Featured Post

Catatan Tambahan PJJ 28 April – 4 Mei 2024

Gambar
  Thema :  Ersada Ukur Ras Ersada Sura Sura 1 Korinti 1 : 10 – 17   Bahasa Karo  O senina-senina, kupindo man bandu i bas gelar Tuhanta Jesus Kristus: ersadalah katandu kerina, gelah ula sempat jadi perpecahen i tengah-tengahndu. Ersadalah ukurndu janah ersadalah sura-surandu. Maksudku eme: maka sekalak-sekalak kam nggo erpihak-pihak. Lit si ngatakenca, "Aku arah Paulus, " lit ka si ngatakenca, "Aku arah Apolos, " deba nina, "Aku arah Petrus, " janah lit pe si ngatakenca, "Aku arah Kristus." Sabap piga-piga kalak i bas jabu Klue nari ngatakenca man bangku maka i tengah-tengahndu lit turah perjengilen. Ibagi-bagiken kin Kristus man bandu? Paulus kin si mate i kayu persilang man gunandu? I bas gelar Paulus kin kam iperidiken? Kukataken bujur man Dibata sabap sekalak pe kam la aku mperidikenca, seakatan Krispus ras Gayus. Dage sekalak pe kam la banci ngatakenca maka kam nai iperidiken gelah jadi ajar-ajarku. Lupa aku! Istepanus ras isi jabuna pe nai

Presiden Jokowi Sang Pande Kudin Calon Penerima Hadian Nobel Perdamaian


Gonjang ganjing dalam pengangkatan Calon Kapolri baru yang meluas menjadi perseteruan dua lembaga penegak hukum Polri dan KPK telah menyita energi Bangsa Indonesia selama lebih kurang satu bulan kemarin telah berakhir untuk sementara. Adalah Presiden Jokowi dengan sangat tegas, bijaksana serta berani mengambil risiko yang mengakhiri perseteruan itu dengan keputusannya menon-aktifkan sementara dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto sekaligus membatalkan pengangkatan dan pelantikan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri.



Menarik untuk menyimak situasi ini karena penulis melihat ada dua fakta utama yang sangat mendasar sebagai ciri karakter individu dan bangsa secara keseluruhan. Yang pertama adalah cara dan strategi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, dan yang kedua adalah cara Bangsa Indonesia menghadapi konflik. Pada tulisan ini saya akan menyoroti fakta yang kedua terlebih dahulu.


Dalam satu bulan terakhir ini kembali kepada seluruh Rakyat Indonesia Indonesia diperlihatkan bagaimana konflik itu terjadi dan bagaimana pula karakter kita dalam menyelesaikan konflik yang ada. Beberapa kesimpulan yang bisa kita angkat adalah bahwa ketika ada konflik maka semua lupa kepada kepentingan secara bersama, yang ditonjolkan hanya lah kepentingan pihaknya atau golongannya atau kelompoknya saja.


Kita sudah melihat bagaimana pereseturan ini berawal yaitu ditetapkannya Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK secara tiba tiba pada kasus rekening gendut, pada hal dialah calon tunggal yang diajukan Presiden Jokowi sebagai Kapolri. Penetapan yang sekonyong konyong ini dianggap pihak tertentu sebagai hal yang berkaitan dengan dendam pribadi serta menyimpan banyak agenda politik tersembunyi.



Kemudian pihak yang mencalonkan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri; PDIP, Koalisi Indonesia Hebat, DPR RI (kecuali Fraksi Demokrat dan Fraksi PAN) terlihat sudah melakukan semua upaya semaksimal mungkin untuk mendorong Presiden Jokowi segera melantiknya menjadi Kepala Polisi Republik Indonesia. Dan dalam upaya memenangkan kepentingan itu semua hal dilakukan, termasuk hal hal pembongkaran rahasia dan kelemahan pihak lawan yang sangat tidak mendidik .


Kita sudah melihat bagaimana KPK dilawan dengan mencari semua keburukan pimpinannya dan lembaganya. Lalu ditempuhlah upaya pra peradilan untuk membatalkan status tersangka Komjen Budi Gunawan dengan dipimpin oleh hakim tunggal, yang belakangan dianggap tidak adil karena keputusannya yang menetapkan KPK keliru dan tidak sah. Akibatnya status tersangka kepada Komjen Budi Gunawan dibatalkan. 


