Setelah sempat di bully habis habisan di media social sekarang
nampaknya arus berbalik membela Sonya.
Karena situasi Sonya sendiri yang masih berusia belia, dank arena lagi
ayahandanya meninggal dunia dalam rangkaian peristiwa ini, mungkin itulah yang
membuat simpati dan empathi berbalik membela Sonya.
Beberapa artikel di Kompasiana membuktikan bahwa arus sudah
benar ebnar berbalik untuk membela Sonya.
Lihat dan bacala pernyataan dibawa ini yang ditulis oleh
seorang Kompasiner bernama Teguh Puryanto :
Sonya adalah gadis remaja produk modernitas
yang di besarkan oleh gadget dan gempita panggung hiburan televisi. Ia adalah
anak hasil mutasi genetik yang di tularkan sinetron kita. Gaya hidup, cara
berbicara, pola hubungan sosial yang di pertontonkan dalam sinetron tersebut
bermutasi dalam selaput otaknya menjadi karakter pribadnyai. Meledak dalam
ritme persis dalam karakter sinetron anak jalanan.
Sonya, adalah remaja modern kita. Dan kitalah
yang membumikan budaya hedonis, angkuh, arogan, pamer, hilang respect pada
orang tua. Jiwa mereka adalah jiwa yang hampa, kitalah yang mengisinya dengan
gemerlap ilusi lewat sinetron.
Selain itu sebuah artikel lain yang menjadi head line di
Kompasianan benar benar menyejukkan hati kita.
Sang Kompasianer yaitu Thomas
Sembiring dengan sangat apik dalam gaya bahasa anak muda menuliskan kata indah
dalam artikelnya yang berjudul : Surat Cinta untuk
Turang, Sonya Depari.
Beberapa penggalan kalimatnya adalah :
Menangislah
dan lepaskan sebentar rasa sakit dari gagalnya Turang mengendalikan diri saat
menghadapi polisi dan wartawan. Menangislah menerima makian dari seluruh jagad
sosial media dan juga derasnya pemberitaan. Katanya kawan-kawan di Facebook,
air mata itu adalah obat dari sakit yang disebabkan oleh kepedihan. Maka
biarkanlah air matamu menawarkan beban dari kejadian yang mempermalukanmu.
Dengarlah Turang,
Nasi sudah
menjadi bubur, kata sebagian yang mampu memahami labilnya emosimu. Sudah
terlanjur seperti adegan sinetron-sinetron yang tak bermutu itu pula caramu
berlaku saat mencoba mengatasi tekanan malu bila disorot kamera. Bukan karena
semata-mata dicegat oleh patroli kepolisian. Sudah menjadi bubur, katanya
Turang. Tetapi belum lagi basi, bukan?
Tak perlu
larut dalam kepedihan karena almarhum bapak tentu tak akan mau melihat puterinya
terus didera kepedihan sebagaimana ia merasakan. Sekalipun nasi sudah menjadi
bubur, jangan lupa bahwa bubur pun masih punya guna. Demikian pun hidupmu,
setidaknya masih berguna sebagai pertanda untuk anak-anak sebayamu. Pertanda
agar mereka belajar lebih bijaksana ditengah luapan emosi masa muda.
Selengkapnya
: http://www.kompasiana.com/sembirink86/surat-cinta-untuk-turang-sonya-depari_5707d6f486afbd350b88ee98
Benar lah kata kata bijak orang tua, dalam setiap
pengalaman pahit manusia ada solusi, ada jalan keluar, ada pelepasan : Ada cahaya di ujung lorong
Atau kata kata magic dari sang pendiri Alibaba, Jack Ma, hari hari yang kita hadapi sekarang mungkin
sulit, dan besok mungkin lebih sulit lagi.
Tapi nanti pasti ada masa bahagia.
Untuk anak kami Sonya…tegakkan kepala mu nak…tidak semua
yang medsos itu orang jahat, bahkan lebih banyak orang baik. Mereka adalah malaikat yang diutus Tuhan
untuk menuntunmu menuju masa depan yang lebih baik. God Bless you Sonya…
Komentar