Saya kira Golkar sedang memainkan kartu truf untuk
menentukan Calon Wapres pendamping Jokowi. Memang saat ini sudah mengerucut
kepada dua nama yaitu Abraham Samad dan Jusuf Kalla. Kedua nama ini juga diperkuat oleh beberapa
sinyal sinyal yang keluar dari mulut Jokowi sendiri. Misalnya ketika dia mengatakan calon wapres
yang akan mendampinginya bukan dari Jawa, dan menguasai salah satu ekonomi atau hukum.
Mendengar sinyal yang disampaikan oleh Jokowi juga beberapa
petinggi PDIP, maka publik langsung mengassosiasikannya dengan Abraham Samad
atau Jusuf Kalla. Nampaknya sama kuat,
dan dua duanya mempunyai peluang yang sama untuk mendampingi Jokowi.
Belakang muncul issu kabinet bayangan Jokowi, dan Abraham Samad diplot menjadi Jaksa Agung,
sehingga publik langsung menganggap bahwa dengan demikian Jusuf Kalla lah yang
akan mendampingi Jokowi. Apakah benar Jusuf Kalla?
Memang hasil survey beberapa waktu yang lalu publik paling
banyak menginginkan Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla. Walaupun usianya sudah tua (75 tahun) namun
Pak JK demikian dia selalu disapa tetap menunjukkan kesehatan yang sangat
prima, ditambah dengan pengalaman yang sudah segudang. Sehingga berpasangan dengan Jusuf Kalla
publik melihat sebagai the dream team dengan Jokowi, yang suka blusukan dan
cepat mengambil keputusan.
Saya sendiri melihatnya lain. Memang Jusuf Kalla adalah orang Golkar, namun
5 tahun terakhir ini dia berada di luar struktur Golkar. Dengan kenyataan ini saya menduga bahwa
petinggi Golkar justru tidak terlalu suka jika Jusuf Kalla yang maju mendampingi Jokowi.
Aburizal Bakrie juga bukan, karena elektabilitasnya yang
sangat rendah. Dan PDIP sendiri pun nampaknya
akan menolak Aburizal Bakrie, lebih
memilih Jusuf Kalla atau Abraham Samad.
Lalu siapa yang akan disorongkan oleh Golkar sebagai
pendamping Jokowi sebagai calon Wapres?
Tinggal dua nama, dan dua duanya bukan dari Jawa, dan bukan juga
Sulawesi. Mereka berasal dari
Sumatra. Yang pertama adalah Akbar
Tanjung, saat ini menjabat sebagai Ketua
Dewan Pertimbangan Golkar dan yang kedua
adalah Jenderal Purnawirawan Luhut Panjaitan.
Ketika pulang dari kunjungannya ke Kantor Nasdem kemarin, Akbar Tanjung
kembali menegaskan bahwa ada tiga calon wapres dari Golkar yaitu Akbar Tanjung,
Jusuf Kalla dan Luhut Panjaitan.
Diantara Akbar dan Luhut, maka saya melihat bahwa Luhut lah yangakan disorongkan menjadi pendamping Jokowi sebagai calon Wapres. Ada beberapa alasan yang menurut saya sangat
mendasar dan mempunyai peluang yang sangat besar
1.
Luhut Panjaitan
disukai PKB, kawan Koalisi PDIP, karena Luhut
pernah menjadi Menteri Perindustrian di Kabinet Abdurrahaman Wahid.
2.
Luhut sudah berteman dengan Jokowi dalam jangka
waktu yang lama, sehingga komunikasi Luhut dengan Jokowi bisa dikatakan tanpa barrier, tanpa kendala. Bahkan pernah terdengar bahwa Luhut berjasa
untuk mendorong Jokowi menjadi Calon gubernur DKI.
3.
Luhut dianggap mampu mengatasi semua strategi
Prabowo, karena Prabowo adalah mantan anak buah Luhut di Kopassus. Luhut Panjaitan sampai saat ini dianggap salah satu
militer yang paling cerdas.
4.
Luhut mempunyai pengalaman dalam bidang ekonomi
dan menguasai konsep pertahanan dan keamanan.
5.
Luhut disukai di Golkar, khususnya oleh Aburizal
Bakrie, sehingga kedudukan ARB ini tetap aman jika Luhut menjadi petinggi Golkar yang menjadi
Wapres. Berbeda jika yang menjadi Wapres
adalah Jusuf Kalla atau Akbar Tanjung.
6.
Luhut adalah orang Kristen Protestan, sehingga
bisa meraup suara orang kristen di seluruh Indonesia. Dua kali pola Jokowi didampingi oleh wakil
orang katolik (wakil walikota Solo) dan orang beragama kristen protestan Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Sehingga berpasangan dengan Luhut akan
menuruskan kebiasaan kemenangan Jokowi.
Memang harus diakui, jalan masih sulit sebab sejauh ini
belum pernah ada survey yang memasangkan Jokowi dengan Luhut Panjaitan, sehingga
nilai elektabilitasnya sulit diduga.
Namun dengan kerja sama dan kecerdasan Megawati dan Akbar Tanjung
sebagai ketua tim pemenangan Jokowi –Luhut, hal ini bisa diatasi. Ditambah dengan performa yang dilakukan oleh
Ahok, dimana pertimbangan agama sesorang nampaknya bukan lagi pertimbangan
utama dalam memilih calon pemimpin Indonesia.
Yang penting komitmen dan karakternya.
Terima kasih.
Komentar