Ramai Ramai Membela Lembaganya Masing Masing, Bukti Iblis Sudah Menguasai Sendi Sendi Bangsa
Juru Bicara Mahkamah Agung Republik Indonesia Djoko Sarwoko, ketika diwawancarai oleh Karni Ilyas dalam acara Jakarta Lawyers Club tadi malam (Selasa, 20 Nopember 2012) soal pengunduran diri Hakim Agung Ahmad Yamani terkesan sangat plin plan dan terang terangan membela rekannya tersebut. Ketika di cecar oleh pertanyaan Bung Karni tentang perubahan hukuman dari 15 tahun menjadi 12 tahun dengan tulisan tangan, “apakah itu kelalaian atau kesengajaan”, Djoko Sarwoko mengatakan kelalaian.
Bayangkan, salinan keputusan yang telah diputuskan oleh tim yang beranggotakan 3 orang Hakim Agung dari Mahkamah Agung diminta dan dirubah oleh satu orang, dikatakan sebuah kelalaian. Padahal terangan terangan sebuah kesengajaan. Pemilihan terhadap kelalaian ini adalah sebuah upaya pembelaan diri terhadap korps atau lembaganya.
Sebelumnya Kepolisian Republik Indonesia dalam kasus korupsi di Korlantas yang melibatkan jenderal berbintang dua nya juga pada awalnya terkesan sangat membela kepentingan korps nya atau lembaganya.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dalam banyak kasus juga sangat membela prilaku anggotanya. Khususnya dalam kasus kasus study banding ke luar negeri. Dalam kasus yang sekarang sedang bergulir tentang pemerasan kepada BUMN, DPR sangat membela lembaganya atau pu n individual anggotanya.
Istana Presiden saat dikatakan sudah dimasuki oleh mafia narkoba juga sangat rapat menutup diri dan melakukan pembelaan mati- matian k melalui Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi. Padahal yang memberi pernyataan adalah seorang ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Mahfud MD. Bukankah seharusnya info dari pak Mahfud dijadikan bahan untuk melakukan penyelidikan yang lebih tajam?
Jika lembaga lembaga tinggi negara hanya mampu melakukan pembelaan diri saja, melalui pembenaran pembenaran yang direkayasa, berarti Negara ini sudah tidak memerlukan lagi kebenaran yang hakiki. Apalagi pembelaan dilakukan setelah ada kejanggalan kejanggalan yang mengusik hati nurani segenap Bangsa Indonesia. Apalagi pembelaan diri dilakukan setelah ada tanda tanda perbuatan yang tidak benar seperti misalnya Korupsi.
Oh, prihatin dan sangat memprihatinkan. Kebenaran, moral dan etika sudah tidak berfungsi lagi sebagai pilar perjalanan Bangsa. Mereka sudah digantikan oleh uang, dan penguasa tertinggi uang adalah setan yang punya nama lain Lucifer. Benarkah bangsa kita sudah semakin dikuasai Setan atau Iblis?
Pendidikan Karakter Mempersiapkan Negarawan.
Jangan kita membiarkan semangat hanya membela kepentingan lembaga atau kelompok ini semakin besar dan menguat dalam bangsa kita. Harus ada upaya sangat serius untuk mendidik calon calon pemangku jabatan negara beruba pendidikan karakter dan sifat sifat kenegarawan. Harus dimulai dari sekarang, memang sulit untuk menentukan siapa atau lembaga mana yang harus memulainya. Namun ini sebuah keharusan dan mutlak diperlukan.
Saya melihat masih ada harapan, yaitu melalui sekolah sekolah dan lembaga lemabaga swasta seperti perusahaan perusahaan yang mempunyai Shared value yang jelas dan berlandaskan kepada etika kebenaran. Perusahaan seperti Astra International, PT Telkom, PT Elnusa, Kompas Gramedia Group, Sinar Mas Group, Konimex di Solo setahuku sangat mengutamakan kejujuran/integritas dan kebenaran dalam menjalankan business processnya.
Tokoh tokoh agama dan pendidik yang mau memilih pengajaran kebenaran dan tidak suka popularitas di televisi tetap memberikan optimisme kepada pengajaran Bangsa ini. Nama nama seperti Buya Syafii Maarif, Komarudiin Hidayat, Jacob Oetama, Anis Baswedan, Jakob Tobing, Salahuddin Wahid, AA Yewangoe, Garin Nugroho kita harapkan lebih banyak berperan di dalam melakukan pendidikan karakter Bangsa. Dimata saya orang orang seperti mereka perlu diapresiasi dengan lebih tulus serta diberi kesempatan yang lebih besar.
Komentar