Featured Post

Analisis Lengkap Mengenai Ketidaksinambungan Komunikasi antara Pertua & Diaken Emeritus dengan Pertua & Diaken Aktif di GBKP (Klasis Bekasi-Denpasar) dalam Perspektif Akademis dan Teologis

Gambar
 Pembinaan khusus bagi Pertua dan Diaken Emeritus Klasis Bekasi-Denpasar yang dilaksanakan di Kinasih, Depok, pada 7 Februari 2025 mengangkat isu fundamental mengenai peran dan keterlibatan pertua dan diaken emeritus dalam gereja. Salah satu poin yang ditekankan oleh Pdt. Christoper Sinulingga, selaku Kabid Pembinaan Moderamen GBKP, adalah bahwa tidak ada perbedaan dalam hal melayani  antara pertua dan diaken aktif dengan pertua dan diaken emeritus. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan komunikasi dan peran yang cukup signifikan. Pertanyaan kunci yang muncul: 1. Mengapa terjadi kesenjangan komunikasi dan peran antara pertua & diaken emeritus dengan pertua & diaken aktif? 2. Benarkah dalam konsep teologis tidak ada perbedaan antara keduanya? 3. Jika secara konsep tidak ada perbedaan, mengapa dalam praktik muncul perbedaan? 4. Apa tujuan sejati dari pembinaan ini, dan bagaimana penyelesaiannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, analisis...

Personal Power Jokowi dan Ahok Terbukti Membuat 2 Orang Menteri Kalah Telak

Jika suatu saat Anda mentraktir seseorang berkeliling dengan menaiki satu pesawat terbang, maka maksud sebenarnya dari Anda akan ditentukan dimana letak pendaratannya. Anda boleh mengajak siapapun naik pesawat Anda gratis, namun saat mendarat Anda lakukan di lapangan yang penuh dengan binatang buas yang kelaparan. Kalau demikian maka maksud sebenarnya dari Anda adalah membunuh seseorang yang Anda traktir tersebut. Namun bisa juga pesawat Anda minta mendarat di Lapangan Terbang International seperti Changi Airport misalnya, maka maksud Anda benar benar lah ingin melakukan sebuah kebaikan.
Jadi baik atau buruk prilaku seseorang ditentukan oleh hasil akhirnya. Ada yang prosesnya baik, namun hasil akhirnya mencelakakan atau prosesnya banyak kendala namun hasil akhirnya adalah sebuah kebaikan. Dalam politik banyak sekali proses yang nampaknya baik, namun hasil akhirnya adalah mencelakakan atau merugikan pihak yang lain.


Satu tahun kepemimpinan Jokowi dan Ahok direspon dengan sangat baik oleh masyarakat. Nilai evaluasinya seperti yang dipublikasikan oleh Lembaga survey Indobarometer sangat tinggi. “Angka kepuasan masyarakat Ibu Kota terhadap kinerja Gubernur DKI Joko Widodo sangat tinggi, mencapai 87,5 persen. Sedangkan angka kepuasan terhadap Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama mencapai 85,8 persen.


Meskipun dalam proses kerjanya masih banyak yang belum memenuhi sasaran, seperti menangani kemacetan, banjir dan lain lain, namun masyarakat sudah melihat hasil akhirnya yang akan dituju. Masyarakat sudah sangat yakin bahwa maksud Jokowi dan Ahok sangat baik. Dan itulah yang membuat tingkat kepuasaan masyarakat kepada pasangan ini begitu tinggi. Bahkan masyarakat tidak hanya puas, namun diam diam mulai mengagumi bahkan mencintai Jokowi dan Ahok.


Akumulasi dari rasa puas masyarakat ditambah dengan prestasi prestasi dalam bidang pendidikan, kesehatan, pemukiman, dan birokrasi membuat Jokowi dan Ahok benar benar mempunyai kekuatan atau power. Dalam istilah kepemimpinan ada yang disebut dengan Personal Power, yaitu Power atau kekuasaan yang dimiliki seseorang karena kebaikannya serta prestasi realistik yang dia miliki.


Pak Habibie mempunyai power di Jerman karena dia sangat ahli dalam teknologi metalurgi dan kedirgantaraan. Power yang dimiliki Jokowi dia dapat karena integritas pribadi serta gaya hidup sederhana yang dia miliki. Power yang dimiliki oleh Ahok pun hampir sama dengan Jokowi, karena dia mempunyai integritas yang sangat tinggi serta keberanian untuk menentang segala ketidak baikan.


Dengan personal power yang dia miliki, maka tidak dapat dibantah bahwa Jokowi dan Ahok adalah orang yang sangat berpengaruh di Indonesia saat ini lebih dari siapapun. Ketika Jokowi berseteru dengan Menteri Perindustrian soal mobil murah, Jokowi memenangkannya karena personal power nya, meskipun secara posisi MS Hidayat lebih tinggi power position nya. Ketika Ahok berseteru dengan Menteri Dalam Negeri tentang Lurah Susan, maka Ahok pun memenangkannya meskipun Gamawan Fauzi lebih tinggi Position Power nya.


Memang menurut para ahli kepemimpinan, dibanding dengan position power (kedudukan/jabatan) maka personal power (karakter dan kompetensi) lebih kuat dan lebih besar pengaruhnya. Oleh sebab itu jika dimana mana sekarang ini bermunculan kelompok kelompok pendukung Jokowi menjadi Presiden, itu lahir secara spontan karena besarnya pengaruh akibat Personal Power tadi. Termasuk belakangan ketika sudah mulai menguat suara suara untuk mencalonkan Jokowi dan Ahok menjadi calon pasangan presiden dan wakil presiden, maka itupun lahir dengan sendirinya akibat personal power mereka berdua.


Personal power tidak lahir karena pencitraan ataupun upaya upaya lain yang bersifat pengelabuan.  Namun personal power lahir dalam diri orang lain ketika melihat atau menikmati karakter, kompetensi serta prestasi prestasi empirik seorang tokoh.


Meskipun akan ada suara suara yang menjelekkan bahkan menentang pencalonan Jokowi dan Ahok, maka semua hal itu akan sia sia. Personal Power Jokowi dan Ahok hanya bisa dikalahkan oleh seseorang tokoh yang mempunyai personal power yang lebih tinggi dan lebih baik dari Jokowi dan Ahok. Jika kita melihat nama nama lain yang digadang gadang untuk menjadi calon presiden, maka barangkali hanya nama Prabowo dan Dahlan Iskan lah mempunyai personal power lumayan tinggi, meskipun sebenarnya kedua orang inipun belum mampu mendekati personal power Jokowi dan Ahok. Sedangkan nama nama lain seperti Aburizal Bakrie dan Rhoma Irama, jauh sekali dan tidak akan mampu mengalahkan personal power Jokowi dan Ahok.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 07 – 13 April 2024