

Suatu saat di salah satu Persidangan Klasis GBKP tahun 2010. Acara utama adalah pemilihan Badan Pekerja Klasis periode 2010 - 2015. Pemilihan Ketua Klasis telah dilakukan dengan baik dan positif. Jabatan kedua yang akan dipilih adalah Sekretaris Klasis. Satu persatu peserta sidang yang mempunyai hak suara menuliskan nama yang dia calonkan. Sampai disinipun semua berjalan baik dan suasana sangat kondusif.
Acara berikutnya tentu saja menghitung jumlah suara, menulis dan mentabulasikannya di
white board yang sudah disediakan panitia. Dari atas dituliskan semua nama yang mendapat nominasi sebagai kandidat, dan disebalah nama itu suara yang dia peroleh. Tulisan itu menarik, karena menampilkan perolehan jumlah suara dari masing-masing kandidat yang dijagokan. Semuanya pendeta, karena kebanyakan skeretaris Klasis GBKP memang seorang pendeta. Terlihat bahwa beberapa nama masuk, mulai dari yang paling banyak memperoleh suara sampai kepada satu orang calon yang hanya mempunyai satu suara.
Setelah perhitungan selesai, dan hasilnya tetap dipampangkan di
white board, maka mulai lah Pimpinan Sidang bertanya kesediaan para calon sekretaris, berurutan dari calon yang mendapat suara paling banyak. Jawabannya “tidak bersedia “. Ditanya lagi calon berikutnya yang mendapat suara paling banyak kedua, dan jawabannya pun “tidak bersedia”, Ditanya lagi urutan berikutnya, “tidak bersedia”. Ditanya lagi urutan berikutnya, tetap tidak bersedia dengan alasan yang sangat logis dan mengundang simpati.
Orang berikutnya yang ditanya adalah kandidat yang memperoleh hanya satu suara. Dia bingung, tidak tahu harus menjawab apa. Tiba tiba ada titik air di telaga matanya, dan dia berkata “Kalau kujawab ya, apa dasarnya aku mengiyakannya, dan apa kemampuanku. Aku pendeta paling muda di Klasis ini, pengalamanku pun belum ada. Jadi aku merasa tidak layak untuk menjadi Sekretaris Klasis kita. Namun kalau kujawab tidak, aku paling takut kepada Tuhan. Tidak berani aku menolak pilihan Tuhan.
Bingung kal aku, katanya. Akhirnya dia menerima sebagai kandidat Skretaris Klasis. Ketika putaran kedua digelar, maka dia pun memperoleh mayoritas suara.
Siapakah yang memilih dia, yang hanya satu suara. Dia sendirin kah? Tuhan kah, atau seseorang yang tanpa sadar menuliskan namanya. Apa beda 1 suara dengan 22 suara atau 31 suara? Suara sebanyak berapa pun mentah kalau kandidat tidak bersedia. Suara hanya satu pun, akan dipakai Tuhan jika menerimanya dengan hormat dan komitmen sepenuhnya. Sah lah satu suara, sebab Tuhan yang melengkapinya. Jadi secara teologis dimanapun “
belang-belang GBKP ini” jika diakukan dan diterima dengan penghayatan iman, maka satu suarapun sah, tidak ada masalah. Sebab Tuhan pasti tahu siapa yang DIA pilih, dan Paulus berkata. Alangkah besarnya upah bagi orang yang mau dipilih Tuhan, seperti tertulis di Efesus 1 : 18,19.
18 Kupindo man Dibata gelah italangiNa pusuh peratenndu gelah terang pengangkanndu. Alu bage banci ietehndu kai si banci iarapkenndu i bas Dibata si ndilo kam, bage pe gelah ietehndu maka seh kal buena erta-erta si mulia si isikapken Dibata man anak-anakNa.
19 Ras gelah ietehndu maka seh kal belinna Kuasa Dibata erdahin i bas kita si tek man Kristus. Kuasa si erdahin i bas kita e, bali ras kuasaNa si mbelin
Terima kasih, salam damai.
Komentar