Featured Post

Catatan Khotbah Minggu 12 Mei 2024

Gambar
 Minggu Eksaudi : Begiken Min O Jahwe Warna Mbentar Invocatio          :  “(Pilipi 3 : 16)” Ogen                     :  Perbahanen Rasul Rasul 1 : 1 - 5  (Tunggal )     Khotbah            :  Masmur 31 : 1 – 5      (Responsoria )     Thema                 :  Pemindon Lako Iampang-ampangi Tuhan              Khotbah : Masmur 31 : 1 – 5     Masmur Daud. Ku Kam aku cicio o TUHAN ula pelepas aku kemalun. Kam kap Dibata si bujur, mindo aku, maka IkeliniNdu aku. Begiken min pertotonku pedas min Kam reh mulahi aku. Jadi min Kam deleng batu inganku cicio, kubungku si nteguh inganku terkawal. Kam kap ingan cebuni dingen bentengku, tegu-tegu dingen babai aku erkiteken GelarNdu. Tegu-tegu aku maka ula aku kena siding itogeng kalak man bangku. Ampang-ampangi aku maka ula aku kena cilaka. Pembukaan   Syalomm mejuah juah senina ras turang, Kidekah nggeluh manusia ibas doni enda, lit lalap perbeben.  Lit nge lalap kiniseran, kiniseraan si mengancam keselamatan ta.  Tapi lit ka nge jalan keluar,

Laki-laki koq Mengeluh ?

 


Toxic masculinity adalah anggapan sempit terkait peran gender dan sifat laki-laki.  Anggapan ini seakan 'menuntut' pria untuk memiliki sifat yang berhubungan dengan kekerasan, agresif secara seksual, dan tidak boleh menunjukkan emosi.  Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh sebuah studi yang dimuat dalam Journal of School Psychology, menurut studi tersebut, toxic masculinity diartikan sebagai kumpulan sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang ditujukan untuk mendorong adanya dominasi, kekerasan, perendahan terhadap perempuan, hingga homofobia.

Pengertian toxic masculinity memang sesuai dengan makna harfiahnya, yakni maskulinitas 'beracun'. Artinya, seorang laki-laki yang menunjukkan perilaku ini memiliki kecenderungan untuk melebih-lebihkan standar maskulinitas. 

 

APA KATA ALKITAB?

 

Seperti yang kita ketahui, sebagai laki-laki, pemazmur menuliskan keluh kesah dan kebahagiannya dalam mazmur-mazmurnya. Apakah karena dirinya memang tidak mendapatkan tempat untuk berteduh ataupun bercerita kepada orang lain. Saya membayangkan bila ia hidup di zaman milenial saat ini, kemudian dia menuliskan semua mazmurnya dalam akun media sosial. Mungkin dia akan menjadi seorang yang disebut "berlebihan" karena kesukaannya hanya  update status tentang masalah-masalahnya.

 

Tetapi, bila kita perhatikan pada sisi yang berbeda. Kita melihat pemazmur menuliskan Mazmur 42:1-5 dengan bentuk yang menurut saya sungguh menarik. Sebab dia seperti sedang diradang banyak masalah, tapi dia mengungkapkan kerinduannya kepada Tuhan. Seolah-olah Tuhan  sedang tidak ingin membantu dan tidak menolong dirinya. Sampai ia harus menuliskan syair-syair yang begitu romantis untuk mengungkapkan kerinduan dirinya kepada Sang Maha Pencipta

 

Saat  pemasmur mengumpamakan dirinya bagaikan rusa yang merindukan air. Bukankah, hal ini sangat romantis? Bayangkan saja, rusa tidak bisa bertahan lama tanpa air. Dan dia mengungkapkan dirinya seperti rusa tersebut. Dalam pikiran  saya, bila pasangan anda di-gombalin dengan kata-kata demikian pasti akan  meleleh hatinya.

 

Tapi ketika kita membaca pada ayat seterusnya, memang ada perasaan tertekan dalam diri pemazmur. Mungkin memang masalahnya begitu berat, sampai ia mengatakan jiwanya gundah gulana.

 

Karena itu, sangatlah wajar ketika dia mengatakan bahwa dirinya seperti rusa yang merindukan air.  Sebab pemazmur, sepertinya memang sudah berada di ambang kematian (bisa jiwa ataupun rohani). Dia berada pada titik terendahnya, dan meminta Tuhan untuk membantu dan menguatkan dirinya.

