Ada satu lagi catatan tentang keunikan berkaitan dengan nama nama orang Karo. Kenyataan ini saya perhatikan selalu terjadi pada pesta perkawinan Adat Karo. Pada saat acara “Sijalapan”, yaitu memperkenalkan pengantin wanita dan pengantin laki-laki, yang dilakukan oleh anak beru singerana kedua belah pihak. Ada giliran nama ayah pengantin akan disebut. Si anak beru tidak akan serta merta menyebutkan siapa nama ayah si pengantin, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan, tetapi sebuah kalimat yang disebutkan terlebih dahulu.
Anak beru dari pihak sana akan bertanya:
Ise bapana?
Pihak anak beru singerana dari pihak yang di tanya akan berkata :
“Ula melus bulung bulung kerangen ku belasken gelar mama”, bapa si mupus permen kami emekap ; (katakanlah) Jaman Mbaru Ginting.
Menarik sekali kita simak bukan? Mengapa disebutkan “Ula melus bulung bulung kerangen”. Tidak lah layu daun daun di rimba raya, saya sebutkan nama kalimbubu saya.
Mengapa disebut Ula melus bulung bulung kerangen? Ada beberapa hal yang menjadi dasar sekaligus tujuan pengambilan istilah ini yaitu:
1. Menunjukkan ras hormat yang amat tinggi dari anak beru kepada kalimbubu, siapapun nama kalimbubunya itu. Apakah namanya Kursi, Meja, Paten, Teori, Sedan, Motor, Hitam, atapun Ngguang tidak lagi menjadi masalah, sebab penghormatan yang amat dalam diekspressikan anak beru singerana. Seolah olah nama itu menjadi sama semua, karena bukan kata-kata namanya yang menentukan penghormatan, tapi sebaliknya karena tingginya penghormatanlah maka nama itu menjadi begitu agung. Sebab kedudukan sebagai kalimbubulah yang membuat nama itu menjadi begitu “sakti” dan ditakut, jika disebutkan dengan sembarangan tidak dengan rasa hormat maka ‘daun daun pepohonan di hutan rimba bisa menjadi layu.
Nama bukan lah kata katanya, tapi jati diri siapa yang menyandangnya dan kedudukannya dalam hubungan kekerabatan adatlah yang menentukan segalanya. Hati hati dan hormatlah dalam menyebutkan nama, apapun nama orang itu. Bukankah Tuhan Allah juga mengajarkan demikian, “Jangan sebutkan nama Tuhan Allahmu dengan sia sia”. Artinya menghormati Tuhan adalah dengan menyebutkan namaNya dengan takjub dan hormat. Ahli human relation (hubungan antar manusia) Dale Carniege dalam prinsip human relation yang ditulisnya mengatakan bahwa, nama adalah sebuah informasi tentang jati diri penyandangnya. Jadi sebutkanlah nama orang lain dengan penuh hormat, sebutkan dengan benar, jangan plesetkan, jangan jadikan bahan olok olok dan tertawaan. Sebab, tandas Dale Carniege, kalau nama dijadikan olok olok atau guyonan, maka semua bisa tertawa, yang punya nama pun bisa tertawa, tapi ada “sakit” hati yang abadi dalam benak orang itu. Akan diingat terus. “Wah gawat kan?”
2. Ula melus bulung bulung juga menyiratkan bahwa alam pun tidak setuju kalau anak beru tidak menghormati kalimbubunya. Akan ada kerusakan berupa layunya daun daun di rimba. Rimba akan rusak, tata air akan terganggu, kekeringan atau banjir akan datang, akhirnya semua penduduk sekampung akan menderita. Jadi supaya alam tetap baik, maka anak beru harus menghormati dengan cara menghamati kalimbubu saat menyebutkan namanya. Beginilah nenek moyang hidup, yaitu saling menghormati sehingga bisa kita lihat bahwa Orang Karo adalah orang yang menghormati. Orang Karo adalah orang yang menjaga alam dengan saling menghormati. Orang karo adalah Pro Penghijauan, Go green. Terbukti dengan terpilihnya Paris Sembiring menjadi Pemenang The Kick Andy Hero, untuk bidang lingkungan. Paris Sembiring sudah menyumbangkan/menanam lebih seratus juta (100.000.000) pohon di seluruh Indonesia.
Nama, bisa saja disepelekan apalah arti sebuah nama. Tapi juga nama adalah segala galanya. Karena keberhasilan tertinggi seorang anak manusia dalam kehidupan ini adalah dengan menuliskan namanya. Sehingga ingatan kepada dirinya akan abadi, la melus melus.
Komentar