Catatan Tambahan PJJ 2 - 8 Nopember 2025
Thema: Agama yang Benar dan Baik
Nas: Yakobus 1:26–27
“Jikalau ada seorang menganggap dirinya beribadah, tetapi tidak mengekang lidahnya, ia menipu dirinya sendiri, maka sia-sialah ibadahnya.
Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia.”
Pengantar
Dalam kehidupan beriman, seringkali manusia terjebak dalam bentuk-bentuk lahiriah agama, tetapi mengabaikan hakikat batiniahnya. Rasul Yakobus menegaskan bahwa ukuran kebenaran dan kemurnian agama bukan terletak pada ritual semata, melainkan pada buah kehidupan dan perilaku sehari-hari yang memuliakan Allah melalui tindakan kasih kepada sesama. Dengan demikian, agama yang benar tidak berhenti pada liturgi, tetapi berlanjut dalam empati, kepedulian, dan disiplin moral yang nyata dalam hidup sehari-hari.¹
Fakta
• Kehidupan beragama dewasa ini sering diwarnai oleh paradoks: semakin banyak ritual dilakukan, semakin tipis integritas dan kepekaan sosial sebagian pemeluknya.
• Banyak orang rajin beribadah secara formal, namun tidak mengekang lidah, menyakiti sesama dengan ucapan, bahkan memperalat agama untuk kepentingan diri.
• Yakobus mengingatkan bahwa ibadah sejati justru tampak dari kekudusan lidah dan pelayanan nyata kepada yang lemah, yaitu yatim dan janda.²
Arti dan Makna Teologis
Makna beribadah adalah terciptanya pola pemikiran dan perbuatan yang baik dalam diri orang yang beribadah tersebut.
Dari mulutnya tidak lagi keluar kata-kata yang tidak baik. Ibadah yang murni menurut surat Yakobus ini bukanlah dalam ritualnya, tetapi pada apa yang dilakukan untuk melayani dan menolong orang yang membutuhkan pelayanan.³
Dengan demikian, ibadah sejati adalah kehidupan yang meniru karakter Allah sendiri: suci dalam tutur kata, aktif dalam kasih, dan tangguh menjaga diri dari pencemaran dunia.
Implementasi
Dalam konteks kehidupan modern, ibadah yang murni menuntut konsistensi antara iman dan tindakan.
Seorang Kristen sejati harus menghadirkan kasih dalam bentuk konkret: memberi perhatian kepada anak yatim, mendampingi janda yang kesepian, dan menahan diri dari perilaku yang mencemarkan iman.
Ibadah bukan hanya apa yang dilakukan di gereja, melainkan seluruh kehidupan yang menjadi kesaksian.⁴ Mengendalikan lidah berarti menjaga komunikasi agar membangun, bukan meruntuhkan; menolong yang menderita berarti menghadirkan wajah Allah di tengah dunia yang haus kasih.⁵
Kesimpulan
Agama yang benar dan baik adalah yang memadukan kesalehan personal dan tanggung jawab sosial. Ibadah yang murni tidak berhenti pada kata dan ritual, tetapi memancar dalam tindakan nyata yang menyejukkan dan menumbuhkan kehidupan bersama. Ketika seseorang beribadah dengan hati yang bersih dan tangan yang menolong, maka kehadirannya menjadi perpanjangan tangan kasih Allah di dunia.
Power Statement
“Ibadah sejati bukan diukur dari lamanya doa atau megahnya ibadah, tetapi dari kasih yang kita nyatakan kepada sesama yang menderita.”
Catatan Kaki
• 1. Barclay, W. (2001). The Letters of James and Peter. Louisville: Westminster John Knox Press.
• 2. Wright, N. T. (2012). After You Believe: Why Christian Character Matters. New York: HarperOne.
• 3. Douglas, J. D. (Ed.) (1999). New Bible Dictionary (3rd ed.). Leicester: InterVarsity Press.
• 4. Bonhoeffer, D. (1954). Life Together. New York: Harper & Row.
• 5. Stott, J. (1999). The Message of James: The Tests of Faith. Leicester: InterVarsity Press.
Daftar Pustaka
• Barclay, W. (2001). The Letters of James and Peter. Louisville: Westminster John Knox Press.
• Bonhoeffer, D. (1954). Life Together. New York: Harper & Row.
• Douglas, J. D. (Ed.) (1999). New Bible Dictionary (3rd ed.). Leicester: InterVarsity Press.
• Stott, J. (1999). The Message of James: The Tests of Faith. Leicester: InterVarsity Press.
• Wright, N. T. (2012). After You Believe: Why Christian Character Matters. New York: HarperOne.

Komentar