Gonjang ganjing dalam pengangkatan Calon Kapolri
baru yang meluas menjadi perseteruan dua lembaga penegak hukum Polri dan
KPK telah menyita energi Bangsa Indonesia selama lebih kurang satu
bulan kemarin telah berakhir untuk sementara. Adalah Presiden Jokowi dengan sangat tegas,
bijaksana serta berani mengambil risiko yang mengakhiri perseteruan itu
dengan keputusannya menon-aktifkan sementara dua pimpinan KPK, Abraham
Samad dan Bambang Widjojanto sekaligus membatalkan pengangkatan dan
pelantikan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri.
Menarik untuk menyimak situasi ini karena penulis melihat ada dua fakta utama yang sangat mendasar sebagai ciri karakter individu dan bangsa secara keseluruhan. Yang pertama adalah cara dan strategi pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, dan yang kedua adalah cara Bangsa Indonesia menghadapi konflik. Pada tulisan ini saya akan menyoroti fakta yang kedua terlebih dahulu.
Dalam satu bulan terakhir ini kembali kepada seluruh Rakyat Indonesia
Indonesia diperlihatkan bagaimana konflik itu terjadi dan bagaimana
pula karakter kita dalam menyelesaikan konflik yang ada. Beberapa kesimpulan yang bisa kita angkat adalah bahwa
ketika ada konflik maka semua lupa kepada kepentingan secara bersama,
yang ditonjolkan hanya lah kepentingan pihaknya atau golongannya atau
kelompoknya saja.
Kita sudah melihat bagaimana pereseturan ini berawal yaitu ditetapkannya Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka
oleh KPK secara tiba tiba pada kasus rekening gendut, pada hal dialah
calon tunggal yang diajukan Presiden Jokowi sebagai Kapolri. Penetapan yang sekonyong konyong ini dianggap pihak tertentu sebagai hal yang berkaitan dengan dendam pribadi serta menyimpan banyak agenda politik tersembunyi.
Kemudian pihak yang mencalonkan Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri; PDIP, Koalisi Indonesia Hebat, DPR RI (kecuali Fraksi Demokrat dan Fraksi PAN) terlihat sudah melakukan semua upaya semaksimal mungkin untuk mendorong Presiden Jokowi segera melantiknya menjadi Kepala Polisi Republik Indonesia. Dan
dalam upaya memenangkan kepentingan itu semua hal dilakukan, termasuk
hal hal pembongkaran rahasia dan kelemahan pihak lawan yang sangat tidak mendidik .
Kita sudah melihat bagaimana KPK dilawan dengan mencari semua keburukan pimpinannya dan lembaganya. Lalu
ditempuhlah upaya pra peradilan untuk membatalkan status tersangka
Komjen Budi Gunawan dengan dipimpin oleh hakim tunggal, yang belakangan
dianggap tidak adil karena keputusannya yang menetapkan KPK keliru dan tidak sah. Akibatnya status tersangka kepada Komjen Budi Gunawan dibatalkan.
Kita semua sudah melihat bahwa apa yang seharusnya tidak diungkapkan pun dilakukan hanya untuk membenarkan pihak sendiri supaya keinginan dan target tercapai. Pihak lawan dilemahkan bahkan dimatikan. Akibat kepada bangsa secara keseluruhan diabaikan atau dilupakan. Kata-kata
yang sekeras kerasnya dan sekasar kasarnya diucapkan dan diberitakan ke
rumah rumah hanya untuk mengatakan lawan salah dan bodoh, saya yang
benar. Kata kata yang menggambar kan pihak lawan “ iblis” pun diucapkan dan diberitakan oleh pihak yang diyakini sangat mengerti hukum dan norma norma berbangsa. Kita sulit menyangkal kalau dikatakan bahwa Pesatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia ternyata belum mendasar dan belum kuat menyatu dalam darah setiap rakyatnya.
Fakta yang pertama melahirkan fakta yang kedua. Bahwa dalam puncak kasus gonjang ganjing ini keputusan Presiden Jokowi terbukti menjadi faktor penyejuk. Karena karakter Jokowi ternyata berbeda dari gambaran yang pertama diatas. Jokowi tidak berdiri untuk golongannya. Dia berani menembus dinding dengan mengambil keputusan berdasarkan kebenaran hati nurani.
Seharusnya Jokowi akan mengambil keputusan yang
sesuai dengan golongannya (PDIP dan KIH) apalagi lembaga DPR juga
menyetujui Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Namun dia mengambil keputusan yang berkebalikan yang dimensinya lebih luas, lebih jauh ke depan, dan lebih sesuai dengan keinginan rakyat keseluruhan. Presiden Jokowi bukan hanya seorang Pande Kudin berhati tulus ikhlas, namun dia adalah Pande Kudin Modern yang layak nanti dicalonkan sebagai penerima Nobel Perdamaian.lihat : ( http://metro.kompasiana.com/2014/01/15/jokowi-dan-ahok-sang-pande-kudin-628043.html )
Keputusan ini sangat berani karena mengandung
banyak sekali risiko terutama untuk kedudukannya sendiri sebagai
presiden yang dicalonkan dan didukung oleh PDIP dan KIH. Namun
itulah yang diambilnya, makanya bisa dikatakan bahwa Jokowi secara
individu sebagai fakta tersendiri, berbeda dari
fakta yang lain.
Apakah keputusan ini akan aman seterusnya? Kalau
kita setuju dengan fakta yang pertama bahwa kepentingan golongan atau
kelompok itu lebih utama, maka situasi aman dan terselesaikan sekarang
ini hanyalah bersifat sementara. Pihak PDIP sudah mengatakan bahwa Presiden Jokowi sulit dibela jika ada interpelasi di DPR. Bahkan
Anis Mata dari Komisi Merah Putih sudah mengatakan pula bahwa Perpu
pengangkatan pejabat sementara KPK bisa saja ditolak DPR.
Mari kita lihat dan nantikan dengan optimis oleh
karena fakta yang kedua, bahwa Presiden Jokowi mempunyai karakter dan
komptensi yang memampukan dia mengambil keputusan tepat dan bijaksana pada saat saat genting. Dan
marilah kita belajar dari kekisruhan pencalonan Komjen Budi Gunawan
ini. Kita mengucapkan terima kasih kepada Pak Budi Gunawan atas
kebesaran jiwanya menerima pilihan sulit untuk tidak dilantik menjadi
Kapolri. Kita juga mengucapkan terima kasih kepada KPK dan Polri yang
telah menjadi pemain utama dalam kasus gonjang ganjing ini. Kita
tempatkan kepentingan bangsa secara keseluruhan lebih besar dan lebih
utama daripada kepentingan golongan atau kepentingan lembaga. Tetap
optimis.
Sumber :
http://news.detik.com/read/2015/02/18/150041/2836787/10/mabes-polri-dukung-keputusan-presiden-tak-jadi-melantik-komjen-bg?nd771104bcj
http://news.detik.com/read/2015/02/18/235855/2837302/10/pdip-nyatakan-sulit-bela-jokowi-bila-diinterpelasi-dpr
http://news.detik.com/read/2015/02/19/083637/2837344/10/mengingat-sikap-dpr-yang-pernah-tolak-perppu-plt-kpk-di-era-sby?991104topnews
Komentar