Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 28 April – 4 Mei 2024

Gambar
  Thema :  Ersada Ukur Ras Ersada Sura Sura 1 Korinti 1 : 10 – 17   Bahasa Karo  O senina-senina, kupindo man bandu i bas gelar Tuhanta Jesus Kristus: ersadalah katandu kerina, gelah ula sempat jadi perpecahen i tengah-tengahndu. Ersadalah ukurndu janah ersadalah sura-surandu. Maksudku eme: maka sekalak-sekalak kam nggo erpihak-pihak. Lit si ngatakenca, "Aku arah Paulus, " lit ka si ngatakenca, "Aku arah Apolos, " deba nina, "Aku arah Petrus, " janah lit pe si ngatakenca, "Aku arah Kristus." Sabap piga-piga kalak i bas jabu Klue nari ngatakenca man bangku maka i tengah-tengahndu lit turah perjengilen. Ibagi-bagiken kin Kristus man bandu? Paulus kin si mate i kayu persilang man gunandu? I bas gelar Paulus kin kam iperidiken? Kukataken bujur man Dibata sabap sekalak pe kam la aku mperidikenca, seakatan Krispus ras Gayus. Dage sekalak pe kam la banci ngatakenca maka kam nai iperidiken gelah jadi ajar-ajarku. Lupa aku! Istepanus ras isi jabuna pe nai

Paskah Dan Adat Karo

Ada sesuatu yang sangat indah dan sangat hakiki dalam adat budaya Suku Karo. Dalam tata cara peradatan pernikahan ada bagian yang disebut “Nggalari Ulu Emas, atau Nggalari Tukur Man Kalimbubu”. Memberikan mas kawin kepada pihak kalimbubu, yaitu pihak keluarga perempuan. Kalimbubu disebut juga dengan “Dibata Niidah” atau juga “Simada Dareh”. Kalau diterjemahkah Kalimbubu itu adalah Allah yang kelihatan atau yang empunya darah=yang empunya kehidupan, yang empunya anak perempuan”.

Nggalari ulu emas mempunyai dasar kepada pemahaman bahwa “Kalimbubu telah memberikan anaknya (perempuan) atau turangnya menjadi ibu kandung dari penganten laki laki yang melahirkan dirinya. Ulu emas yang diberikan kepada kalimbubu simada dareh ini bentuknya adalah uang yang besarnya sama dengan nilai “tukur”. Tukur diberikan oleh keluarga si laki laki sebagai mas kawin kepada  keluarga penganten perempuan

Sumber Foto : http://www.youtube.com/watch?v=qzG2qkAgdEU

 Supaya tidak rumit membedakan tukur dengan ulu emas dibuat contoh seperti ini. Seorang Marga Ginting bere bere Tarigan Tambak menikah dengan Beru Sembiring Bere Bere Karo. Jadi kalimbubu simada dareh Ginting mergana ini adalah Marga Tarigan Tambak,  inilah yang menerima “Ulu Emas”. Sedangkan kalimbubu yang menerima tukur adalah Sembiring Mergana.

Kelak setelah Anak Ginting Mergana ini lahir, maka kalimbubu simada darehnya adalah Sembiring Mergana. Biasanya yang lebih dulu dijalankan adalah memberikan tukur kepada pihak kalimbubu. Proses penetapan dan pemberian tukur ini merupakan sebuah negosiasi yang menang menang (win-win solution). Keluarga perempuan menang karena sudah menerima “tukur” yang biasanya berupa uang mahar dengan angka Rp 486 ribu atau Rp 846 atau Rp 1086 ribu.

Berapa nilai tukur yang ditetapkan demikian juga nilai “ulu emas”. Sama besar.   Angka yang paling biasa dipakai adalah Rp 486 ribu. Ini dianggap angka yang tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu besar, dan biasa dipakai di Jakarta, di Medan atau pun di Kabanjahe/Tanah Karo. Kalau angka Rp 846 ribu, sudah dianggap menengah besar, dan dipakai jika yang menikah adalah orang orang yang keberadaannya lebih tinggi atau ekonomi keluarganya lebih tinggi.

Angka yang paling tinggi yaitu Rp 1086 ribu sejauh yang pernah saya dengar baru sekali dipakai. Tatkala keluarga perempuan yang menikahkan anaknya memang cukup tinggi kekayaannya lagipula anak perempuannya ini sudah mengenyam pendidikan tinggi dan pengajaran budi pekerti yang sangat mendasar. Jadi wajarlah jika dia “memasang harga” yang tinggi terhadap anak perempuannya. Yang saya dengar hal ini terjadi dalam salah satu acara perjabun (pernikahan Suku Karo) di Medan bukan di Jakarta.


