Catatan Tambahan PJJ 27 April - 3 Mei 2025
.jpg)
Dalam Kekristenan dan
Yahudi, Tanah impian sering kali disebut sebagai Yerusalem Baru. Suatu wilayah
yang digambarkan sebagai tempat yang sangat Indah juga penuh kedamaian Dimanakah
tempat itu?
Gambaran Alkitab
mengatakan bahwa Yerusalem Baru ada di surga dan turun dari surga. Setiap
kali menyebutkan tentang Yerusalem Baru, Alkitab selalu mengatakan bahwa kota
itu ”turun dari surga”, dan pintu masuknya dijaga oleh para malaikat. (Wahyu
3:12; 21:2, 10, 12) Selain itu, kota itu sangat luas sehingga tidak mungkin ada
di bumi. Kota ini berbentuk kubus yang memiliki keliling ”12.000 setadi”. * (Wahyu
21:16) Itu berarti setiap sisi tingginya hampir 560 kilometer, menjulang hingga
menembus luar angkasa. Tentu mengenai hal ini, penulis menyadari bahwa setiap
orang memiliki tafsiran dan teorinya masing-masing.
Bahkan beberapa orang
Yahudi sangat tertuju dengan tempat ini. Mereka membentuk komunitas ataupun
kelompok tersebut dengan nama ZIONISME (Istilah yang layak untuk kita semua
mencari tahu dan memahaminya). Berdasarkan Kitab Yehezkiel dan Alkitab Ibrani,
Yerusalem Baru (יְהוָה שָׁמָּה,
YHWH-shammah, atau YHWH disini") adalah penglihatan nubuat Yehezkiel dari
sebuah kota yang terpusat di Bait Allah yang dibangun kembali, Bait Allah
Ketiga, yang didirikan di Yerusalem, yang akan menjadi ibukota Kerajaan
Mesianik, tempat pertemuan dua belas suku Israel pada zaman Mesianik. Nubuat
tersebut dicatat oleh Yehezkiel bertepatan pada Yom Kippur tahun 3372 dari
kalender Ibrani
Penulis tidak ingin
membicarakan istilah ini dalam sudut pandang Alkitab dan Zionisme secara
menyeluruh, tetapi penulis memiliki opini mengenai Yerusalem Baru dan Tanah
Karo
Bukan karena penulis bersuku
Karo, sekalipun faktor itu tidak bisa dihilangkan dari pola pikir yang
melatarbelakangi penulis. Berdasarkan riset dan wawancara yang penulis lakukan
kepada beberapa orang tua asli Karo. Secara khusus, orang-orang yang dalam
penglihatan penulis sebagai “Tokoh yang memahami Adat” Sehingga penulis
menyimpulkan bahwa orang Karo telah dan pernah menikmati Yerusalem Baru.
Sadarkah kita, bahwa
Tanah Karo mendapatkan tambahan nama “Simalem” yang dalam bahasa indonesia
berarti “Damai”, “Penuh Berkat” “Sejuk” dsb. Tentu tambahan kata ini bukanlah
sesuatu yang mengada-ngada. Menurut tokoh-tokoh yang memahami Adat, di Tanah
Karo hal itu dahulunya terwujud.
Dimulai dari gambaran
soal Kepercayaan Masyarakat Suku Karo yang terlihat dalam bangunan Rumah Adat
Karo yang dari bawah sturktur bangunan sampai atasnya sangat kental dengan
bentuk “segita” dan diterjemahkan sebagai bentuk sebuah “penyembahan”. Adapun
penyembahan yang dimaksudkan penulis bukanlah men-tuhan-kan rumah, sebaliknya masyarakat
Suku Karo dalam bayangan penulis menyadari akan kehadiran Tuhan dalam rumahnya.
Sehingga bentuk tangga masuk yang miring dan pintu yang kecil, membuat
orang-orang masuk kedalam rumah dalam sikap hormat. (bdk 1 Kor 11:3, Kolose
1:18)
Rumah dalam bahasa Karo
disebut sebagai “Jabu” yang berarti juga “Keluarga”. Tidak seperti Bahasa
Inggris ataupun Bahasa Indonesia. Masyarakat karo tidak pernah membedakan
istilah Rumah dan Keluarga. Sebuah bahasa yang menunjukkan kepada penulis
tentang gambaran “Rumah” bagi Masyarakat Karo (dulu) menggambarkan suasana
kekeluargaan yang diimpikan oleh banyak orang saat ini.
Dengan demikian,
anggapan akan budaya ACC (Anceng, Cian, Cikurak yang berarti iri hati) sebagai tradisi
yang diwariskan oleh orang Karo itu adalah kesalahan. Sebab, Masyarakat
Karo memiliki Rumah “Siwaluh Jabu” dan hal ini tidak akan tercipta bila
memiliki budaya ACC
Sebaliknya budaya kepedulian
(mediate) justru sangat tergambar oleh Masyarakat Karo. Hal ini
digambarkan dari Rumah-rumah masyarakat Suku Karo tertata dengan begitu rapi.
Sehingga, melalui pintu rumah saja mereka dapat saling melihat teras rumah
masing-masing.Gambaran yang memperlihatkan tentang kepedulian dari Masyarakat
Karo dahulu. Tidak hanya itu, budaya gotong royong digunakan pula sebagai cara
membangun Rumah juga berbagai macam kegiatan lainnya.
Sistem Kekerabatan
lainnya seperti Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh dan Turi-Turin Orat Nggeluh lainnya
juga menjadi faktor penting tercipatanya gambaran Tanah Karo Simalem di
masyarakat Karo dahulu.
Dari hal ini, penulis menyimpulkan bahwa Masyarakat Karo dahulunya pernah dan telah menikmati
Yerusalem Baru. Sehingga yang menjadi pertanyaan bagi penulis saat ini adalah
bagaimana dengan situasi Tanah Karo sekarang? Apakah Modenisasi dan Globalisasi
masih menciptakan Tanah Karo sebagai Yerusalem Baru? Atau masyarakat Karo
justru tidak lebih seperti Kaum Zionisme yang bermimpi tentang Yerusalem Baru?
Komentar