Featured Post

Wartawan dan Assessor

Gambar
Membedakan Investigative Reporting dan Assessment Reporting: Antara Negative Thinking dan Positive Thinking Pendahuluan Dalam dunia profesional, baik jurnalisme maupun asesmen memiliki peran penting dalam membentuk opini publik dan pengambilan keputusan. Namun, investigative reporting (pelaporan investigatif) dan assessment reporting (pelaporan asesmen) berbeda secara mendasar dalam pendekatan, tujuan, dan paradigma berpikir yang digunakan oleh para pelakunya. Artikel ini mengulas perbedaan keduanya dengan menekankan pada orientasi berpikir — negatif versus positif — yang melandasi masing-masing praktik profesional. 1. Investigative Reporting: Mencari Fakta di Balik Fakta Investigative reporting adalah bentuk jurnalisme mendalam yang berupaya mengungkap hal-hal tersembunyi di balik peristiwa atau kebijakan publik. Ia dilakukan oleh wartawan profesional yang memiliki kompetensi dalam pengumpulan data, wawancara kritis, verifikasi, dan penulisan dengan standar etika jurnalistik tinggi (d...

TENANGLAH JIWAKU - Mazmur 116:7

 


Bila seseorang bertanya pada saudara saat ini, apa artinya membuat diri kita rileks? Apa jawaban yang saudara miliki. Apakah rileks itu adalah sesuatu yang direncanakan akan dilakukan pada saat mendatang – pada saat liburan, ketika di tempat tidur, bila pensiun atau bila sudah menyelesaikan pekerjaan.

Bila jawabannya adalah itu, maka sadarilah bahwa selama ini hidup saudara hampir seluruhnya dipakai untuk mengalami sesuatu yang membuat tegang, merasa diserang, terburu-buru dan panik. Tapi tidak mengapa, diitengah budaya yang justru menyukai konflik dan sensasi, ketenangan bisa dibilang bagaikan seni yang hilang. Dalam hal berbeda misalnya, sering kali kita begitu cepat membalas kritik atau mengumumkan ketidaksukaan kita – khususnya saat kita berada di depan keyboard. Sayangnya, interaksi semacam itu akan kembali menghantui kita. Yang seharusnya kita lakukan adalah menenangkan diri. Semakin kita mampu tetap tenang, semakin ringan dan bahagialah kita.

Bersikap tenang tidak berarti bersikap sedingin es atau memendam emosi, melainkan melatih pengendalian diri agar kita bisa mendamaikan situasi, mencegah beban pikiran, sakit hati, rasa berat dan duka. Bersikap tenang berarti menolak menggigit “umpan” emosi dan memilih merespos dengan anggun dan elok

Saat kita merasa ada ketegangan yang meningkat, ingatkanlah dirimu dan katakan pada dirimu bahan refleksi kita hari ini yang diambil dari Mazmur 116:7 “Kembalilah tenang, hai jiwaku sebab Tuhan telah berbuat baik kepadamu”. Ingatlah ayat ini, dan bersikaplah lebih tenang sebelum melakukan tindakan apapun itu.

Janganlah seperti seorang ibu rumah tangga yang memiliki tiga anak, berkata “saya tidak bisa merapikan rumah menjadi sebersih yang saya inginkan sebelum semua orang meninggalkan rumah di pagi hari dan sesampai mereka kembali ke rumah.” Ia begitu panik memikirkan ketidakmampuannya untuk menjadi sempurna, sehingga dokternya meresepkan obat anticemas untuknya.

Ternyata, sikap demikian muncul karena dirinya merasa seakan ada sepucuk pistol yang diarahkan ke kepalanya dan pemegang pistol itu menuntut agar ia memberesken semua piring yang ada di meja, membereskan dan membersihkan rumah– atau tugas-tugas rumah tangga lainnya! Padahal, semua itu tidak pernah ada. Kenyataannya, tak ada orang lain selain dirinya sendirilah yang menciptakan tekanan yang dialaminya.

Ingat, saya pernah mendengar kata bijak soal ini, begini katanya “Drama membuat hidup lebih “berbumbu”, tetapi juga bisa sangat melelahkan. Lebih baik bersabar dan memupuk rasa tenang”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 Juli 2025

Catatan Tambahan PJJ 6 - 12 April 2025

Catatan Tambahan PJJ 11 – 17 Mei 2025