Featured Post

Analisis Lengkap Mengenai Ketidaksinambungan Komunikasi antara Pertua & Diaken Emeritus dengan Pertua & Diaken Aktif di GBKP (Klasis Bekasi-Denpasar) dalam Perspektif Akademis dan Teologis

Gambar
 Pembinaan khusus bagi Pertua dan Diaken Emeritus Klasis Bekasi-Denpasar yang dilaksanakan di Kinasih, Depok, pada 7 Februari 2025 mengangkat isu fundamental mengenai peran dan keterlibatan pertua dan diaken emeritus dalam gereja. Salah satu poin yang ditekankan oleh Pdt. Christoper Sinulingga, selaku Kabid Pembinaan Moderamen GBKP, adalah bahwa tidak ada perbedaan dalam hal melayani  antara pertua dan diaken aktif dengan pertua dan diaken emeritus. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan komunikasi dan peran yang cukup signifikan. Pertanyaan kunci yang muncul: 1. Mengapa terjadi kesenjangan komunikasi dan peran antara pertua & diaken emeritus dengan pertua & diaken aktif? 2. Benarkah dalam konsep teologis tidak ada perbedaan antara keduanya? 3. Jika secara konsep tidak ada perbedaan, mengapa dalam praktik muncul perbedaan? 4. Apa tujuan sejati dari pembinaan ini, dan bagaimana penyelesaiannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, analisis...

Dua Tulisan Maha Hebat Tentang Sthepen Hawking.

Tulisan Pertama Oleh Jansen Sinamo Guru Ethos.

STEPHEN HAWKING yang meninggal pagi ini dan menjadi trending topic sepanjang hari sungguh adalah celebrity sejati; dalam hal ini ia setaraf dengan Einstein bahkan lebih. Bukunya The Brief History of Time terjual 10 juta lebih, tak terdekati ilmuwan manapun sepanjang sejarah.

Secara prestasi kefisikaan dalam 50 tahun terakhir, banyak yang melampaui Hawking, terutama para pemenang Hadiah Nobel seperti Steven Weinberg dan Samuel Perlmutter misalnya. Meski kuyup dengan penghargaan fisika lain namun Hawking belum qualified mendapat Hadiah Nobel.
Apa yang dikerjakan Hawking adalah elaborasi Teori Einstein, khususnya soal black hole yang dikerjakannya bersama Roger Penrose.

Ini tidak mengecilkan Hawking, karena jika ada 10 fisikawan terbesar sesudah Einstein, fisikawan berkursi roda ini pastilah termasuk.
Yang membuatnya besar, dalam hal ini bahkan lebih besar dari Einstein, adalah semangat juangnya yang tiada tara.

Kata dokter paling bertahan hidup dua tahun lagi, semenjak penyakit kelumpuhan motoriknya dikenali di usianya yang ke-22, Hawking membuktikan bisa bertahan hingga mencapai 76 tahun; dengan pencapaian yang mencengangkan.

Terpuruk di kursi roda, seluruh ototnya tak bisa lagi digerakkan, kecuali yang di sekitar mata; tapi dari kemustahilan itulah Hawking bekerja hingga membuat dunia geleng-geleng kepala.
Meski lumpuh total, but in my mind I am free, katanya mengawali salah satu video dokumenternya.
Freedom of mind itulah yang melahirkan semangat hidupnya yang besar. BBC berkata tadi pagi: dunia kehilangan a great mind and a wonderful spirit; Hawking yang berpikiran besar dan bersemangat dahsyat.

Bercita rasa humor tinggi Hawking berkata: Saya tidak takut mati, tapi saya juga tak ingin buru-buru pergi. Selalu ada harapan dan makin jauh kita melangkah makin banyak alasan untuk hidup terus. Di usia 21 tahun dulu, pernah ia merasa harapan buatnya sudah nihil.

Great mind itu tidak saja, ke luar, berhasil menjelajahi kosmos matematis yang tiada berbatas saking besarnya, yang berevolusi dari singularitas mahakecil tiada tara sepanjang 13,8 miliar tahun; ke dalam ia berhasil membuhul semangat akbar serta menggunakannya membekuk kemustahilan: mengajar, membimbing mahasiswa, membangun teori, dan berkomunikasi dengan dunia secara populer dan humoristik.

Bidang studinya, kosmologi: evolusi dan nasib alam semesta yang memang memukau bagi khalayak umum, kondisi fisiknya yang juga memukau saking tidak masuk akalnya, namun tampil komunikatif secara enak dan perlu di panggung dunia; keseluruhannya menjadi sungguh menakjubkan. Bukunya yang 10 juta lebih menjadi buktinya, walau barangkali tak sampai 1 persen yang membacanya sampai tuntas.

Stephen Hawking sungguh fantastis sebagai manusia: membekuk kemustahilan dan menekuk ketidakmungkinan; sepanjang 50 tahun lebih berkarya bagi sains dan kemanusiaan.
Takzim kami kepadamu wahai sang fisikawan!

