Catatan Tanmbahan PJJ 19–25 Oktober 2025
Tema: Praktekkan Rendah Hati Kepada Orang Lain (Peteruk Ukur Nandangi Kalak Sideban)
Nas: Filipi 2:1–4
“Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
1. Pembukaan
Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi merupakan seruan yang hangat untuk hidup dalam kasih, kesatuan, dan kerendahan hati. Paulus menulis dari penjara, namun justru menekankan sukacita dan semangat melayani sesama. Dalam bagian ini, Paulus menyoroti bahwa kehidupan Kristen yang sejati tidak ditentukan oleh posisi atau kehormatan, melainkan oleh sikap hati yang rendah di hadapan Allah dan sesama.
Rendah hati bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan rohani yang memampukan seseorang untuk menempatkan orang lain lebih utama daripada dirinya sendiri. Di tengah dunia yang menonjolkan kompetisi, gengsi, dan pengakuan diri, pesan Paulus menjadi sangat relevan bagi umat Tuhan masa kini.
2. Fakta
• Jemaat Filipi hidup dalam konteks sosial yang majemuk, dengan potensi konflik antarindividu maupun kelompok pelayanan (bdk. Filipi 4:2–3).
• Paulus menegaskan bahwa kesatuan dan kerendahan hati merupakan kunci untuk mempertahankan damai sejahtera dalam persekutuan.
• Nilai rendah hati bukan hanya norma sosial, tetapi merupakan refleksi langsung dari karakter Kristus yang “mengosongkan diri” (Filipi 2:5–8).
• Dalam konteks gereja masa kini, sikap rendah hati menjadi modal untuk membangun relasi yang sehat antara presbiter, pendeta, dan jemaat.
3. Arti dan Makna Teologis
Karena kasih Yesus Kristus itu begitu sempurna sekali, sehingga apapun kebutuhan manusia, apapun masalahnya, apapun keinginannya, semua sudah dipenuhi-Nya.
Sebenarnya sudah tidak ada lagi alasan untuk kecewa, marah, dan benci kepada siapapun, sebab di atas semuanya itu ada kasih Tuhan Yesus. Jadi tidak ada gunanya dan tidak ada nilai tambahnya jika seseorang merasa paling hebat, harus dihormati, dan sebagainya.
Tidak marah, melainkan ramahlah dan rendah hati kepada orang lain. Tidak ada gunanya egois, karena Tuhan Yesus sudah memenuhi segalanya.
“Hendaklah kamu menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” (Filipi 2:5)
Makna teologis dari teks ini menegaskan bahwa rendah hati adalah respons iman terhadap kasih karunia Allah. Teologi kasih dan kenosis (pengosongan diri Kristus) mengajarkan bahwa keselamatan diberikan bukan karena kehebatan manusia, melainkan karena kasih yang sempurna dari Allah (George, 2003). Maka, sikap rendah hati adalah bentuk imitasi terhadap Kristus yang rela meninggalkan kemuliaan demi menyelamatkan manusia (Aquinas, Summa Theologica, II–II, Q.161).
4. Implementasi / Penerapan
1. Dalam Pelayanan Gereja:
o Setiap presbiter, pendeta, dan pelayan harus belajar mengutamakan kehendak Tuhan di atas ego pribadi.
o Hindari semangat kompetisi dan kembangkan kolaborasi dalam pelayanan.
2. Dalam Kehidupan Sosial:
o Menghormati setiap orang sebagai ciptaan Tuhan tanpa memandang status sosial atau ekonomi.
o Mengendalikan emosi dalam konflik dan memilih untuk mendengarkan sebelum menilai.
3. Dalam Keluarga dan Komunitas:
o Rendah hati berarti memberi ruang bagi orang lain untuk berkembang.
o Keteladanan dalam keluarga menjadi cermin kasih Kristus bagi generasi muda.
5. Kesimpulan
Kerendahan hati adalah pusat kehidupan Kristiani. Ia bukan sekadar perilaku sopan, tetapi suatu ekspresi spiritual dari kasih dan kesadaran bahwa semua yang dimiliki berasal dari Tuhan. Gereja dan masyarakat yang dipenuhi oleh orang-orang rendah hati akan menjadi tempat di mana kasih dan damai sejahtera bersemi.
6. Power Statement
“Rendah hati bukan berarti rendah nilai, tetapi tanda orang yang mengenal kasih Kristus dan mengandalkan Tuhan dalam segala hal.”
Referensi
• Aquinas, T. (1981). Summa Theologica, II–II, Q.161. London: Blackfriars Press.
• Barclay, W. (2003). The Letters to the Philippians, Colossians and Thessalonians. Edinburgh: Saint Andrew Press.
• George, B. (2003). Authentic Leadership: Rediscovering the Secrets to Creating Lasting Value. San Francisco: Jossey-Bass.
• Wright, N. T. (2012). Paul for Everyone: The Prison Letters. London: SPCK.
• Stott, J. (2006). The Message of Philippians: Jesus Our Joy. Leicester: InterVarsity Press.
• Calvin, J. (1960). Commentary on Philippians. Grand Rapids: Eerdmans.
• Bonhoeffer, D. (1995). Life Together. New York: HarperOne.
Komentar