Saya sengaja beralih ke pesawat Garuda untuk menghindari delay. Saya
katakan kepada petugas di salah satu biro travel yang menjadi langganan
saya, “tolong cari pesawat lain untuk penerbangan dari Medan ke
Jakarta, pada hari minggu tanggal 27 Oktober 2013, selain Lion Air”. Sebab saya sudah mulai kapok atas seringnya keterlambatan air line ini.
Lalu saya disodorkan penerbangan pesawat Garuda Indonesia, yang akan berangkat pada pukul 20.35 dari Kuala Namu. Saya langsung setuju apalagi harga tiket kelas ekonominya pun tidak terlalu tinggi.
Saya sudah berangan angan bahwa pesawat akan terbang on time, oleh sebab itu saya melakukan kontak kepada keluarga di Bekasi bahwa sekitar jam 24 an, saya sudah akan tiba di rumah.
Namun begitu saya check In, petugas berkata bahwa pesawat mengalami keterlambatan sekitar 40 menit. Kita akan boarding pada pukul 20.40 pak, kata petugas laki laki itu.
Pesawat yang seharusnya take off menuju Jakarta pada pukul 20.35 berubah menjadi 21.15 malam. Saya mulai kecewa akan tetapi masih bisa bersabar. Namun sekitar pukul 20.15, terdengar lagi pengumuman melalui pengeras suara di Kuala Namu bahwa karena kendala operasional pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 195 akan mengalami keterlambatan, akan terbang pada pukul 21.30 WIB.
Pada titik ini saya semakin kecewa, dan terfikir untuk mengganti pesawat. Lalu saya pergi ke Counter Garuda ke bagian Customer Service. Pertanyaan saya kepada petugas laki laki itu adalah.
“Seberapa sering pesawat Garuda No Penerbangan 195 mengalami keterlambatan dalam satu bukan terakhir ini?”
Petugas itu menjawab, “sering Pak.”
Lalu dia menambahkan bahwa kalau pesawat malam
seperti pesawat No 195 ini sering mengalami keterlambatan, karena datang
dari timur.
“Apa maksudnya datang dari Timur?” tanya saya menyelidiki.
Oh rupanya pesawat no 195 sebelumnya datang dari Jakarta, dan sebelumnya lagi datang dari Indonesia Bagian Timur. Itulah
sebabnya pesawat ini sering mengalami keterlambatan, sebab udara di
Timur sering berubah sehingga pesawat ini terlambat sampai di Jakarta. Selanjutnya terlambat terbang dari Jakarta menuju Medan. Terlambat tiba di Medan dan akibatnya terlambat lagi terbang meninggalkan Medan.
Pada penerbangan Garuda Indonesia dengan No Penerbangan 195, pada hari Minggu tanggal 27 Oktober 2013 akhirnya take off pada pukul 22.15 menit. Dan tiba di Jakarta pada pukul 00.20 menit pada tanggal 28 Oktober 2013. Jadwal take off seharusnya 20.35 berubah menjadi 22.15. Ada keterlambatan lebih kurang 1 jam 40 Menit. Memang pihak Garuda memberikan snack (roti dalam kotak) kepada semua penumpang. Pada saat mengambil jatah saya berkata kepada petugas yang membagikan, “roti yang Anda sediakan tidak bisa mengobati kekecewaan saya Mbak.”
Yang membuat saya heran berkepanjangan adalah alasan Garuda Indonesia tetap menjual jadwal penerbangan 195 pada jam 20.35. Padahal sudah ada data paling tidak dalam satu bulan terakhir bahwa selalu mengalami keterlambatan. Keterlambatan akibat pesawat datang terlambat dari
Indonesia Timur, dan keterlambatan akibat terlambatnya crew yang menerbangkan pesawat 193 (Jakarta - Medan) dan 195 (Medan - Jakarta).
Sudah pasti akan terlambat, namun tetap dijual. Persepsi apa yang ada pada Garuda Indonesia sehingga berani menjual jadwal terlambat? Demikian juga Lion Air, yang
sudah sangat sering dikomplain atas keterlambatannya. Saat berangkat ke
Medan memakai Lion Air 4 hari sebelumnya saya juga mengalami
keterlambatan sekitar 1 jam 20 menit.
Saya melihat bahwa ada semacam arogansi strata pada
diri pengelola ataupun managemen perusahaan penerbangan di Indonesia.
Satu pihak merasa dirinya lebih tinggi dan lebih berkuasa kepada pihak
yang lain. Arogansi yang diawali oleh sifat permisif atau pemaaf para penumpang pesawat terbang di Indonesia. Sehingga
para penguasa dalam hal ini pengelola perusahaan penerbangan di
Indonesia merasa bahwa para penumpang di Indonesia mudah dikalahkan
dalam argumentasi, dan mereka tidak akan berani untuk melakukan
pengaduan semacam Class Action.
Jadi meskipun sering ada keterlambatan maka ada anggapan bahwa komplain penumpang hanya bersifat emosional saja. Jika disuguhi minuman dan makanan maka para penumpang akan diam segera.
Kalau alasan ini betul maka sebenarnya masalah yang dihadapi lebih besar. Sebab penumpang dalam hal ini rakyat Indonesia dianggap adalah pihak yang gampang untuk dibodoh bodohi, dikelabui dan ditipu. Rakyat hanya dijadikan alat
oleh sebagian pihak untuk menjalankan bisnisnya, rakyat adalah pihak
yang dipergunakan untuk merealisasikan keberhasilan strateginya saja. Itu berarti prestasi Garuda Indonesia, prestasi Lion air diperoleh karena memang Rakyat Indonesia mempunyai sifat lugu dan pemaaf.
Komentar