Oleh: Pt. Em. Analgin Ginting
Pendahuluan
Pelatihan kepemimpinan paling fenomenal sepanjang sejarah manusia dilakukan oleh Yesus Kristus sendiri. Ia memanggil dua belas murid, merekrut mereka melalui seleksi yang ketat, dan melatih mereka selama tiga tahun dengan pendekatan yang holistik—mencakup dimensi spiritual, emosional, dan misiologis. Yesus tidak hanya mengajar melalui kata, tetapi melalui keteladanan hidup. Hasilnya adalah transformasi mendalam yang melahirkan kepemimpinan apostolik yang mengubah dunia. Dua ribu tahun kemudian, lebih dari enam miliar manusia mengenal dan mengikuti ajaran Kristus—buah dari pelatihan kepemimpinan yang otentik dan berpusat pada panggilan Ilahi (Greenleaf, 1977; Banks & Ledbetter, 2004).
Sepanjang sejarah gereja, muncul pula berbagai model pelatihan kepemimpinan yang kuat dan berpengaruh. Ignatius Loyola mendirikan Society of Jesus (Serikat Jesuit) dengan prinsip disiplin spiritual dan formasi karakter yang ketat. Di sisi lain, tokoh-tokoh Reformasi seperti Martin Luther, Johannes Calvin, dan Ulrich Zwingli memperkenalkan paradigma baru dalam kepemimpinan rohani yang menekankan panggilan, iman, dan tanggung jawab etis. Dalam tradisi Metodis, John Wesley mengembangkan pelatihan berbasis kelompok kecil (class meetings) untuk menumbuhkan kepemimpinan yang kontekstual, disiplin, dan berakar pada kehidupan sehari-hari (Collins, 2007).
Namun, dalam konteks Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)—satu-satunya gereja beraliran Calvinist di Sumatra Utara—pelatihan kepemimpinan hingga kini belum menemukan bentuk yang sistematis dan berkarakter kuat. Setelah 135 tahun berdiri, GBKP masih bergumul dalam membangun pola pengembangan kepemimpinan yang berkelanjutan. Sejumlah pengamat bahkan menilai bahwa pada tahun 2025, GBKP sedang menghadapi salah satu krisis kepemimpinan terbesar dalam sejarahnya—sebuah krisis yang tidak hanya bersifat struktural, tetapi juga spiritual dan moral.
Kesadaran akan situasi ini mendorong sejumlah presbiter emeritus dari tiga klasis Jakarta untuk mencari terobosan baru: menciptakan pelatihan kepemimpinan yang bukan sekadar formalitas, tetapi menjadi wadah pembaruan spiritual, intelektual, dan moral bagi seluruh pemimpin GBKP.
Kepemimpinan Gereja dan Dunia Sekuler: Sebuah Perbandingan
Dalam dunia sekuler, kepemimpinan sering diukur melalui kinerja, target, dan pencapaian strategis. Model ini cenderung menekankan efektivitas organisasi, kemampuan komunikasi, dan keahlian manajerial (Kotter, 1990). Namun dalam konteks gereja, kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari aspek teologis dan spiritual. Pemimpin gerejawi dipanggil bukan hanya untuk “mengatur,” tetapi untuk “menggembalakan,” bukan hanya untuk “menguasai,” tetapi untuk “melayani” (Markus 10:45).
Robert Greenleaf (1977) memperkenalkan konsep servant leadership—pemimpin yang melayani—yang sejalan dengan teladan Kristus. Sementara itu, Bill George (2003) menegaskan pentingnya authentic leadership, yakni kepemimpinan yang lahir dari kesadaran diri, integritas, dan kejujuran batin. Dalam tradisi Calvinist, kepemimpinan yang sejati adalah ekspresi dari panggilan Tuhan (vocatio Dei), di mana setiap pemimpin dipilih bukan karena prestasi pribadi, melainkan karena mandat ilahi untuk memuliakan Allah dan melayani sesama (Calvin, Institutes of the Christian Religion, I.xv).