 

Dia mengakui hal itu dan dia mengungkapkannya kepada Tuhan. Inilah salah satu poin pentingnya, bahwa dia mengakui dirinya yang sedang tertekan. Sebab, kerendahan hati mengakui diri sangat terluka akan membuat siapaun lebih  cepat dalam penyembuhan. Daripada membohongi diri dan menimbun semua perasaan-perasaan tertekan kita. Karena menyembunyikan dan menimbun semua rasa itu, hanya akan menjadi bom waktu yang suatu saat pasti meledak,

 

Tapi coba kita tinggalkan pengalaman itu dan kembali pada topik kita. Bayangkanglah apa yang akan terjadi seandainya  para pejabat gereja, pendeta, atau orang terdekatnya hanya mengungkapkan perkataan-perkataan yang sifatnya malah menjadi toxic masculinity.  Karena memang banyak orang saat ini, pintar untuk menjadi motivator tapi sedikit yang mampu menjadi seorang konselor yang benar-benar mau berempati pada orang lain.

 

Orang terlalu mudah mengatakan, “Semangatlah”, “beruntunglah dirimu, patutnya kamu bersyukur bukan mengeluh” atau mengutip kata-kata penulis Korintus “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia.” (Bdk. 1 Kor 10:13a). Saya tidak mengingkari kebenaran yang dituliskan oleh penulis Korintus tersebut,  saya justru mengingkari orang-orang yang dengan mudah mencomot perkataan itu untuk menjadi seorang motivator bagi orang lain.

 

Tahukah kita bahwa Toxic masculinity dianggap berbahaya karena jadi membatasi sifat seorang pria dalam hidup dan bermasyarakat. Bukan tidak mungkin hal ini malah dapat menimbulkan konflik, baik dengan dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Maskulinitas beracun juga jadi menjadi beban tersendiri bagi para pria yang dianggap tidak memenuhi "standar" yang telah diyakini.  

Apabila seorang pria dibesarkan dalam lingkungan yang 'mengagungkan toxic masculinity, bisa  jadi ia akan menganggap bahwa dirinya hanya harus menunjukkan sifat maskulin dalam arti sempit, agar bisa diterima di masyarakat. Sebagai contoh, pria didoktrin untuk tidak boleh menunjukkan kesedihan apalagi sampai berujung tangisan. Menunjukkan rasa sedih dan menangis diyakini merupakan karakterisitik feminin sehingga yang boleh melakukannya hanyalah perempuan. 

Celakanya, maskulinitas beracun bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental (dan fisik) kaum Adam, mengingat bahwa menahan emosi berpotensi memicu stres dan depresi. Lebih gawat lagi, ada yang menganggap bahwa mencari pertolongan ahli kejiwaan juga dianggap sebagai sikap feminin. Mungkin itulah sebabnya pria dilaporkan lebih jarang melakukan konsultasi psikologis (konseling) dengan psikolog maupun psikiater

 

Padahal, bila kita telusuri lebih jauh pada ayat setelahnya, yang dikatakan penulis adalah “Sebab Allah SETIA  dan karena itu Ia TIDAK AKAN MEMBIARKAN kamu dicobai melampaui kekuatanmu.  Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu DAPAT menanggungnya.”  Itulah perkataan lengkap penulis.

 

Dengan kata lain, pencobaan tidak sampai menghabiskan kekuatanmu karena TUhan se;alu hadir dan Dia setia menolong. Bukan karena semata-mata kekuatan kita sendiri. BUKAN KARENA KEKUATAN KITA SENDIRI. Justru ketika kita selalu berusaha dengan kemampuan kita, sebenarnya disitulah  kita tidak menyadari bahwa diri kita bukanlah seorang yang merindukan Tuhan.  Kita tidak memiliki hati yang rindu pada kuasa dan bimbingan Tuhan.

 

Padahal pemazmur pun DIMAMPUKAN oleh Tuhan. Padahal pemazmur pun bisa, melewati semua hal ini (termasuk dengan jemaat di Korintus) dikarenakan mereka sadar dan rindu pada Tuhan yang berempati, yang berbelas kasih dan mengerti setiap hati manusia.  Bukan pada manusia-manusia yang menggampangkan semua persoalan diri mereka, dan menjadi motivator kaki lima untuk mereka.

 

Ya, milikilah hati yang merindu kepada Tuhan. Milikilah hati yang menyerahkan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini. Hanya kepada Allah yang memiliki hati berbelas kasih pada manusia, bukan pada manusia yang menggampangkan semua persoalan. Sebab Pertolongan TUhan lah yang menjadi kekuatan kita untuk bisa melewati semua hal  beban hidup kita. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023