas Roma 15 secara pastoral dan misiologis.
  5. Lihat juga: Flp 2:6–8 tentang Kristus yang mengosongkan diri demi keselamatan umat manusia.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025