Featured Post
Laki-laki koq Mengeluh ?
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Toxic masculinity adalah anggapan sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki. Anggapan ini seakan 'menuntut' pria untuk memiliki sifat yang berhubungan dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi. Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh sebuah studi yang dimuat dalam Journal of School Psychology, menurut studi tersebut, toxic masculinity diartikan sebagai kumpulan sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang ditujukan untuk mendorong adanya dominasi, kekerasan, perendahan terhadap perempuan, hingga homofobia.
Pengertian toxic masculinity memang sesuai dengan makna harfiahnya, yakni maskulinitas 'beracun'. Artinya, seorang laki-laki yang menunjukkan perilaku ini memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan standar maskulinitas.
APA KATA ALKITAB?
Seperti yang kita ketahui, sebagai
laki-laki, pemazmur menuliskan keluh kesah dan kebahagiannya dalam
mazmur-mazmurnya. Apakah karena dirinya memang tidak mendapatkan tempat untuk
berteduh ataupun bercerita kepada orang lain. Saya membayangkan bila ia hidup
di zaman milenial saat ini, kemudian dia menuliskan semua mazmurnya dalam akun
media sosial. Mungkin dia akan menjadi seorang yang disebut
"berlebihan" karena kesukaannya hanya update status tentang
masalah-masalahnya.
Tetapi,
bila kita perhatikan pada sisi yang berbeda. Kita melihat pemazmur menuliskan Mazmur
42:1-5 dengan bentuk yang menurut saya sungguh menarik. Sebab dia seperti sedang
diradang banyak masalah, tapi dia mengungkapkan kerinduannya kepada Tuhan.
Seolah-olah Tuhan sedang tidak ingin membantu dan tidak menolong dirinya.
Sampai ia harus menuliskan syair-syair yang begitu romantis untuk mengungkapkan
kerinduan dirinya kepada Sang Maha Pencipta
Saat pemasmur mengumpamakan dirinya bagaikan rusa yang merindukan air. Bukankah, hal ini
sangat romantis? Bayangkan saja, rusa tidak bisa bertahan lama tanpa air. Dan
dia mengungkapkan dirinya seperti rusa tersebut. Dalam pikiran saya, bila
pasangan anda di-gombalin dengan kata-kata demikian pasti
akan meleleh hatinya.
Tapi
ketika kita membaca pada ayat seterusnya, memang ada perasaan tertekan dalam
diri pemazmur. Mungkin memang masalahnya begitu berat, sampai ia mengatakan
jiwanya gundah gulana.
Karena
itu, sangatlah wajar ketika dia mengatakan bahwa dirinya seperti rusa yang
merindukan air. Sebab pemazmur, sepertinya memang sudah berada di ambang
kematian (bisa jiwa ataupun rohani). Dia berada pada titik terendahnya, dan
meminta Tuhan untuk membantu dan menguatkan dirinya.
Dia
mengakui hal itu dan dia mengungkapkannya kepada Tuhan. Inilah salah satu poin
pentingnya, bahwa dia mengakui dirinya yang sedang tertekan. Sebab, kerendahan hati mengakui diri sangat terluka akan membuat siapaun lebih cepat dalam penyembuhan.
Daripada membohongi diri dan menimbun semua perasaan-perasaan tertekan kita.
Karena menyembunyikan dan menimbun semua rasa itu, hanya akan menjadi bom waktu
yang suatu saat pasti meledak,
Tapi
coba kita tinggalkan pengalaman itu dan kembali pada topik kita. Bayangkanglah apa yang akan terjadi seandainya para pejabat gereja, pendeta, atau orang
terdekatnya hanya mengungkapkan perkataan-perkataan yang sifatnya malah
menjadi toxic masculinity. Karena memang
banyak orang saat ini, pintar untuk menjadi motivator tapi sedikit yang mampu
menjadi seorang konselor yang benar-benar mau berempati pada orang lain.
Orang
terlalu mudah mengatakan, “Semangatlah”, “beruntunglah dirimu, patutnya kamu
bersyukur bukan mengeluh” atau mengutip kata-kata penulis Korintus “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah
pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia.” (Bdk. 1 Kor
10:13a). Saya tidak mengingkari kebenaran yang dituliskan oleh penulis Korintus
tersebut, saya justru mengingkari orang-orang yang dengan mudah mencomot
perkataan itu untuk menjadi seorang motivator bagi orang lain.
Tahukah kita bahwa Toxic masculinity dianggap berbahaya karena jadi membatasi sifat seorang pria dalam hidup dan bermasyarakat. Bukan tidak mungkin hal ini malah dapat menimbulkan konflik, baik dengan dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Maskulinitas beracun juga jadi menjadi beban tersendiri bagi para pria yang dianggap tidak memenuhi "standar" yang telah diyakini.
Apabila seorang pria dibesarkan dalam lingkungan yang 'mengagungkan toxic masculinity, bisa jadi ia akan menganggap bahwa dirinya hanya harus menunjukkan sifat maskulin dalam arti sempit, agar bisa diterima di masyarakat. Sebagai contoh, pria didoktrin untuk tidak boleh menunjukkan kesedihan apalagi sampai berujung tangisan. Menunjukkan rasa sedih dan menangis diyakini merupakan karakterisitik feminin sehingga yang boleh melakukannya hanyalah perempuan.
Celakanya,
maskulinitas beracun bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental (dan
fisik) kaum Adam, mengingat bahwa menahan emosi berpotensi memicu stres dan
depresi. Lebih gawat lagi, ada yang menganggap bahwa mencari pertolongan ahli
kejiwaan juga dianggap sebagai sikap feminin. Mungkin itulah sebabnya pria dilaporkan lebih
jarang melakukan konsultasi psikologis (konseling) dengan psikolog maupun
psikiater
Padahal,
bila kita telusuri lebih jauh pada ayat setelahnya, yang dikatakan penulis
adalah “Sebab Allah SETIA dan
karena itu Ia TIDAK AKAN MEMBIARKAN kamu dicobai melampaui
kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu
jalan ke luar, sehingga kamu DAPAT menanggungnya.” Itulah perkataan
lengkap penulis.
Dengan
kata lain, pencobaan tidak sampai menghabiskan kekuatanmu karena TUhan se;alu hadir dan Dia setia menolong. Bukan karena semata-mata kekuatan kita sendiri. BUKAN KARENA
KEKUATAN KITA SENDIRI. Justru ketika kita selalu berusaha dengan kemampuan
kita, sebenarnya disitulah kita tidak menyadari bahwa diri kita bukanlah seorang
yang merindukan Tuhan. Kita tidak memiliki hati yang rindu pada kuasa dan
bimbingan Tuhan.
Padahal
pemazmur pun DIMAMPUKAN oleh Tuhan. Padahal pemazmur pun bisa,
melewati semua hal ini (termasuk dengan jemaat di Korintus) dikarenakan mereka
sadar dan rindu pada Tuhan yang berempati, yang berbelas kasih dan mengerti
setiap hati manusia. Bukan pada manusia-manusia yang menggampangkan semua
persoalan diri mereka, dan menjadi motivator kaki lima untuk mereka.
Ya, milikilah hati
yang merindu kepada Tuhan. Milikilah hati yang menyerahkan segala sesuatu yang
terjadi dalam kehidupan ini. Hanya kepada Allah yang memiliki hati berbelas
kasih pada manusia, bukan pada manusia yang menggampangkan semua persoalan.
Sebab Pertolongan TUhan lah yang menjadi kekuatan kita untuk bisa melewati semua hal beban hidup kita.
Komentar