 Dalam prosesi pernikahan pada hari H, berapapun nilai tukur dan ulu emas yang sudah disepakati sebelumnya (nilai tukur ini disepakati pada acara Mbaba Belo Selambar atau Nganting Manuk) maka tetap ada proses adat. Misalnya nilai tukur adalah Rp 486 ribu. Pada hari H pesta pernikahan, maka keluarga laki laki dengan diantarkan oleh sangkep nggeluhnya akan datang kepada keluarga kalimbubu (pihak perempuan) untuk menyampaikan tukur ini. Setelah selesai maka keluarga silaki laki selanjutnya memberikan “ulu emas” kepada keluarga simada darehnya. Pada saat memberikan ‘ulu emas ‘ ini akan ada negosiasi yang sangat menarik.

Keluarga laki laki dengan juru bicara sembuyaknya akan menghadap kalimbubu singalo ulu emas , dan berkata sambil meminta maaf karena bere berenya bukan menikah dengan anaknya yang beru Tarigan Tambak (impalnya), namun dengan beru sembiring. Jadi sebagai pengganti bahwa akan tetap ada keterhubungan maka dibayarlah uang ulu emas itu. Pihak kalimbubu singalo ulu emas ini tidak serta merta menyetujui angka yang disodorkan oleh keluarga penganten laki laki. Dia akan meminta tambahan, tidak cukup kalau hanya Rp 486 ribu. Pihak perempuan akan berkata, terlalu kecil tolong ditambahi. Maka dijawab pihak laki laki, baiklah kami berikan tambahnya, sambil menyodorkan tambahan uang (simbolis) misanya Rp 50.000

Kalimbubu singalo ulu emas ini sekali lagi mengatakan tambahi lagi, masak lima puluh ribu cuma,  belum cukup. Maka pihak laki laki akan berkata baiklah kami tambahi lagi, sambil menyodorkan tambahan uang Rp 50.000 atau Rp 30.000,.

Setelah itu pihak kalimbubu singalo ulu emas ini pun berkata kami minta tambah lagi, tapi bukan uang. Sebab uang itu ada batasnya, kami meminta sesuatu yang tidak terbatas dan tidak habis habis.

Menjawab permintaan yang ketiga ini maka pihak laki laki dengan cerdiknya akan menyorongkan kedepan kalimbubu seorang anak laki laki dan berkata “enda tambahna kalimbubu kami”. Enda (maksudnya anak laki laki tadi) lanai terbeligai ergana, janah lanai keri asa ndigan pe. Enda ban kami penambahina. Pada saat itu kalimbubu pun akan mengangguk angguk tanda puas dan setuju. Karena angka tukur Rp 486 ribu tadi sudah digenapi dengan simbol seorang anak laki laki dari pihak penganten laki laki.

Biasanya anak laki laki ini adalah adik atau anak dari abang, atau anak sembuyak/senina si penganten laki laki, yang tentu saja marga ginting pula. Mengapa saat anak laki laki ini disodorkan negosiasi dianggap sudah tuntas, sudah selesai dan tukur diterima dengan sempurna dan perasaan senang? Karena pada saat penyodoran anak laki laki ini lah semua proses adat itu menemukan makna sebenarnya. Hubungan akan terus terbina karena anak laki laki ini kelak diharapkan akan menikah dengan Beru Tarigan Tambak, anak kalimbubu simada dareh Tarigan Tambak mergana.  Dan juga, penganten wanita yang beru sembiring tadi diangkat pula menjadi beru tarigan tambak. "Adi ijabu orang tuandu ah, Beru Sembiring kam anakku, tapi ijenda Beru Tarigan Tambak nge kam", kata kalimbubu singalo ulu emas ini.

Nah pada saat kita merayakan Paskah, saat Yesus Sudah bangkit kembali dari kematian dan menjadi manusia baru. Maka Yesus berperan sebagai simbol pembayaran (ulu emas ) penganten laki laki (seluruh manusia) kepada Kalimbubu Agung ( Allah Yang Empunya Kehidupan Kekal). Kalimbubu Agung yang tadinya selalu meminta tambah dari angka angka yang kita sodorkan, tambahi, tambahi, tambahi sekarang menjadi puas, dan negosiasi selesai dengan sangat win win saat Yesus Kristus Bangkit dari kematian dan menjadi manusia baru yang berperan sebagai ulu emas seluruh manusia kepada Tuhan Allah.

 Tanpa kebangkitan Yesus Kristus, tidak pernah sempurna peradatan atau budaya manusia. Tapi dengan Kebangkitan Kristus, maka digenapi dan disempurnakanlah semua peradatan manusia dimuka bumi. Dari Suku Karo menyebar ke seluruh suku suku lain di dunia ini melalui Yesus Kristus yang bangkit. Selamat menjelang Paskah bagi semua sahabat dimanapun Anda berada, selamat menjelang paskah man kerina kam Sembuyak, Kalimbubu Bagepe Anak Beru kami. Mejuah juah kita kerina.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023