Dengan demikian, pelatihan kepemimpinan di gereja harus menggabungkan dimensi spiritual (panggilan dan iman), intelektual (penguasaan teologi dan konteks), dan moral (keteladanan dan integritas). Tanpa keseimbangan ini, pelatihan hanya akan menjadi aktivitas administratif tanpa roh dan daya transformatif.
Situasi Kepemimpinan di GBKP Saat Ini
Sebagai seseorang yang telah bertumbuh dari sekolah minggu hingga menjadi presbiter selama lebih dari dua dekade, penulis menyaksikan beberapa akar masalah mendasar dalam sistem kepemimpinan GBKP:
1. Lemahnya komitmen rohani dan moral, khususnya di kalangan pendeta yang ditahbiskan setelah tahun 2000-an.
2. Minimnya keseriusan moderamen dalam membangun sistem pelatihan berkelanjutan.
3. Kurangnya keteladanan dari para senior.
4. Sistem rekrutmen yang tidak berbasis panggilan dan kompetensi.
5. Sistem remunerasi yang tidak memotivasi.
Alternatif dan Solusi Pelatihan Kepemimpinan di GBKP
Dalam sebuah percakapan dengan pejabat moderamen baru-baru ini, terungkap bahwa dari sekitar 600 pendeta aktif di GBKP, mayoritas masih membutuhkan pelatihan dasar tentang panggilan dan pelayanan. Fakta ini menggambarkan adanya kesenjangan besar antara idealitas teologis dan realitas praksis gerejawi.
Untuk menjawab tantangan ini, GBKP perlu mengembangkan Program Pelatihan Kepemimpinan Holistik (PPKH) dengan tiga pilar utama:
1. Teologis: Penguatan panggilan dan identitas sebagai pelayan Kristus.
2. Spiritual dan Karakter: Melatih kedewasaan rohani dan integritas pribadi.
3. Manajerial dan Kontekstual: Pembekalan tentang komunikasi pastoral, manajemen konflik, inovasi digital, dan kolaborasi lintas generasi.
Kesimpulan
Krisis kepemimpinan di GBKP bukanlah sekadar kegagalan organisasi, melainkan krisis spiritualitas panggilan. Gereja ini membutuhkan pembaruan radikal: kembali kepada model kepemimpinan yang otentik, melayani, dan berakar pada teologi Reformasi. Sebab seperti kata Calvin, “We are not our own; we belong to God.” Kepemimpinan sejati lahir dari kesadaran ini.
Power Statement
“Pelatihan kepemimpinan bukan tentang mengajar teknik, tetapi membentuk karakter dan menyalakan kembali api panggilan Ilahi. Tanpa itu, semua strategi hanyalah kebisingan tanpa makna.”
Daftar Pustaka
• Banks, R. & Ledbetter, B. (2004). Reviewing Leadership: A Christian Evaluation of Current Approaches. Grand Rapids, MI: Baker Academic.
• Calvin, J. (1559). Institutes of the Christian Religion. Translated by Ford Lewis Battles. Philadelphia: Westminster Press.
• Collins, K. J. (2007). The Theology of John Wesley: Holy Love and the Shape of Grace. Nashville: Abingdon Press.
• Foster, R. (1998). Celebration of Discipline: The Path to Spiritual Growth. San Francisco: HarperCollins.
• George, B. (2003). Authentic Leadership: Rediscovering the Secrets to Creating Lasting Value. San Francisco: Jossey-Bass.
• Greenleaf, R. K. (1977). Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. New York: Paulist Press.
• Guinness, O. (1998). The Call: Finding and Fulfilling the Central Purpose of Your Life. Nashville: Word Publishing.
• Kotter, J. P. (1990). A Force for Change: How Leadership Differs from Management. New York: Free Press.
• Willard, D. (1998). The Divine Conspiracy: Rediscovering Our Hidden Life in God. San Francisco: HarperCollins.
Komentar