Sthepen Hawking



Tulisan Kedua :  ANWAR TJEN, Rohaniwan, PhD dari Universitas Cambridge

Sang penjelajah jagad raya itu telah pergi di jalan bersama anak-anak manusia. Dunia yang mengagumi pemikirannya yang hanya dipahami oleh segelintir fisikawan teoretis, turut kehilangan salah seorang tokoh mitologisnya.

Riwayat Hawking yang memancing kekaguman sebenarnya juga menyimpan tragedi di mata mereka yang mengetahui hidup pribadinya. Ilmuwan yang telah melegenda ini menyimpan luka kehidupan keluarga yang mengenaskan. Hanya keangkuhan seorang ternama yang tampaknya mampu menutupi semuanya sehingga tanda-tanda penganiayaan pada tubuhnya tidak diproses tuntas sebagai kemungkinan kasus KDRT, kekerasan dalam rumah tangga.

Hawking niscaya ilmuwan brilian, tetapi tanpa ketangguhannya menghadapi penyakit ALS (amyotrophic lateral sclerosis) yang melumpuhkan tubuhnya, boleh jadi ia tidak akan menjulang di gemunung popularitas. Ia adalah sebuah mitos yang dibutuhkan dunia masa kini yang memuja sains sebagai ilah baru. Kepergiannya meninggalkan “ruang imajinasi mitologis” yang tak mudah diisi oleh kolega-koleganya yang tak kalah briliannya.

MELEK BATIN
Di luar dugaan banyak orang, ilmuwan secemerlang Hawking, ternyata adalah pemikir yang tidak terkurung dalam menara gading penelitiannya yang super-teoretis. Walau tidak percaya pada Tuhan, kecuali barangkali sebagai suatu konstanta matematis dalam pencariannya akan jejak-jejak awal semesta, Hawking tetaplah figur humanis yang melek batin untuk melihat dampak-dampak yang ditimbulkan karya anak-anak manusia demi impian ego-sentris akan kenyamanan dan kedigdayaan.

Ketika perang Irak meletus (2004), misalnya, Hawking mengecam invasi yang mengatasnamakan kepentingan “luhur” untuk memberantas senjata pemusnah massal. Ia mengungkapkan bela sungkawa atas jatuhnya korban-korban yang tak bersalah.

Siapa yang menyangka bahwa demi mendukung perjuangan Palestina ia pernah menolak undangan untuk hadir dalam satu konperensi di Universitas Ibrani, Jerusalem (2013)?

KEBEBASAN ILMIAH
Kepeduliannya pun tak hanya berwujud kata-kata bernas di atas kertas. Hawking mendukung kebebasan ilmiah yang tidak terpasung oleh sebentuk rasisme dan melakukan penggalangan dana bagi pendidikan anak-anak Palestina. Belum lama berselang, ia mengecam gerakan Brexit yang diyakininya akan menciderai negaranya sendiri dalam kepentingan lintas-batas penelitian.

Jika dunia kita kian memuja efisiensi dan produktivitas yang dihasilkan teknologi, Hawking mengakui manfaatnya tanpa menutup mata pada dampak-dampaknya yang amat destruktif. Akselerasi teknologi canggih semisal kecerdasan artifisial, internet, dan teknologi digital dilihatnya sebagai jalan pasti menuju tragedi kemanusiaan bila tidak diantisipasi dengan visi dan strategi yang lebih manusiawi.

Kendati tidak menawarkan jalan keluar – yang niscaya berada di luar kompetensinya – Hawking menyuarakan peringatan profetis tentang deretan malapetaka yang tengah membayangi planet kita, sebut saja: pencemaran lingkungan, perubahan iklim, ledakan penduduk, krisis pangan, dan pengangguran masif.

RUMAH BERSAMA
Sang ateis bagaikan suara dari gurun yang berseru-seru mengingatkan kita akan rumah kita bersama, kosmos yang senantiasa mencari kesetimbangan entropik. Ia bukan pemercaya Tuhan tetapi bukan pula insan tanpa spiritualitas.

Dalam pandangannya, kosmos tak layak menjadi jagad raya kita bila tidak menjadi rumah bagi sesama yang kita cintai. Spiritualitas “kosmik” yang dihayatinya setidaknya mempertemukan dirinya dengan nasib bersama anak-anak manusia yang tak jarang terjebak dalam perangkap ambisi dan ilusi yang ditenun dengan mengkhianati kemanusiaan sendiri.

Visi kemanusiaan Hawking pantas dikenang sebagai bagian dari pesan terakhirnya bagi pelakon-pelokan kehidupan dalam meraih mimpi setinggi bintang, termasuk bagi umat beragama yang mengklaim dirinya sebagai ahli waris nilai-nilai luhur di balik visi etis agamanya. Bukankah para tokoh religius mengajarkan pula betapa rakhmat ilahi menerbitkan matahari dan menurunkan hujan bagi semua tanpa memilih-milih?

Hawking wafat pada 14 Maret lalu, tepat pada hari lahir Albert Einstein. Selamat jalan, Stephen William Hawking!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Penataan Adat / Matius 15:1-9 (Pekan Penatalayanan Keenam)

Catatan Tambahan PJJ 07 – 13 April 2024