Kita semua sudah melihat bahwa apa yang seharusnya tidak diungkapkan pun dilakukan hanya untuk membenarkan pihak sendiri supaya keinginan dan target tercapai. Pihak lawan dilemahkan bahkan dimatikan. Akibat kepada bangsa secara keseluruhan diabaikan atau dilupakan. Kata-kata yang sekeras kerasnya dan sekasar kasarnya diucapkan dan diberitakan ke rumah rumah hanya untuk mengatakan lawan salah dan bodoh, saya yang benar. Kata kata yang menggambar kan pihak lawan “ iblis” pun diucapkan dan diberitakan oleh pihak yang diyakini sangat mengerti hukum dan norma norma berbangsa. Kita sulit menyangkal kalau dikatakan bahwa Pesatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia ternyata belum mendasar dan belum kuat menyatu dalam darah setiap rakyatnya. 


Fakta yang pertama melahirkan fakta yang kedua. Bahwa dalam puncak kasus gonjang ganjing ini keputusan Presiden Jokowi terbukti menjadi faktor penyejuk. Karena karakter Jokowi ternyata berbeda dari gambaran yang pertama diatas. Jokowi tidak berdiri untuk golongannya. Dia berani menembus dinding dengan mengambil keputusan berdasarkan kebenaran hati nurani.




Seharusnya Jokowi akan mengambil keputusan yang sesuai dengan golongannya (PDIP dan KIH) apalagi lembaga DPR juga menyetujui Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Namun dia mengambil keputusan yang berkebalikan yang dimensinya lebih luas, lebih jauh ke depan, dan lebih sesuai dengan keinginan rakyat keseluruhan. Presiden Jokowi bukan hanya seorang Pande Kudin berhati tulus ikhlas, namun dia adalah Pande Kudin Modern yang layak nanti dicalonkan sebagai  penerima Nobel Perdamaian.lihat : ( http://metro.kompasiana.com/2014/01/15/jokowi-dan-ahok-sang-pande-kudin-628043.html )


Keputusan ini sangat berani karena mengandung banyak sekali risiko terutama untuk kedudukannya sendiri sebagai presiden yang dicalonkan dan didukung oleh PDIP dan KIH. Namun itulah yang diambilnya, makanya bisa dikatakan bahwa Jokowi secara individu  sebagai  fakta tersendiri, berbeda dari fakta yang lain.


Apakah keputusan ini akan aman seterusnya? Kalau kita setuju dengan fakta yang pertama bahwa kepentingan golongan atau kelompok itu lebih utama, maka situasi aman dan terselesaikan sekarang ini hanyalah bersifat sementara. Pihak PDIP sudah mengatakan bahwa Presiden Jokowi sulit dibela jika ada interpelasi  di DPR. Bahkan Anis Mata dari Komisi Merah Putih sudah mengatakan pula bahwa Perpu pengangkatan pejabat sementara KPK bisa saja ditolak DPR.


Mari kita lihat dan nantikan dengan optimis oleh karena fakta yang kedua, bahwa Presiden Jokowi mempunyai karakter dan komptensi yang memampukan dia mengambil keputusan tepat dan bijaksana pada saat saat genting. Dan marilah kita belajar dari kekisruhan pencalonan Komjen Budi Gunawan ini.  Kita mengucapkan terima kasih kepada Pak Budi Gunawan atas kebesaran jiwanya menerima pilihan sulit untuk tidak dilantik menjadi Kapolri.  Kita juga mengucapkan terima kasih kepada  KPK dan Polri yang telah menjadi pemain utama dalam kasus gonjang ganjing ini.   Kita tempatkan kepentingan bangsa secara keseluruhan lebih besar dan lebih utama daripada kepentingan golongan atau kepentingan lembaga.   Tetap optimis.


Sumber :

http://news.detik.com/read/2015/02/18/150041/2836787/10/mabes-polri-dukung-keputusan-presiden-tak-jadi-melantik-komjen-bg?nd771104bcj

http://news.detik.com/read/2015/02/18/235855/2837302/10/pdip-nyatakan-sulit-bela-jokowi-bila-diinterpelasi-dpr

http://news.detik.com/read/2015/02/19/083637/2837344/10/mengingat-sikap-dpr-yang-pernah-tolak-perppu-plt-kpk-di-era-sby?991104topnews

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indah Pada Waktunya / Pengkhotbah 3:11-15 ( Pekan Penatalayanan Hari Keempat)

Catatan Tambahan PJJ 1 – 7 Oktober 2023

Catatan Tambahan PJJ 27 Agustus – 2 September 2023